Awan berarak pelan,
angin menyibakmu dengan segan,
lukisan pagi yang kuintip di pintu pada gema ribuan kali salam
ini kali kukisahkan bagaimana kita merenda cerita
hampir dua windu kita menjalin tawa, berbagi duka
entah hasrat apa yang membawaku mengulang kisah kita
pada agustus lampau, dimana aku di bawah nadir harapan
engkau hadir sebagai utusan pembawa urusan
dalam impianku engkau bak pualam, berdayung bersama kita menyongsong masa depan.
engkau menyongsong pintaku untuk berjalan
tepat di sampingku, lalu kita membangun ikatan
di hadapan seorang Paku Semesta, ikrar diucapkan
Lihatlah, daun-daun berguguran selepas Ramadhan,
Saksikanlah, kita membawa kunci khazanah diri untuk dibeberkan
Betapa perjalanan selepas itu, adalah pagelaran,
antara kekeraskepalaan dan keberserahdirian
pertarungan abadi dimana manusia menjadi termuliakan atau terjatuhkan
betapa dengan Kuasa Dia Taala,
hidup kita tak pernah sepi dari pelajaran berneka warna ..
bahkan pada pagi, dimana kita tak sempat bertegur sapa
sapaan-Nya hadir pada remeh-temeh, yang luput dari kasat mata
Lihatlah, awan berarak pelan,
pagi ini mentari panasnya menghangatkan badan.
Ah…
Anak kita sakit, aneka tagihan bulanan, esok hari apa yang kita makan,
aneka fenomena berulang dan kita songsong dengan tangan lemah, beserta doa yang dilisankan..
fenomena -fenomena dihadirkan, agar membawa sujud kita semakin dalam, kesabaran di anugrahkan, ikatan kasih kita dikuatkan.. dan kebahagian dijemputkan.
 Betapa kita mesti selalu diingatkan,
Kisah kita belum tuntas, akhir cerita belum diputuskan,
Kita berpegangan, terbang dengan sayap harap dan cemas,
Bagaimana aku, engkau, anak-anak kita,
bekedudukan di hadapan Dia Ta’ala..
Dan pagi ini,
kopi ini menjadi lebih beraroma,
napas ini menjadi lebih bermakna,
engkau tampak bercahaya, dalam rona yang biasa,
sementara aku termangu, mengeja kisah kita , mencari jeda dan irama,
agar catatan kisah kita; terpuisikan