Mohon tunggu...
Susytiara Himawary
Susytiara Himawary Mohon Tunggu... -

Aku Tak Selamanya Mampu jadi Matahari Karena Kadang Akupun Rapuh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iri Pada Kehidupan Tukang Becak

30 Mei 2011   06:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:03 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian orang sudah mulai asing dengan wara wirinya tukang becak dilingkungan kotanya. Tapi untukku yang masih tinggal di daerah yang belum terlalu 'kota' , keberadaan para tukang becak ini masih bisa dirasakan meskipun jumlahnya telah jauh menyusut dibanding waktu kanak-kanak ku. Dulu +-20 tahun yang lalu kota kecilku semarak dengan jenis kendaraan ini. Mereka berjajar di sepanjang jalan terminal dan pasar penuh berdesakan. Akan tetapi sekarang keberadaan mereka mulai tersisih dampak dari telah banyaknya kendaraan roda dua dan empat (ojek dan angkot) yang  mungkin  jauh lebih efisien dalam hal waktu ataupun ongkos.

Tapi aku termasuk kedalam penumpang yang tetap setia menggunakan jasa para tukang becak ini  karena rumahku tidaklah terlalu jauh dari terminal/pasar, mau naik ojek...ya kok sampe sekarang masih berasa 'risi', mau naik angkot..ya keterlaluan aja, masa jarak yang seu'uprit gitu naik angkot bisa ngamuk tuh supir, baru injek gas langsung injek lagi rem, disumpahin bisa-bisa :).

Karena merasa "dekat"  membuat sayapun merasa 'akrab' dengan kebiasaan sehari-hari dari para tukang becak ini. Ternyata kehidupan  mereka ASLI BIKIN IRI MAMPUS (maaf sedikit menggunakan bahasa alay). Tidak perlu jauh-jauh  meneliti sampai pada  kehidupan keluarganya sana dech yang paling sederhana aja.. yuk kita teliti gaya hidup sehari-hari  ala tukang becak ini yang berhasil aku simpulkan :

1. Pagi : ngumpul- ngumpul  barsama tukang becak lainnya sambil ngopi tubruk ditemani pisang  dan gorengan diselingi tawa dan obrolan ringan lainnya.
Sedangkan Aku/Kita?...boro-boro.  Setiap pagi yang ada harus 'grasak grusuk'  panik  cari sepatu, kaos kaki, sisiran, lagi-lagi lirik jam tangan takut ketinggalan Angkot/Bis lantas kesiangan ngantor..stress dengan kemacetan yang makin hari makin menggila.

2. Siang : Setelah cape bolak balik ngayuh...makan donk. heh ini yang paling asyik makan nasi bungkus sambil berjongkok di pinggir becanya dengan lauk tempe goreng, mie kecap dan sambel..That's it!...tapi selalu terlihat sangat nikmat dan lahap hanya dengan menu yang itu2 saja setiap hari, menu seharga 4000 perak.
Aku/Kita?...4000 perak, makan apa? yang ada jarang sekali mempunyai selera makan kalau tidak ada lauk jagoannya malah terkadang malas tak bernafsu akibat terlalu banyak masalah yang musti dipikir dan diselesaikan. Hasilnya makanan cuma di aduk2, kalaupun berhasil masuk mulut dan mengunyah nyaris dilakukan tanpa ekspresi..kosong. Sulit menikmati lezatnya hidangan yang kita akan telan padahal harganya jauh lebih mahal dari sekedar 4000 perak.

3. Tidur : Mungkin pernah melihat dibagian depan tempat duduk penumpang itu si tukang becak bisa dengan PeWenya 'ngarengkol' tidur. Mukanya adeemm banget. Gak perlu AC, gak perlu selimut apalagi bad cover, gak peduli bisingnya klakson truk yang hilir mudik di depan. pokoknya judulnya 'lu enak..gw enak' :)
Aku/Kita?...Mungkin sangat sulit bisa senyenyak itu di tempat se-bising dan se-sempit itu kalo hanya terkantuk-kantuk saja mungkin bisa tapi jika sampai bisa senyenyak tukang becak  yang mukanya puleeesss begitu, sepertinya tidak mungkin.
Di kasur empuk saja biasanya ada ritual 'merem ayam' terlebih dahulu,  pikiran sama hati tetep pada pekerjaan atau segudang masalah yang belum terselesaikan.  Bahkan ada sebagian yang baru bisa tidur setelah minum pil tidur atau penenang.

Tuh kan...

Iyya mereka gak punya sofa empuk
Iyaa mereka gak punya tabungan banyak
Iyaa rumah mereka cuma ruang tamu yang merangkap ruang keluarga dan ruang makan
iyaa baju mereka bukanlah poshboy, ossela, apalagi guess atau triset
iyya penghasilan mereka ya cuma beberapa lembar ribuan saja dan akan habis hari itu juga.
TAPI...Mereka punya 'kebebasan dan ketentraman' hati yang sulit kita punyai.


Mereka punya 'financial freedom' yang mustahil bisa kita ikuti di zaman se-matrealistis seperti sekarang ini.

Sungguh..mereka punya jiwa yang selalu PUAS terhadap apa yang mereka dapati dan punyai.
Tidak ada AMBISI untuk ingin ini dan itu.
HEBAT!
Terlepas dari apakah mereka terpaksa atau sukarela menjalani kehidupan seperti itu..tapi sekali lagi SALUT!
Karena jika aku...belum tentu aku bisa.

*Susytiara : Salam buat semua para tukang becak :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun