Mohon tunggu...
Himawan Syamsuddin
Himawan Syamsuddin Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya adalah seorang staf rendahan sebuah sekolah desa di lereng merbabu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Masih Sukarkah Menulis Karya Ilmiah itu?

8 Januari 2014   09:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengarang (cerpen) itu gampang, demikian kata Arswendo Atmowiloto. Demikian pula yang dikatakan Markus G Subiyakto untuk karangan ilmiah. Tetapi dengan alasan jauhnya letak tangan dari otak dibanding letak mulut dengan otak, banyak orang yang menganggap mengarang bukanlah kerja yang mudah. Lebih mudah bicara. Demikian pula yang dialami oleh guru-guru.

Himbauan untuk menulis apa yang dilaksanakan dan melaksanakan apa yang ditulis telah digembar-gemborkan bertahun-tahun lampau. Secara formal perintah itu ditulis pada awal tahun 90-an yaitu dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tentang PAK. Karena aturan pemerintah, tentu saja ada sanki bagi yang melanggar. Sanksi yang tertulis adalah guru yang tidak memenuhi nilai tertentu (12 poin) sementara guru tersebut berada di golongan ruang IV/ a, adalah tidak bisa naik pangkat. Sedang kabar burung (entah burung apa, entah burung milik siapa) guru yang seperti itu akan ‘dikantorkan’. Kenyataannya sampai sekarang ‘kantor’ yang dimaksud belum dibangun. Sehingga sanksi tersebut belum bisa dilaksanakan.

Kalau mau jujur, sebetulnya ketidakmauan guru untuk menulis bukan salah guru. Ada guru yang menganggap kalau menulis karya tulis untuk diajukan menjadi angka kredit tidak mudah. Banyak yang gagal. Akan tetapi anggapan ini tidak sesuai fakta. Kalau semua guru (utamanya guru dengan golongan ruang IV/ a) mengajukan penilaian karya tulis dan lebih dari 50% ditolak, artinya pengajuan angka kredit pengembangan profesi (dengan menulis karya ilmiah) itu sukar. Namun kenyataannya yang terjadi banyak guru yang tidak mau mengajukan angka kredit meskipun sudah bergolongan ruang IV/ a. Ini berarti penilaian angka kredit pengembangan profesi (dengan menulis karya tulis ilmiah) bukan seperti anggapan para guru.

Kalau demikian, ketidakmauan guru untuk menulis bisa jadi karena ketidaktahuan. Hal yang demikian terjadi pada penulis. Sejak masuk sekolah (SD) di awal tahun 1975, saya jarang menerima usikan untuk menulis. Di SMP maupun SMA dan perguruan tinggi, usikan untuk menulis itu tidak saya terima. Saya hanya sempat kursus di PT (diploma 3). Kebetulan saat itu tidak ada kewajiban untuk menulis saat kuliah. Demikian pula ketika saya memaksa diri menempuh pendidikan lanjutan di UT. Saat itu di UT belum ada kewajiban bagi mahasiswanya untuk menulis. Maka di awal tahun 90-an, saat awal bekerja tiada bayangan sama sekali dalam benak saya bagaimana menulis karya ilmiah itu. Meski tidak semua guru sebodoh saya dalam menulis karya ilmiah, namun guru yang tidak mempunyai pengetahuan bagaimana menulis karya ilmiah di awal 90-an tidak sedikit. Paling tidak demikianlah yang saya rasakan di tempat kerja saya sebelumnya (Kebetulan di sekolah saya saat itu hampir semua guru lulusan diploma yang saat sekolah tidak berkewajiban menulis menjelang lulus.)

Banyak penataran/ pelatihan, seminar, maupun lokakarya yang berusaha mengubah derajat ketidaktahuan dan ketidakmauan guru dalam menulis karya ilmiah. Tetapi ternyata ‘jas bukak iket blangkon, sama juga sami mawon’ atau sama saja. Kalau demikian, ada kemungkinan metode pelatihannya yang perlu diubah.

Ketika MGMP Matematika SMP Kabupaten Magelang memperoleh dana blockgrant dari LPMP Jawa Tengah tiga tahun lalu, sebagian digunakan untuk mendongkrak kemampuan anggota dalam menulis karya tulis ilmiah. Saat itu nara sumber yang diundang adalah tim dosen Universitas Negeri Yogyakarta. Hanya sekitar dua orang yang pada akhirnya mempu menyelesaikan karya tulis ilmiah. Tahun kemarin, kembali MGMP Matematika SMP Kabupaten Magelang menerima dana blockgrant. Kali ini sumbernya dari P2TK Dikdas. Peruntukannya jelas. Untuk pengembangan karir PTK. Dalam hal ini diarahkan untuk membuat karya illmiah maupun karya inovatif. Saat itu hasilnya meningkat. Ada 4 anggota yang akhirnya berhasil menulis karya tulis ilmiah (Penelitian Tindakan Kelas) berdasar bimbingan tim dosen UNY. Kecuali itu ada tiga anggota yang berhasil menulis karya tulis tetapi bukan Penelitian Tindakan Kelas melainkan penelitian pengembangan.

Saat ini MGMP Matematika SMP Kabupaten Magelang kembali memperoleh blockgrant dari P2TK Dikdas. Nara sumber yang diundang berbeda, yaitu dari LPMP Jawa Tengah. Dalam hal ini Dr. Mulyadi HP. Dengan model penyampaian yang berbeda, hampir semua peserta yang berjumlah 30 orang antusias untuk menulis karya ilmiah. Karena itu untuk ada rencana pengurus MGMP Matematika SMP Kabupaten Magelang untuk mengadakan prosiding seminar di akhir pelatihan yang memanfaatkan blockgrant dari P2TK Dikdas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun