investasi untuk kestabilan keuangan jangka panjang. Dengan pengadaan investasi juga dapat memberikan kesempatan bagi individu dan entitas untuk mengembangkan kekayaan dan mencapai tujuan keuangan yang diinginkan dengan membeli sejumlah aset maupun saham modal dari suatu perusahaan untuk memiliki hak milik dan profit dividen di perusahaan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa investasi juga melibatkan risiko. Nilai aset dapat naik maupun turun dan tidak ada jaminan bahwa investasi akan selalu menghasilkan keuntungan. Hal ini dapat mengakibatkan salah satu fenomena ekonomi dapat terjadi, yaitu bubble economy yang terjadi karena model investasi spekulatif.
Dalam perkembangan pengetahuan dan awareness masyarakat terhadap ekonomi di dunia ini, semakin banyak individu yang paham akan pentingnya"Gelembung" ekonomi atau Bubble Economy didefinisikan sebagai periode dimana investasi spekulatif mengarah ke penilaian yang berlebihan atas sekuritas dalam sektor tertentu (Siegel, 2003). Gelembung ekonomi juga dikenal sebagai gelembung pasar atau gelembung harga, terjadi ketika sekuritas diperdagangkan dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada nilai intrinsiknya, diikuti dengan 'ledakan' atau 'crash' ketika harga jatuh. Bubble economy dapat "meledak" ketika investor menyadari bahwa industri di dalam gelembung tersebut tidak menguntungkan atau berkelanjutan seperti yang mereka pikirkan sebelumnya. Pada titik ini, valuasi perusahaan dan sekuritas yang terlibat turun dengan cepat ke tingkat sebelum bubble economy.
Dalam menilai risiko pada kondisi normal, investor lebih memilih untuk menghindari kerugian sebelum mendapatkan keuntungan. Namun, bubble economy membalikkan preferensi ini. Anggapan baru mengenai risiko akan pengambilan keputusan dalam berinvestasi muncul di seluruh komunitas investor. Para investor ini mengabaikan informasi atau preferensi pribadi mereka dan 'mengikuti kerumunan' dengan mengikuti sejumlah orang dengan meniru tindakan terbaru dari mereka yang telah mencapai kesuksesan. Fenomena yang menular ini dikaitkan dengan "herd behaviour", sebuah teori abad ke-19 yang menjelaskan ketika orang melakukan apa yang orang lain lakukan dan bukannya menggunakan informasi mereka sendiri atau membuat keputusan sendiri. Bubble economy adalah hasil dari populasi yang mengamati dan meniru dalam hal berinvestasi terhadap suatu aset maupun stock saham. Â
Salah satu contoh dari fenomena Bubble Economy yang paling menarik atensi  dan mengacaukan stabilitas ekonomi kala itu adalah "The Dot-Com Bubble Burst". Gelembung dot-com adalah sebuah bubble economy bersejarah dan periode spekulasi berlebihan pada pasar saham yang dipicu oleh investasi yang sangat spekulatif pada bisnis berbasis internet selama pasar bullish (kondisi pasar saat harga aset naik 20% atau lebih dibanding harga terendah) dari tahun 1995 hingga 2000. Abolafia dan Kilduff berpendapat bahwa "gelembung spekulatif umumnya didahului oleh guncangan eksogen (kejadian atau keadaan di luar pasar)." Permulaan bubble economy ini muncul ketika kredit melimpah dan ekonomi berjalan dengan baik, seperti yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. Federal Reserve menurunkan suku suku bunga, modal asing ditarik, dan undang-undang pasca depresi yang membatasi investasi dan perbankan komersial dilemahkan atau dihapus.
Pada tahun 90-an kemajuan teknologi dan internet sangat pesat terjadi di banyak bidang di seluruh A.S. Pergeseran paradigma akan internet di masyarakat global mulai berubah dari yang tadinya dianggap kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer dan membuat kepemilikan komputer di sektor rumah tangga AS terus menanjak dari 15% pada 1990 menjadi 35% pada 1997. Namun, komersialisasi Internet menyebabkan ekspansi pertumbuhan modal yang paling luar biasa di negara ini, membuat banyak investor yang ingin berinvestasi dengan nilai berapapun, di perusahaan "dot-com" manapun, terutama jika perusahaan tersebut memiliki ".com" di belakang namanya.
Berbagai inovasi dalam teknologi internet ini juga memungkinkan perusahaan-perusahaan teknologi untuk go public dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada yang sebelumnya dimungkinkan. Pada periode 1984-1991 melihat penerbitan IPO teknologi yang relatif sedikit IPO dengan tidak ada satu tahun pun yang mencapai lebih dari seratus. Jumlah tersebut kemudian meningkat dari tahun ke tahun dan puncaknya pada tahun 1999 ketika 371 IPO diterbitkan. Berdasarkan harga perdagangan pertama mereka, nilai pasar agregat bahkan lebih mencolok lagi. Dari nilai tertinggi sebelumnya sebesar 98 miliar dolar AS pada tahun 1996, IPO teknologi yang diterbitkan pada tahun 1999 dan 2000 bernilai masing-masing senilai $450 miliar dan $517 miliar.
Hal ini membuat nilai pasar ekuitas tumbuh secara dramatis dengan indeks Nasdaq yang didominasi oleh teknologi naik lima kali lipat selama periode tersebut. Indeks pasar saham Nasdaq Composite yang mencakup banyak perusahaan berbasis Internet, mencapai puncak nilainya pada tanggal 10 Maret 2000 sebelum jatuh. Pecahnya gelembung tersebut yang dikenal sebagai kehancuran "dot-com", berlangsung dari 11 Maret 2000 hingga 9 Oktober 2002. Selama krisis ini, banyak perusahaan belanja online, seperti Pets.com, Webvan, dan Boo.com, serta perusahaan komunikasi, seperti Worldcom, NorthPoint Communications, dan Global Crossing, mengalami kerugian dan ditutup. Perusahaan lain, seperti Cisco, yang sahamnya turun 86%, dan Qualcomm, kehilangan sebagian besar kapitalisasi pasarnya namun berhasil bertahan, dan beberapa perusahaan, seperti eBay dan Amazon.com, mengalami penurunan nilai namun pulih dengan cepat.
Banyak investor berharap perusahaan berbasis Internet ini akan sukses hanya karena asumsi internet adalah sebuah inovasi. Alih-alih berfokus pada analisis fundamental perusahaan yang melibatkan studi tentang potensi pendapatan perusahaan dan rencana bisnis, analisis industri, analisis tren pasar, dan rasio P/E, banyak investor yang berfokus pada metrik yang salah seperti pertumbuhan trafik ke situs web mereka yang didorong oleh perusahaan-perusahaan startup "dot-com".
Sebagian besar perusahaan rintisan berbasis internet pada saat itu tidak mengadopsi model bisnis yang layak, seperti menghasilkan cashflow. Oleh karena itu, mereka dinilai terlalu tinggi dan sangat spekulatif. Hal ini memuncak dalam gelembung yang tumbuh dengan cepat selama beberapa tahun. Perusahaan-perusahaan ini diberi nilai yang sangat tinggi, dan harga saham terus naik karena permintaan yang membludak.Â
Disisi lain, pada 1997, Undang-undang yang bertujuan untuk menurunkan pajak capital gain pada investasi saham atau disebut juga dengan The Taxpayer Relief Act of 1997, ikut andil dalam membuat total investasi meningkat. Penurunan pajak capital gain justru memicu investor untuk  berspekulasi pada saham-saham perusahaan internet. Meningkatnya investasi berlebihan atau bakar duit di antara pemodal ventura serta aksi spekulasi yang gila pada pasar saham terutama pada perusahaan teknologi internet, membuat saham-saham perusahaan teknologi internet mulai melonjak signifikan. Indeks saham Nasdaq yang mayoritas diisi oleh perusahaan internet, mengakibatkan indeks Komposit naik 582% dari 751,49 menjadi 5.132,52 dari Januari 1995 hingga Maret 2000 dan turun 75% dari Maret 2000 hingga Oktober 2002.Â
Â
Setelah para investor berbondong-bondong masuk ke industri internet dengan harapan mendapatkan keuntungan besar dan mengalami kenaikan harga saham yang luar biasa, tibalah saatnya harga saham yang tinggi itu berakhir dan gelembungnya pecah. Pada akhirnya, investor kehilangan kepercayaan pada perusahaan internet karena harga saham telah meningkat tanpa pertumbuhan laba yang menyertainya menandakan prospek investasi jangka panjang yang buruk. Maka terjadilah krisis gelembung "dot-com", yang juga dikenal dengan sebutan dot-com bubble burst, satu demi satu perusahaan rontok, yang menyebabkan jatuhnya harga saham industri internet secara drastis selama dua setengah tahun. Dampak gelembung dot-com begitu besar sehingga meledaknya gelembung ini pada tahun 2000 menyebabkan jatuhnya pasar saham.