Mohon tunggu...
Hilyatul Maknunah
Hilyatul Maknunah Mohon Tunggu... Lainnya - -

Gubuk rasa semata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayo Menjadi Relawan Konten Positif dengan Membangun Narasi Positif di Sosial Media

23 November 2020   16:00 Diperbarui: 23 November 2020   16:19 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Siapa yang pernah menyangka tahun 2020 akan menjadi tahun yang begitu hening dibandingkan tahun-tahun terdekat sebelumnya? Pandemi coronavirus desease (covid-19) yang terjadi hampir sepanjang tahun 2020 dan menjadi sebab adanya model tatanan kehidupan baru telah banyak mengalihkan proses berjalannya aktivitas kehidupan dalam berbagai bidang. 

Pembatasan ruang gerak dalam kehidupan nyata sebagai salah satu bentuk antisipasi penularan virus corona menjadikan beberapa aktivitas kehidupan yang tadinya berjalan secara real (dalam ruang yang nyata) kini banyak beralih ke dalam ruang virtual (menggunakan perangkat internet), sehingga dapat dikatakan bahwa selama pandemi serta aturannya masih berlangsung,  kita sedang dikuasai rezim digital dan turunannya dengan intensitas yang lebih banyak dibanding biasanya.

Dewasa ini, masyarakat modern kita terjangkit sebuah gejala mental takut ketinggalan informasi  yang dikenal dengan FOMO (Fear of Missing Out). Masyarakat modern merasa takut dan resah apabila tidak melibatkan diri dalam kasus-kasus yang sedang terjadi, akhirnya mereka terjun kedalam dunia maya yang menyediakan banyak hidangan informasi dengan muatan pengetahuan dan pengalaman masing-masing, sehingga dengan fenomena ini akhirnya memicu para pembuat berita ataupun konten lainnya untuk berlomba-lomba menyuguhkan gagasan-gagasan mereka dalam bentuk tulisan-tulisan utamanya di media sosial.

Banyak jenis platform yang  digunakan sebagai ruang komunikasi virtual atau biasa disebut media sosial, diantaranya facebook, instagram, twitter, whatsapp dan lain-lain. Platform-platform tersebut bukan lagi sebuah barang mewah yang dikategorikan sebagai kebutuhan tersier, melainkan saat ini sudah berganti wajah menjadi barang yang bukan eksklusif lagi dan dapat diakses oleh berbagai strata sosial.

Masifnya penggunaan media sosial terlebih di era pandemi ini harus diimbangi dengan kapasitas diri yang mumpuni dalam rangka memilah informasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Peningkatan kapasitas diri ini tidak hanya berlaku bagi kalangan para penikmat konten, melainkan para kreator konten sebagai pemeran utama panggung ekspresi gagasan dalam jagad maya. 

Sayangnya, kesadaran akan hal tersebut masih kurang sebab masyarakat masih banyak yang mengikuti arus viralitas, dimana ada sebuah informasi yang viral, disanalah mereka meyakini kebenarannya. Tolak ukur dari kevalidan sebuah informasi bagi masyarakat awam adalah viralitas, dengan begitu salah satu solusi untuk menciptakan ruang virtual yang positif adalah mengkampanyekan narasi perdamaian.

Seperti yang kita tahu, derasnya arus informasi di media sosial dikendalikan oleh sistem algoritma dari platform bersangkutan, kita tidak dapat mengendalikan informasi yang mana sekiranya harus banyak dikonsumsi masyarakat dan mana yang tidak layak, apabila seseorang pada suatu kesempatan ingin mencari sebuah informasi mengenai suatu persoalan, maka konten yang dia konsumsi pertama kali akan mengantarkannya pada konten yang identik, apabila dia membaca konten-konten yang mengandung unsur kebencian, hoax, cacian, pertikaian dan konten negatif lain, maka sangat besar kemungkinan dia akan berjalan pada jalur yang sama sehingga dapat berpotensi meningkatkan keyakinan orang tersebut atas konten yang telah dikonsumsinya. 

Oleh karena itu, untuk menyaingi proporsi narasi negatif tersebut, narasi damai perlu dibangun dan dimasifkan agar dapat menggeser posisi narasi negatif sehingga tercipta atmosfir menyejukkan dalam jagad maya.

Lalu, bagaimana cara menciptakan narasi damai di media sosial? Begitulah mungkin pertanyaan yang terlintas di hati para calon relawan literasi damai sekalian. Setiap orang memiliki potensi untuk menuangkan pikirannya dalam bentuk tulisan, walaupun hanya satu paragraf saja. Apalagi saat ini kita dimanjakan dengan fitur-fitur beken untuk menarasikan apapun yang sedang terjadi, baik di whatsapp, instagram, facebook dan berbagai macam platform lain yang kita miliki.

Betapa dunia saat ini baik dunia nyata maupun dunia maya sedang banyak terjadi adu domba, penistaan, saling menyalahkan, saling merasa benar sendiri sehingga mengganggu keharmonisan kehidupan, dengan begitu, perlu adanya sebuah tindakan untuk meminimalisir kejadian tersebut. 

Langkah pertama memulai mengkampanyekan narasi damai adalah memperbanyak referensi bacaan yang memuat konten perdamaian dan menciptakan circle pergaulan yang positif. Siapapun kita berhak mengkampanyekan narasi perdamaian demi tercapainya kemaslahatan. Dengan ikut berpartisipasi menyebaran pesan-pesan perdamaian dan positif, kita telah berperan dalam menciptakan suasana media sosial yang sehat, damai, mendidik dan mencerdaskan. Tentu itu bukan hal yang sulit, bukan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun