Kita memang perlu mempertimbangkan perspektif orang lain untuk melihat berbagai sudut pandang. Karena jika tidak, kita akan selalu membenarkan perspektif kita saja dan tanpa sadar akan tertanam sifat egois dalam diri.
Menurutku, menghargai pendapat orang lain harus diterapkan dalam diri agar timbul rasa toleransi serta menjadi orang yang positif. Namun, kita juga perlu mempunyai prinsip dan pendirian agar tidak mudah terombang ambing bak perahu di tengah laut.
Miris melihat diri sendiri (yang pernah) berpikiran sempit sehingga bertindak atau berucap tanpa berpikir panjang sampai-sampai menyakiti orang lain lalu dipenuhi rasa bersalah.
Sekarang, terasa indah dan nyaman jika menetralisir perasaan gundah, sedih, ataupun kesal dengan dua kata, "tidak apa".
"Tidak apa, mungkin pemikiran dia seperti itu".
"Tidak apa, mungkin dia orangnya seperti itu".
"Tidak apa, mungkin hal tersebut menurutnya biasa aja. Akunya aja yang baperan".
Setelah berproses menuju 20 tahun, aku baru sadar bahwa kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk mempunyai pikiran yang sama dengan kita. Menghargai  kayaknya menjadi pilihan daripada merenungi ucapan dan tindakan seseorang yang telah menyakiti. Sebab, mau sekeras apa kita meraung, berteriak apa yang kita rasa, atau mengatakan yang sebenarnya atas penilaian yang salah, tidak membuat seseorang berputar balik untuk memahami diri kita.
Nilai kemanusiaan yang mengikis akibat kebiasaan dan budaya memang susah dihilangkan. Perlu ditekankan, karakter yang tumbuh dengan pengaruh lingkungan sulit untuk diubah, selain orang tersebut yang ingin membuka diri dan pikiran untuk menerima masukkan dan mempelajari nilai-nilai yang salah atau yang seharusnya.
Pesannya, memikirkan berbagai sudut pandang dan sebab akibat akan suatu hal, serta berusaha mencari solusi dapat menjadi rem kita untuk berpikir, berucap, dan berprilaku yang negatif hingga menyakiti orang lain.
Kalimat, "tidak apa, semua mempunya alasan," jauh lebih indah daripada kalimat penyesalan seperti, "coba aja.. dulu aku tidak seperti itu".