Mohon tunggu...
Hilwa HafizhaTajalla
Hilwa HafizhaTajalla Mohon Tunggu... Lainnya - "Indonesia tak tersusun dari batas peta, tapi gerak dan peran besar kaum muda." -Najwa Shihab

Mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi yang tertarik dengan public speaking, seni, bahasa, dan tentunya tulisan maupun karya sastra.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Selamat Jalan Artidjo Alkostar, Tokoh yang Menakutkan bagi Koruptor

2 Maret 2021   07:00 Diperbarui: 5 Maret 2021   13:36 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat pada Minggu siang, 28 Februari 2021 tanah air berduka karena kehilangan seorang ahli hukum Indonesia, Artidjo Alkostar. Sudahkah teman-teman sekalian mengenal sosok beliau? Bagi yang tertarik ataupun berkecimpung di dunia politik dan hukum, pasti sudah tidak asing dengan nama beliau.

Artidjo Alkostar, atau yang dijuluki 'Hakim Algojo' adalah seorang mantan Hakim Agung sekaligus Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI. Artidjo Alkostar mendapat banyak perhatian atas keputusan serta pernyataan pendapat yang berbeda darinya dalam kasus-kasus besar atau yang sering disebut dissenting opinion di dalam dunia hukum.

Selama memangku jabatannya sebagai Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, Artidjo Alkostar terkenal atas hukuman berat yang diberikannya kepada para koruptor.

Karir Artidjo Alkostar sebagai hakim agung berawal pada tahun 2000 hingga pada 28 Mei 2018 setelah berusia genap 70 tahun. Selama 18 tahun mengabdi, beliau telah menuntaskan berkas perkara sebanyak 19.708 di Mahkamah Agung sebelum akhirnya pensiun. Jika dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan 1.905 perkara setiap tahunnya.

Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok hakim yang tegas kala ada yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Ketika palu hakim dikuasai oleh Artidjo, alih-alih berharap dan menerima keringanan hukuman, para koruptor justru mendapatkan ganjaran vonis yang lebih berat dari sebelumnya.

Sosok yang ditakuti para koruptor ini pernah memperberat vonis Angelina Sondakh, mantan kader Demokrat yang awalnya 4 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara. Beberap[a kasus lainnya yang diulas media adalah ketika beliau memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum yang p[ada mulanya penjara 7 tahun menjadi dua kali lipat yaitu 14 tahun penjara.

Artidjo beserta hakim lainnya yaitu Krisna Harahap, Surachmin, MS Lumme, serta Mohamad Askin juga memperberat hukuman pada kasus Ratu Atut Chosiyah dari empat tahun penjara menjadi tujuh tahun penjara. Begitu pula para koruptor lainnya yang hukumannya diperberat oleh Artidjo, seperti mantan Ketua MK Akil Mochtar, mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan lainnya.

Lalu, Artidjo juga memperberat hukuman terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogongyang awalnya8 tahunpenjaramenjadi 11 tahun penjara.P[ada kasus yang serupa, hukuman Sugiharto dan Irman diperberat dari tujuh tahun dan lima tahun penjara menjadi masing-masing 15 tahun penjara.

Tindakan Artidjo sebagai Hakim Agung semakin dikenal karena beliau berani menyuarakan pendapat yang berbeda dengan majelis hakim lainnya pada perkara skandal Bank Bali dengan terdakwa Joko Sugiarto Tjandra dan perkara mantan Presiden Soeharto. Pada kasusnya Joko Tjandra, Artidjo menyimpulkan bahwa terdakwa bersalah dan dijatuhi hukuman 20 tahun penjara. Dua hakim agung lain membebaskannya. Putusan Joko Tjandra inilah yang memperkenalkan dissenting opinion. Pendapat Artidjo inilah yang membuatnya dikenal oleh publik.

"Ya, dengan begitu orang tidak selalu menganggap saya sebagai pecundang, karena paling tidak pendapat saya ada yang mendukung. Mosok, sejakdulu jadi pecundang terus. Sebagai pengacara, saya sering kalah, karena tidak mau menyuap hakim dan jugajaksa," ungkap pria kelahiran 22 Mei 1948 tersebut.

Semasa menjadi Hakim Agung, beliau dikenal sebagai sosok pekerja keras. Beliau mengaku bahwa yang menjadi pegangan dirinya dalam bekerja adalah kerja dengan rasa ikhlas.

"Saya dapatbekerja sampai larut malam, pulang pun membawa berkas, besok sudah habis, namunkalau kita tidak ihklas itu energi kita menjadi racun dalam tubuh, menjadi penyakit," ucap Artidjo kepada Kompas.com pada Rabu, 29 Mei 2018.

Artidjo mengakui jika bekerja ikhlas bukanlah hal yang mudah. Namun baginya upaya tersebut harus dilakukan sebab keikhlasan merupakan nutrisi batin.

Beliau bersyukur tak banyak penyakit yang hinggap di tubuh dirinya meskipun kerap bekerja dengan keras. Artidjo juga berkata bahwa penyakit pun tahu diri, tidak mau hinggap di tubuhnya. Tidak hanya itu, bahkan Artidjo tak pernah mengambil cuti ketika masih menduduki jabatan sebagai Hakim Agung.

Untuk menjaga integritasnya sebagai hakim, Artidjo juga menolak ketika diajak pergi ke luar negeri karena menurutnya hal itu akan berdampak pada pekerjaannya.

"Saya tidak pernah mau diajak ke luar negeri, konsekuensinya nanti karena setiap hari itu ada penetapan tahanan diseluruh Indonesia, itu tidak bisa ditinggal karena nantinyabisa bebas dari hukum. Nanti yang disalahkan saya," kata beliausembari tertawa.

Sebagai Hakim Agung, Artidjo mengaku jika tak sedikit pemohon kasasi yang mencabut berkas ketika mengetahui dirinyalah yang akan menyidangkan perkara kasus tersebut.

"Banyak itu perkara yang dicabut, kadang-kadang ketika kami mau sidangkan itu, eh paginya sudah dicabut," kata beliau.

Namun tak setiap terdakwa kasus korupsi divonis hukuman yang berat oleh Artidjo. Terdapat salah seorang terdakwa yang kasusnya divonis bebas oleh Artidjo, yaitu seorang Office Boy yang bernama Hendra Saputra, yang merupakan terdakwa dalam kasus korupsi proyek videotron di Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).

Suhadi, selaku juru bicara MA mengatakan bahwa Hendra hanyalah "boneka" dari perusahaan yang dimiliki anaknya menteri. Hendra terbukti tanda tangan berkas, namun hanya digunakan sebagai alat.

Ketika diwawancarai oleh kompas.com pada tahun 2014, Artidjo menyampaikan bahwa putusan pengadilan harus bisa memberi pencerahan kepada masyarakat supaya masa depan tidak suram.

Karena itulah kepergian Artidjo Alkostar sangat menghadirkan rasa kehilangan bagi negara ini. Artidjo diketahui meninggal dengan penyakit jantung dan paru-paru sebagai penyebabnya. Seluruh tokoh nasional seperti Mahfud MD bahkan Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa kehilangan serta belasungkawa atas keperdian Artidjo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun