Kehadiran teknologi, seperti Artificial Intelligence, robotika, big data, Internet of Things, rekayasa genetk, dan drone, dihadirkan sebagai solusi untuk tantangan yang salah satunya terkait dengan produksi pangan. Digitalisasi sistem pertanian saat ini menjadi sesuatu yang tidak terlelakkan dan sebagian besar dibenarkan oleh kebutuhan untuk memberi makan populasi manusia yang terus meningkat (Hickey et al., 2019).Â
Teknologi pintar dapat meningkatkan hasil dan mengurangi input produksi, sementara dalam banyak kasus, mengurangi kebutuhan tenaga kerja. Selain itu, mereka dapat meningkatkan kelestarian lingkungan dengan memungkinkan produksi lebih banyak pangan di lahan yang ada, sehingga menghemat konversi lahan.
Kurangnya perhatian pada dampak sosial dari teknologi baru dalam perdebatan seputar revolusi pertanian keempat semakin terlihat. Aspek sosial tidak banyak terlihat dalam banyak literatur (misalnya de Clercq et al., 2018; NFU, 2019). Kondisi ini menjadi masalah karena manfaat revolusi teknologi tidak akan terdistribusi secara merata.
Marjinalisasi keberlanjutan sosial merupakan kekurangan yang signifikan dan menunjukkan bahwa revolusi pertanian keempat (pertanian 4.0) harus dipandu oleh konsep intensifikasi berkelanjutan, yang didefinisikan secara holistik, agar manfaat dirasakan manusia, produksi pangan, dan planet ini.Â
Meskipun definisi tersebut diperdebatkan, konsep intensifikasi berkelanjutan mengidentifikasi tiga keunggulan produksi pangan berkelanjutan: manusia (sosial), produksi (pangan), dan planet (lingkungan). Intensifikasi berkelanjutan dan teknologi terkait erat, teknologi dipandang sebagai cara utama untuk mencapai intensifikasi berkelanjutan.Â
Perdebatan yang ada tentang pertanian 4.0 jarang dibingkai dalam konteks intensifikasi berkelanjutan karena banyak literatur, kebijakan, dan wacana dinilai gagal membahas ketiga komponen tersebut. Memang, pekerjaan intensifikasi berkelanjutan itu sendiri telah banyak gagal untuk memberikan penekanan yang cukup pada keberlanjutan sosial (Lobley et al., 2018).
Tentu saja, keberlanjutan sosial mencakup orang-orang di semua titik dalam sistem pangan, termasuk konsume. Jika kita mengabaikan penyelidikan atas konteks sosial pertanian, maka tiga tantangan utama akan muncul, yang akan kami uraikan secara lebih rinci di bawah ini. Setelah menyoroti nilai keberlanjutan sosial saat mempertimbangkan revolusi teknologi pertanian, kami mempertimbangkan bagaimana inovasi baru dapat menjalani 'uji tekanan SI' untuk memastikan bahwa semua aspek keberlanjutan (manusia, produksi, dan planet) dipertimbangkan selama desain dan implementasi.
Konsekuensi Pengabaian Keberlanjutan Sosial
1. Memperkuat Potensi Kerawanan Pangan
Pembenaran untuk teknologi pertanian sebagian besar dibangun di atas gagasan bahwa kita perlu memproduksi lebih banyak pangan untuk memberi makan populasi yang berkembang pesat. Selain itu, jalur inovasi semakin banyak digunakan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah skala besar seperti perubahan iklim dan kemiskinan. Apakah kurangnya produksi pangan merupakan masalah utama dapat dipertanyakan karena kerawanan pangan disebabkan oleh kurangnya akses pangan bagi orang-orang tertentu.Â
Distribusi pangan yang tidak merata yang disebabkan oleh gender dan ketidaksetaraan ekonomi (di antara bentuk lainnya) adalah penyebab utama kerawanan pangan di negara berkembang dan dalam masyarakat maju yang tidak setara. Mempromosikan teknologi sebagai solusi tampak lebih mudah bagi aktor berpengaruh yang ingin mengalihkan perhatian dari ketidaksetaraan sosial.Â