Mohon tunggu...
Muhammad Hilmy
Muhammad Hilmy Mohon Tunggu... -

Tak ada salahnya menulis, walau tak ada yang komentar dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hidup Tanpa Tivi, Tak Masalah!

23 November 2010   10:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:22 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oh gak kok, aku bukan lagi terima tantangan dari sebuah stasiun televisi. Ini adalah kisah nyata antara aku dengan tivi.

Tanggal 9 Juni 2010 adalah hari yang membahagiakanku, hari itu aku berulang tahun, rutinitas orang berulang tahun pun dijalankan, tau sendiri lah...Namun, pada hari itu aku dapatkan hadiah tak terduga, yaitu tiviku terbakar. Ya, dia terbakar pukul setengah 12 malam, dan akhir kata rusaklah tiviku.

Sehari-dua hari tanpa tivi, wow! Gersang rasanya, hidup jadi hambar, mau tidur susah karena biasanya dengerin tivi dulu (dengerin tivi, bukan nonton...), mau makan tapi gak ada yang ditonton, mau joget tapi tivinya udah angus. Karena tak kuat lama-lama, dan juga akan ada even piala dunia, aku putuskan beli tivi bekas dan akhirnya kamarku kembali ramai dengan suara penyiar berita dan iklan-iklan nonsens.

Rusak Lagi

Yah, tengah menikmati pertandingan Jerman vs Serbia, tiba2 layar tivi jadi putih, semenit dua menit masih putih, kukira sedang relay dari sononya, setelah setengah jam, masih tetap putih menyilaukan, akhirnya kusimpulkan tivi itu rusak! Maka jadilah aku tak bertivi selama piala dunia berlangsung, dan aku sering habiskan waktu di warteg untuk sekedar nonton bola, hahaha...

Memang dasar aku yang pelit, tivi rusak itu tak aku perbaiki. Malah aku mulai merasakan nikmatnya hidup tanpa tivi, nikmatnya hidup tanpa mendengar berita-berita busuk khas televisi kita.

Demo --> Rusuh --> Pembunuhan --> Gosip --> Debat gak jelas

Siklus berita hanya sekitar masalah di atas, muteeer aja terus. Seminggu tanpa tivi, alternatifnya denger radio. Bahkan aku bisa kembali membaca buku-buku bagus yang jarang aku sentuh setelah membaca, kupikir tak ada tivi memang sangat bermanfaat. Akhirnya genap sudah 6 bulan aku hidup tanpa menonton tivi, kalaupun menonton di tempat makan hanya sepintas saja. Hidupku sudah lengkap, mau tau berita bagus cukup buka internet dan silahkan saring sendiri berita yang mau dibaca.

Efek Baik

Well, meninggalkan nonton tivi membuatku lebih senang bergaul dengan buku dan internet. Dari buku kudapatkan pengetahuan dan pencerahan, dari internet bisa tahu berita-berita positif dan membangkitkan semangat, bukan berita lingkaran setan demokrasi yang itu-itu melulu (lihat siklus berita di atas). Dan sekarang aku berani bilang, I do not need a television!

Selingan

Oh ya, sewaktu libur idul fitri di rumah, aku banyak menonton tivi, tapi yang kutonton adalah National Geographic, Discovery Chanel, History, dan saluran kabel lain yang bermanfaat. Nah, kala menonton tivi kabel, barulah terasa bahwa yang membuat pikiranku picik adalah karena kebanyakan diracuni berita dan sinetron busuk (maaf, aku bukan pecinta sinetron tapi baru lihat preview nya saja sudah muak!). Kala menonton tipv kabel, aku jadi memiliki wawasan dan pengetahuan baru, wawasan mengenai cara membangun traktor raksasa (National Geo), sejarah pengetahuan Islam (History), pencarian harta karun di sungai myanmar (Discovery Chanel), Madlabs (Nat Geo). Namun selama dirumah, tak pernah aku setel stasiun televisi lokal, karena mereka adalah sampah kecuali siaran ceramah pagi

Pesan Moral

Tinggalkan tivi, karena lebih banyak mudharat daripada manfaat. Kalau mau denger berita, buka internet dan sortir berita yang bagus. Kalau mau denger ceramah, datangi pusat pengajian. So, Live without TV? No Problem!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun