Mohon tunggu...
Hilmi Tsaqif Muzakki
Hilmi Tsaqif Muzakki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum - Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia: Aspek-aspek Penting tentang Hukum Perkawinan

29 Maret 2023   20:28 Diperbarui: 29 Maret 2023   20:42 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penjelasan mengenai Hukum Perdata Islam di Indonesia

Hukum Perdata Sendiri memiliki arti yaitu, segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan serta mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain. Jadi hukum   perdata   Islam   ialah   suatu   ketetapan   atau hukum di dalam Islam yang mengatur atas hubungan individu dengan individu dan individu dengan kelompok di lingkungan warga Negara Indonesia yang beragama Islam. Di dalamnya membahas mengenai hukum perkawinan, kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

Hukum perdata Islam bisa disimpulkan sebagai semua hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban perseorangan khususnya warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. Dapat dipahami bahwa, hukum perdata Islam adalah privat materiil sebagai pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan yang khusus diberlakukan hanya kepada umat Islam di Indonesia.

Hukum perdata Islam tidak berlaku bagi warga negara Indonesia yang tidak menganut agama Islam (nonmuslim). Karena hukum ini mengatur tentang hukum yang berkaitan dengan agama Islam seperti, hukum tentang waris Islam, perkawinan dalam Islam, hibah, wakaf, zakat, dan infak adalah materi-materi hukum perdata Islam yang sifatnya khusus diberlakukan dan dilaksanakan oleh warga negara Indonesia yang menganut agama Islam. 

Dalam keperdataan Islam dikaji secara mendalam hal-hal yang menyangkut hubungan orangtua dengan anak, masalah gono-gini, perceraian, rujuk, dan setiap hal yang berhubungan dengan sebelum dan sesudah perkawinan, serta hal-hal yang menyangkut akibat-akibat hukum karena adanya perceraian. Demikian pula, persoalan yang berkaitan dengan waris, ahli waris, harta, dan bagian-bagian untuk ahli waris, ashabah, dan sebagainya. 

Dalam hukum perdata Islam juga mengatur tentang segala hal yang berkaitan dengan dunia bisnis atau perniagaan, misalnya masalah jual beli, kerja sama permodalan, dan usaha, serta berbagai akad yang erat kaitannya dengan perasuransian, jaminan, gadai, dan sebagainya.

Prinsip perkawinan dilihat dari perspektif UU 1 tahun 1974 dan KHI 

Prinsip-prinsip perkawinan jika dilihat dari perspektif Undang-Undang No 1 Tahun 1974, bisa dilihat dari pengertian perkawinan itu sendiri dari pasal 1 ayat 2 perkawinan yang berbunyi "Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". 

Bisa dipahami prinsip utama dari perkawinan menurut Uundang-Undang no 1Tahun 1974 yaitu dengan menciptakan senuah keluarga yang bisa bertahan lama dan berdasarkan atas agama, sehingga perkawinan bukan saja mempunya unsur lahir atau jasmani tetapi juga memiliki unsur batin atau rohani. Bisa dipahami dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang prinsip-prinsip perkawinan yaitu:

  • Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri erlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan Kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.
  • Suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  • Menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami boleh beristri ebih dari seorang.
  • Undang-undang ini menganut prinsip mempersulit perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan pengadilan.
  • Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.

Jadi bisa diperhatikan lebih dalam lagi bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut prinsip bahwa calon suami harus benar-benar siap jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik dan bersifat kekal serta mendapatkan keturunan yang baik dan sehat untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur. Oleh sebab itu ada aturan tentang batasan bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki 

Kemudian menurut Menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum Islam, yaitu: “Pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun