Mohon tunggu...
Hilmi Lukman Baskoro
Hilmi Lukman Baskoro Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Jember

Menulis topik mengenai sastra dan kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bagaimana Dunia Pascaperang Menghapus Istilah Orientalisme?

25 September 2023   11:32 Diperbarui: 25 September 2023   11:34 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pixabay.com/id/photos/ghetto-warsawa-takut-anak-67736/

Seusai perang Dunia II yang disusul Perang Dingin, istilah orientalisme seperti hilang ditelan bumi. Jika sebelum Perang istilah ini sering disebut-sebut di teks-teks di kalangan akademisi Barat pengkaji wilayah-wilayah Timur, kini sudah tidak lagi. Mereka memang masih saja mengkaji wilayah Timur, baik dari segi kebudayaan, politik, ekonomi, dan bidang lainnya, namun mereka tidak lagi menamai diri sebagai orientalis. Yang sebenarnya terjadi adalah, bentuk orientalisme tentu saja masih ada, tetapi istilahnya telah ditinggalkan. 

Terdapat dua alasan, sebagaimana kata Edward W. Said di dalam Orientalisme-nya, mengapa orientalisme tidak lagi masyhur sebagai bidang akademik ataupun istilah khusus suatu kajian. 

Pertama, makna orientalisme cenderung samar dan terlalu luas. Memang, bahwa orientalisme dapat mencakup kajian Timur dalam bidang apapun. Proses kajian apapun, selama itu berhubungan dengan dunia Timur, maka dapat dikategorikan sebagai orientalisme. 

Misalnya, jika Anda mengkaji secara khusus femomena dan dinamika perkembangan manga di Jepang, Anda dapat disebut sebagai orientalisme. Alasannya adalah menurut Amerika Serikat, Jepang merupakan wilayah Timur Jauh yang menjadi objek kajian mereka. Tetapi, dengan status Anda sebagai pengkaji manga, apa Anda berkenan untuk disebut sebagai orientalis alih-alih mangais (saya tidak tahu apa istilah yang sebenarnya)? Saya rasa Anda akan lebih condong memilih mangais. 

Contoh yang lain, jika Anda adalah akademisi ataupun praktisi yang meneliti relasi gender di Timur Tengah, contohnya Iran, yang seringkali dianggap tidak mencerminkan kesetaraan gender oleh Barat, apa Anda akan mau disebut orientalis daripada disebut ahli gender Timur Tengah? Barangkali Anda akan lebih berkenan disebut ahli gender Timur Tengah. Istilah orientalis tidak akan membawa langsung seseorang ke pemahaman bahwa Anda seorang ahli gender Timur Tengah, tetapi mungkin pada kajian-kajian khusus yang lain. 

Alasan kedua adalah orientalisme telah mengarahkan kajian Timur kepada definisi dan konotasi yang berkorelasi dengan kolonialisme. Hal ini tidak lepas dari sifat bahasa yang selalu disusupi definisi-definisi arbitrer, yang sangat memungkinkan mengacaukan definisi awal pada suatu istilah, termasuk pada orientalisme. 

Kedekatan orientalisme dengan kolonialisme tentu tidak lepas dari ulah Barat. Berakhirnya Perang Dunia II telah memotivasi negara-negara bekas koloni untuk deklarasi kemerdekaan, atau dalam bentuk umumnya disebut dekolonisasi. Hal ini juga didukung para pelaku kolonialisme itu sendiri, seperti Inggris yang banyak melepaskan wilayah-wilayah koloninya (meski ini berbeda dengan Belanda yang tidak berniat melepas koloninya, Hindia Belanda). Sementara posisi orientalisme telah lama diasumsikan sebagai usaha, cara, metode Barat untuk memahami hingga kemudian menguasai Timur, baik berbentuk kolonialisme, misionaris, dan bentuk lainnya. Maka, dengan adanya semangat dekolonisasi, Dunia serius untuk meninggalkan istilah orientalisme. 

Fenomena ditinggalkannya istilah orientalisme ini sebenarnya benar-benar hanya banyak berpengaruh pada tataran ide dan asumsi. Dengan melemahnya istilah orientalisme, istilah kolonialisme dan penjajahan perlahan turut dihilangkan. Namun, dalam tataran praktis, tidak ada perubahan yang signifikan. 

Adanya berbagai perguruan tinggi dan lembaga khusus yang membuka kelas kajian terhadap wilayah-wilayah Timur, seperti kampus-kampus di Barat yang mengkaji wilayah Timur Tengah dan Timur lainnya, usaha Barat untuk memahami Timur tidak pernah pudar, bahkan mereka mengembangkannya dalam bentuk penguasaan atas Timur yang sudah berbeda pula. Maka dari itu, secara hakikat, walaupun ilmu-ilmu orientalisme tidak bisa bertahan seperti bentuknya dahulu, ia tetap hidup dalam teks-teks dan doktrin-doktrin akademik berkedok kajian wilayah tertentu dalam seluruh bidang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun