Di suatu hari, seorang ahli bedah senior sedang berdiskusi dengan beberapa temannya. Mereka sedang membahas mengenai hak-hak pasien dan ahli bedah senior tersebut membagikan keluh kesahnya atas dilema yang dihadapinya di rumah sakit tempat ia bekerja. Rumah sakitnya baru saja merenovasi ruang operasinya dan memasang sistem alat perekaman video canggih. Ahli bedah tersebut terjebak dalam dilema. Di satu sisi ia sangat menyukai alat perekam video barunya yang canggih, yang membantunya untuk melakukan tindakan medis dengan sangat akurat. Namun di sisi lain ia khawatir dengan konsekuensi hukum dan etika terkait privasi pasien yang ia tangani.
Paragraf di atas merupakan cuplikan yang melatarbelakangi penulisan dari sebuah artikel berjudul "Ethical and legal issues of privacy and patient rights in the application of information healthcare delivery systems "yang ditulis oleh Yair Babad dan Avishai Lubitch, yang membahas masalah etika dan hukum dalam aspek privasi hak pasien dalam pelayanan kesehatan.Â
Dengan dinamika pertumbuhan teknologi yang eksponensial, penyedia layanan kesehatan kini dapat mengumpulkan beragam data yang berkaitan dengan kondisi medis dan subjek pribadi pasien yang terkait dengan perawatan kesehatan. Hal inilah yang menjadi concern atas celah pelanggaran privasi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Lalu apa yang harus dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan untuk memaksimalkan kinerja mereka dan menghindari malpraktik dalam menangani pasien, serta memastikan bahwa mereka tidak terjerat dalam tuduhan pelanggaran privasi atas kepemilikan mereka atas data pribadi pasien.
Data Medis itu Milik Siapa?Â
Menentukan siapakah pemilik sejati dari data rekam medis pasien sangat penting baik dalam aspek hukum maupun dari segi bisnis. Dalam artikel tersebut dibahas bahwa pemilik sistem rekam medis bertanggungjawab dalam melakukan sejumlah proses pengumpulan, penyimpanan hingga pencadangan data. Namun, untuk menentukan siapakah yang benar-benar memiliki data medis merupakan permasalahan yang menjadi subjek perdebatan di kalangan akademisi. Hal ini terjadi karena banyaknya aktor yang terlibat dalam proses pengumpulan dan penyimpanan data medis ini. Apakah pasien yang berhak atas data diri mereka, ataukan milik pengelola sistem rekam medis yang bertanggungjawab atas manajemen data, ataukah bisa juga dokter yang berhak atas rekam medis pasien. Artikel tersebut mengutip pernyataan dari Australian Medical Association Queensland, yang membedakan hak kepemilikan atas data medis berdasarkan berbagai keadaan, misal dokter karyawan, doktor kontraktor independen, kemitraan, dll.Â
Pemilik sistem rekam medis dalam hal ini adalah jasa layanan kesehatan atau rumah sakit dapat dikatakan sebagai pemilik dari data medis pasien karena hanya merekalah yang melakukan proses pengumpulan data, mengatur bagaimana cara data tersebut disimpan, serta menangguh seluruh biaya dalam hal keamanan data medis.Â
Namun, perlu untuk digarisbawahi bahwa kepemilikan data rekam medis tidak selalu berarti kepemilikan atas informasi yang terkandung di dalamnya. Pasien juga mempunyai hak dan kendali atas informasi medisnya sendiri. Pengakuan dan penerapan atas hak-hak pasien, termasuk kepemilikan dan kendali atas data medis mereka, diatur oleh sistem hukum dan peraturan di berbagai negara.
Sebagai upaya untuk menjaga akurasi data medis dan memberdayakan pasien dalam pengambilan keputusan, konsep kepemilikan bersama (co-ownership) dan co-documentation telah diajukan sebagai solusi yang sangat relevan. Dalam konsep ini, kepemilikan data medis tidak lagi hanya menjadi hak eksklusif satu pihak, tetapi dibagikan antara berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perawatan dan dokumentasi medis.Â
Namun, perlu dipahami bahwa masalah kepemilikan data medis jauh lebih kompleks daripada sekadar aspek hukum semata. Selain mengenai hak hukum atas data tersebut, ada juga pertimbangan yang berkaitan dengan manfaat ekonomi dan kewajiban etika yang melekat dalam kepemilikan ini.Â
Dari segi manfaat ekonomi, kepemilikan data medis yang dibagi secara adil dapat membuka peluang baru dalam pengembangan layanan kesehatan yang lebih efisien dan terjangkau. Ini juga dapat mendorong inovasi dan penelitian di bidang medis, yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat secara keseluruhan.Â
Kewajiban etika juga menjadi faktor penting dalam konsep kepemilikan bersama ini. Para pemilik data medis harus mengutamakan privasi dan kepentingan pasien, serta memastikan bahwa penggunaan data ini dilakukan dengan integritas dan pertimbangan yang cermat terhadap dampaknya pada individu dan komunitas.Â