Damara tertunduk. Dadanya panas mendengar serbuan keluh mama. Tangannya mengepal, jika yang berbicara bukan mama sudah habis ia lawan dengan ratusan manfaat menulis dan bagaimana penulis jadi pekerjaan idaman seperti JK Rowling atau Andrea Hirata.
Namun apa daya, Damara masih penulis amatir. Tak ada bukti nyata yang bisa ia sodorkan.
Detik itu kala darahnya mendidih, seluruh jiwa  raganya bertekad bahwa ia pantas raih dua-duanya. Damara yakin ia bisa jadi pegawai di bank ternama sekaligus penulis papan atas.
***
Jam dinding menunjukkan pukul 17.28. Dengung laptop beranjak sunyi. Damara mengembus napas lega. Laporan harian telah selesai dikerjakannya.
"Pak Margono, saya pulang duluan ya!" Damara pamit pada satpam sambil mengenakan jaket untuk beranjak pulang.
Mata Damara gemintang. Pulang adalah pintu gerbang impiannya. Gegas ia menuju rumah. Masuk dalam kamar, menyambar komputer jinjing. Mengetik ide cerita yang terngiang kala membuat laporan tadi.
Seorang lelaki dan perempuan makan es krim strawberry berdua. Mereka duduk menatap jalanan yang sibuk. "Aku tak bisa begini, terus." ujar si lelaki, mengeluh.
Bandung, 31 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H