Mohon tunggu...
Asep Hilman Yahya
Asep Hilman Yahya Mohon Tunggu... profesional -

I'm just an ordinary teacher... write down my full name in search engine box, so you'll find a little bit about me...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kepala Sekolah Jangan Kalah Cerdik Sama Wartawan

12 Januari 2012   02:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:00 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kedatangan wartawan ke sekolah memang bisa dilatarbelakangi berbagai macam kondisi, baik yang berkaitan langsung dengan sekolah bersangkutan maupun yang tidak berkaitan secara langsung. Dari mulai prestasi yang diraih oleh para siswa atau gurunya sampai kasus-kasus tertentu yang sama sekali tidak berhubungan langsung dengan proses pendidikan di sana. Bahkan kedatangan wartawan ke sekolah pun ternyata bisa juga disebabkan karena secara khusus diajak seseorang untuk "mengintimidasi" pihak sekolah.

Ternyata masih ada satu fenomena ketika sekolah bermaksud menegakkan disiplin terhadap salah seorang siswanya berdasarkan peraturan dan tata tertib yang telah lama berlaku, sementara itu orang tua siswa yang terkena dampak penegakkan disiplin tadi menolaknya dengan sedikit argumen tentang pelanggaran HAM, maka penegakan disiplin itu menjadi urung dilaksanakan. Bukan karena sang kepala sekolah kalah berargumen, namun karena orang tua yang keberatan itu ketika mengemukakan keberatannya didampingi oleh seorang wartawan. Berbagai kekhawatiran ketika "berurusan" dengan wartawan ini memang masih banyak menghinggapi mereka yang kebetulan menjabat pimpinan di sebuah lembaga yang berinteraksi dengan masyarakat banyak seperti sekolah.

Berurusan dengan wartawan adalah berurusan dengan sesuatu yang dari satu bisa berkembang menjadi lebih dari satu bahkan sampai beribu-ribu. Karena diwartakan, karena diberitakan. Pemberitaannya bisa berkualitas obyektif bisa juga subyektif, sangat relatif mengingat setiap orang yang menerima berita dan kemudian memberitakannya memiliki tingkat interpretasi dan tingkat keterampilan berkomunikasi yang beraneka ragam. Belum lagi jika ada macam-macam kepentingan sudah ikut campur tangan. Oleh sebab itu, tidak jarang ketika sebuah pemberitaan telah beredar di masyarakat, pihak sumber berita yang diberitakan oleh sang wartawan tidak mau mengakui dan menolak pemberitaan tersebut. "Dulu ketika wawancara, saya tidak mengatakan seperti itu kok ". atau ," Lho, perkataan saya itu masih ada lanjutannya, kok yang dimuat hanya sebagian saja". Demikian ungkapan-ungkapan itu biasanya muncul sebagai bentuk penolakan.

Terlepas dari itu semua, untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan pemberitaan yang tidak sesuai dengan realitas obyektif  ketika data-data bahan berita itu dihimpun, ada baiknya jika pihak sekolah selalu menyiapkan media dokumentasi audio-visual seperti handycam, atau peralatan serupa untuk merekam peristiwa-peristiwa penting sekolah termasuk di antaranya saat kepala sekolah diwawancarai wartawan. Jadi jika ada ketidaksesuaian pemberitaan, maka keberatan bisa diajukan secara resmi dengan didukung rekaman itu sebagai bukti. Saat ini banyak sekali wartawan-wartawan yang jujur dan berusaha senantiasa obyektif dalam pemberitaan, citranya menjadi tercemar oleh para wartawan "aspal" yang tidak bertanggungjawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun