KEBERADAAN angkutan berbasis online tengah dikeluhkan sebagian sopir dan pengusaha angkutan umum. Tak adanya keadilan yang dilakukan pemerintah jadi pemicu persoalan tersebut. Akibat itu, gabungan pengusaha dan sopir angkutan umum se-Bogor Raya berencana melakukan mogok massal pada Senin (20/3).
SEKADAR diketahui, aksi mogok massal ini dilakukan para pengusaha dan sopir angkutan umum untuk menolak Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, khususnya yang mengatur operasional taksi berbasis online atau model bisnis e-hailing. Serta angkutan berbasis aplikasi.
Kadis Hub Kabupaten Bogor Eddy Wardani mengaku belum mengetahui informasi mengenai rencana aksi mogok massal tersebut. Namun, apabila aksi tersebut ada pemberitahuan kepada dishub, pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menyiapkan angkutan pengganti.
“Kalau ada pemberitahuan ke kami, kami akan siapkan angkutan penggantinya,” ujarnya.
Di sisi lain, Edward menjelaskan, untuk masalah angkutan online di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum ada satu pun kendaraan yang diberikan izin oleh Dishub Kabupaten Bogor. Dengan dasar itu, operasional angkutan online dinyatakan liar. “Iya liarlah,” kata dia.
Dilanjutkan dia, sebenarnya jika berbicara penindakan, pihaknya hanya menindak angkutan umum yang menggunakan pelat berwarna kuning. Sedangkan, angkutan online rata-rata kendaraannya menggunakan pelat berwarna hitam. Dengan dasar itu, tak dipungkiri jika pihaknya sedikit mengalami kendala dalam menentukan apakah dia angkutan online atau bukan, karena memang kalau yang liar tidak ada tandanya. “Dishub hanya bisa tindak angkutan umum yang berpelat kuning,” ujar dia.
Edwar juga meyakinkan, masih menunggu ketentuan pemerintah pusat terkait regulasi angkutan online tersebut. Karena persoalan ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Bogor, melainkan secara nasional.
“Terkait tuntutan mereka, kita juga masih menunggu ketentuan pusat,” kata dia.
Di tempat lain, penolakan terhadap angkutan online di Kabupaten Bogor kian gencar disuarakan, seperti yang terjadi di Jalan KSR Dadi Kusmayadi, Kecamatan Cibinong tepatnya di depan RSUD Cibinong. Spanduk berwarna putih dengan diameter kurang lebih lima meter bertuliskan ‘Pemberitahuan Kendaraan Online yang tidak Umum Dilarang Ambil Penumpang’ jadi saksi bisu penolakan tersebut.
“Kita juga nggak tahu, spanduk itu baru kelihatan beberapa hari,” kata pedagang makanan di sekitar RSUD Cibinong, Ratna (38).
Sebelumnya Organda Kabupaten Bogor mengancam akan melakukan mogok massal pada 20 Maret 2017. Ada pun tuntutan yang digaungkan para pengusaha dan sopir angkutan umum terhadap pemerintah melalui sebaran di media sosial (medsos). Yakni, mewujudkan keadilan seadil-adilnya. Karena, aturan mengikat selalu membayangi angkutan konvensional. Mulai dari kewajiban berbadan hukum, membayar pajak, bayar KIR, hingga iuran Organda.
Sedangkan, angkutan online sama sekali tidak melakukan itu.
Sekretaris DPC Organda Kabupaten Bogor Muhamad Yusup mengaku kecewa terhadap sikap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang dianggap telat merespons adanya keluhan banyak sopir angkot. Ini menyusul makin banyaknya angkutan online yang beroperasi tanpa adanya pengendalian khusus dari pemerintah daerah (pemda).
Akibatnya, muncul gejolak di tingkat bawah yang mendesak pihaknya melakukan aksi mogok massal pada 20 Maret. Keinginan itu sulit dibendung, apalagi dengan kondisi makin berkurangnya penghasilan.
“Kami sudah rapat dengan pengurus jalur. Dan, Februari lalu kami sudah membicarakan ini ke Polres Bogor dan DLLAJ. Harapannya ini bisa ditindaklanjuti dalam forum Bakorlantas. Tapi sampai sekarang tidak ada respons,” sesal Yusup.
(rez/c/feb/dit)
SUMBER :Harian Metropolitan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H