Mohon tunggu...
Sosbud

Angkutan Online Sulit Dilarang

15 Maret 2017   10:04 Diperbarui: 15 Maret 2017   10:25 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBERADAAN angkutan berbasis online tengah dikeluhkan sebagian sopir dan pengusaha angkutan umum. Tak adanya keadilan yang dilakukan pemerintah jadi pemicu persoalan tersebut. Akibat itu, gabungan pengusaha dan sopir angkutan umum se-Bogor Raya berencana melakukan mogok massal pada Senin (20/3).

SEKADAR diketahui, aksi mogok massal ini dilaku­kan para pengusaha dan sopir angkutan umum untuk menolak Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, khususnya yang mengatur operasional taksi berbasis online atau model bisnis e-hailing. Serta angkutan ber­basis aplikasi.­

Kadis Hub Kabupaten Bo­gor Eddy Wardani mengaku belum mengetahui informasi mengenai rencana aksi mogok massal tersebut. Namun, apa­bila aksi tersebut ada pem­beritahuan kepada dishub, pihaknya akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian un­tuk menyiapkan angkutan pengganti.

“Kalau ada pemberitahuan ke kami, kami akan siapkan angkutan penggantinya,” ujarnya.

Di sisi lain, Edward menjelas­kan, untuk masalah angkutan online di Kabupaten Bogor sampai saat ini belum ada satu pun kendaraan yang diberikan izin oleh Dishub Kabupaten Bogor. Dengan dasar itu, op­erasional angkutan online dinyatakan liar. “Iya liarlah,” kata dia.

Dilanjutkan dia, sebenarnya jika berbicara penindakan, pihaknya hanya menindak angkutan umum yang meng­gunakan pelat berwarna kun­ing. Sedangkan, angkutan online rata-rata kendaraannya menggunakan pelat berwar­na hitam. Dengan dasar itu, tak dipungkiri jika pihaknya sedikit mengalami kendala dalam menentukan apakah dia angkutan online atau bukan, karena memang kalau yang liar tidak ada tandanya. “Dishub hanya bisa tindak an­gkutan umum yang berpelat kuning,” ujar dia.

Edwar juga meyakinkan, masih menunggu ketentuan pemerintah pusat terkait regu­lasi angkutan online tersebut. Karena persoalan ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Bogor, melainkan secara na­sional.

“Terkait tuntutan mereka, kita juga masih menunggu ketentuan pusat,” kata dia.

Di tempat lain, penolakan terhadap angkutan online di Kabupaten Bogor kian gen­car disuarakan, seperti yang terjadi di Jalan KSR Dadi Kus­mayadi, Kecamatan Cibinong tepatnya di depan RSUD Cibi­nong. Spanduk berwarna pu­tih dengan diameter kurang lebih lima meter bertuliskan ‘Pemberitahuan Kendaraan Online yang tidak Umum Di­larang Ambil Penumpang’ jadi saksi bisu penolakan tersebut.

“Kita juga nggak tahu, span­duk itu baru kelihatan be­berapa hari,” kata pedagang makanan di sekitar RSUD Cibinong, Ratna (38).

Sebelumnya Organda Ka­bupaten Bogor mengancam akan melakukan mogok mas­sal pada 20 Maret 2017. Ada pun tuntutan yang digaung­kan para pengusaha dan sopir angkutan umum terhadap pemerintah melalui sebaran di media sosial (medsos). Yakni, mewujudkan keadilan seadil-adilnya. Karena, aturan mengikat selalu membayangi angkutan konvensional. Mulai dari kewajiban berbadan hu­kum, membayar pajak, bayar KIR, hingga iuran Organda.

Sedangkan, angkutan online sama sekali tidak melakukan itu.

Sekretaris DPC Organda Kabupaten Bogor Muhamad Yusup mengaku kecewa ter­hadap sikap Pemerintah Ka­bupaten (Pemkab) Bogor yang dianggap telat merespons adanya keluhan banyak sopir angkot. Ini menyusul makin banyaknya angkutan online yang beroperasi tanpa adanya pengendalian khusus dari pemerintah daerah (pemda).

Akibatnya, muncul gejo­lak di tingkat bawah yang mendesak pihaknya melaku­kan aksi mogok massal pada 20 Maret. Keinginan itu sulit dibendung, apalagi dengan kondisi makin berkurangnya penghasilan.

“Kami sudah rapat dengan pengurus jalur. Dan, Februari lalu kami sudah membicara­kan ini ke Polres Bogor dan DLLAJ. Harapannya ini bisa ditindaklanjuti dalam forum Bakorlantas. Tapi sampai seka­rang tidak ada respons,” sesal Yusup.

(rez/c/feb/dit)

SUMBER :Harian Metropolitan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun