Pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate tahun akademik 2024/2025, mendapat respon positif publik.
Respon itu terlihat jelas melalui unggahan momen PBAK yang menderas pada beragam platform media sosial resmi milik IAIN Ternate, banyak pihak memuji pelaksanaan PBAK pada tahun 2024 sebagai PBAK yang menghadirkan nuansa yang jauh lebih berbeda, lantaran panitia sangat kompak, serta mengedepankan pelayanan yang humanis dan harmonis kepada mahasiswa baru. Panitia PBAK 2024 memang terbaik!!!
Lantas, siapa sih sosok yang men-drive panitia untuk bekerja secara maksimal untuk kesuksesan PBAK IAIN Ternate 2024?"
Suasana di dalam auditorium IAIN Ternate pada Rabu (28/8) pagi mendadak riuh, setelah mahasiswa baru terlihat kompak meneriakan yel-yel dengan nada penuh semangat seusai prosesi pembukaan rangkaian kegiatan PBAK.
Yel-yel mahasiswa baru itu kemudian berganti menjadi gelak tawa, setelah sosok berkacamata dengan balutan jas almamater IAIN Ternate bergerak maju di depan ratusan mahasiswa baru.
Sosok tersebut adalah Dr Abd Rauf Wajo, S.Ag., M.Ag ketua panitia PBAK IAIN Ternate tahun 2024, ia diminta oleh sejumlah panitia PBAK ber-TikTok ria layaknya anak-anak gen-z di hadapan mahasiswa baru.
Suasana gelak tawa dan semringah makin membahana di dalam auditorium, saat ia dinilai "kaku" lantaran gerakan tangan dan kepalanya tidak seirama dengan gerkan sejumlah panitia PBAK. Momen ber-TikTok ria yang mengundang gelak tawa itu, akhirnya berubah menjadi tepukan tangan meriah dari mahasiswa baru setelah gerakan berikutnya kompak. Tuntas!!!
Abd Rauf Wajo atau akrab di sapa Abang Upi, merupakan alumni fakultas Syari'ah IAIN Ternate, ia adalah mantan presiden Mahasiswa STAIN Ternate periode 2001-2002.
Namanya begitu familiar bagi teman-teman sepantarannya kala itu, lantaran dikenal sangat vocal saat menjadi presiden mahasiswa, begitu pun sama halnya ketika pada tahun yang sama ia memimpin Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat STAIN Ternate.
Selain dikenal sebagai sosok aktivis kampus yang getol menyuarakan aspirasi mahasiswa, ia juga sangat akrab dan kerap berbaur dengan adik-adik mahasiswa. Soal pergaulan di kampus, ia tak pernah membatasi diri, sehingga sosok Abd Rauf Wajo dikenal oleh mahasiswa kala itu sebagai pribadi yang humble.
Abd Rauf Wajo lahir di desa Ona Kepulauan Sula, 2 Februari 1979, dari pasangan almarhum Baco Daeng Marolla dan almarhumah Hj. Zukiah Binti Dulhadji. Kedua orantuanya bekerja sebagai petani, sehingga dalam menempuh pendidikan dasar hingga perguruan tingi menghadirkan kisah yang penuh dengan kesulitan dan rintangan.
Jika teman-teman seusianya di sekolah dasar kala itu menempuh pendidikan dengan wajah dalam balutan senyum, lantaran memiliki orang tua yang dengan status ekonomi yang berkecukupan, berbeda dengan sosok Abd Rauf Wajo, ia mengenyam pendidikan dasar sambil berjualan roti dan pisang goreng.
Ia memilih menjalani proses belajar di sekolah sambil mengais rupiah, karena menaruh harap dan selalu melangitkan do'a agar Allah Swt selalu limpahkan rezeki yang berkah demi bisa melanjutkan studi ke jenjang SMP.
Lantaran kondisi kesehatan sang bapaknya kurang prima, karena telah berada di usia senja, sehingga biaya sekolah sepenuhnya ditanggung oleh sang ibu dari hasil jualan gorengan di rumah.
Sadar bahwa sebagai anak petani, sekolah sambil berjualan merupakan pilihan terbaiknya kala itu, sehingga walaupun sempat mendapat sindiran dari teman-teman sebaya di sekolah, namun tak sedikitpun menyurutkan semangatnya.
"Bapak saya waktu itu setelah operasi mata, sehingga tidak lagi bekerja di kebun, ia lebih konsentrasi sebagai imam di masjid, sehingga sekolah sambil jualan roti dan pisang goreng saya jalani sepanjang menempuh pendidikan dasar, dan tidak ada rasa malu sedikit pun yang terlintas di benak saya, walaupun kerap disindir oleh teman-teman saya kala itu," kenang Abd Rauf, Rabu (14/8/2024).
Kisah perjalanan menempuh pendidikan dasar pun berkelindan dengan menjalani masa studi di jenjang sekolah menengah pertama (SMP) Swasta di desa Kabau Sulabesi Barat, Kabupaten Kepulauan Sula. Jika sekolah dasar berdekatan dengan rumahnya, berbeda dengan SMP, ia harus menempuh perjalanan kurang lebih 7 KM pulang pergi dari rumah ke sekolah.
Ketika itu, pulang pergi ke sekolah dengan jarak yang lumayan jauh dan menguras energi, membuat ia tetap bersemangat menimbah ilmu. Kondisi sulit ini merupakan ujian kesekian kalinya dan menjadi tantangan bagi dirinya. Sebab, teman-temanya bepergian ke sekolah naik sepeda, sementara dirinya terpaksa harus mengatur langkah demi langkah hingga mencapai ke sekolah.
Kondisi ini, memang menempa dirinya untuk mengerti bahwa kesulitan dalam menempuh pendidikan, harus disikapi dengan kuat dan sabar, serta selalu menghidupkan ketabahan untuk tidak bermalasan menimbah ilmu. Terlebih, ia sejak kecil terdidik tabah dan tidak banyak protes, untuk itu walaupun tidak miliki sepeda seperti teman-temannya, namun ia bisa terus-menerus tersenyum optimis dengan situasi yang ia alami kala itu.
Walaupun begitu, pulang pergi ke sekolah dengan jarak yang lumayan jauh, membuat sang bapaknya merasa trenyuh dengan kondisi tersebut, sehingga memutuskan agar ia harus tinggal bersama salah seorang keluarga bernama Hi. Basyirun Apal di desa Kabau.
Keputusan yang diambil sang bapaknya agar ia merasa nyaman dan tidak terbebani dengan suasana yang ia hadapi setiap hari, yakni berjalan kaki sambil menyaksikan teman-temanya asyik mengayuh sepeda.
Selain rumah Hi Basyirun Apal berdekatan dengan SMP, keputusan bapaknya kala itu, agar supaya ia lebih konsentrasi belajar Makhorijul Huruf Hijaiyah secara baik dan benar. Selain belajar Makhorijul Huruf, Hi Basyirun juga mengajarkan ilmu Fiqh, kondisi inilah memantik ia mulai jatuh hati dan menaruh harap, agar kelak ia menjadi seorang guru agama.
"Dari belajar Makhorijul Huruf Hijaiyah dan Fiqh bersama Hi Basyirun lah membuat saya tertarik untuk menjadi guru agama seperti dirinya," akunya.
Bersama Hi Basyirun Apal sepanjang menempuh pendidikan SMP, ia terus menggeliat dengan semangatnya, dan jadikan Hi Basyirun sebagai penyerap teladan untuk meraih kesuksesan, karena berkali-kali ia mendapat getar penuh spirit dari sosok pengampu sekaligus guru fiqh tersebut.
Dan' bersama Hi Basyirun lah mental ia makin terasah dengan baik, tak kalah ia meraih juara 1 pada event lomba azan antarkecamatan Sulabesi Barat, serta mulai terlibat pada organisasi intra sekolah (Osis).
Perjuangan menempuh pendidikan SMP pun dilalui dengan hati yang gembira selama tinggal bersama dengan Hi Basyirun. Namun, menjelang ujian kelulusan rasa haru dan sedih kembali menyilimuti pikiran, tak kala terantuk dengan biaya ujian, kondisi inilah sempat membuat ia merasa down, lantaran ketiadaan uang ujian.
Namun, pada akhirnya situasi tersebut dapat dilalui, berkat bantuan oleh salah seorang kakaknya, sehingga ia dapat mengikuti ujian dan mengantongi ijazah SMP bersama sejumlah teman-teman dari kampung halamannya.
Setiap anak jika mengantongi ijazah SMP pasti merasa gembira, lantaran impian memakai seragam putih abu-abu bakal terwujud. Namun, perasaan senang dan gembira yang ia alami tidak berlangsung lama, ketika menghadapi dua pilihan: lanjut ke jenjang SMA dengan biaya terbatas, dan tidak lanjut.
"Bapak saya memang berkeinginan agar saya hanya cukup sampai di SMP, karena terkendala dengan biaya, jika saya lanjut ke jenjang SMA, sementara ibu saya terus men-support agar saya harus lanjut studi, dan saya juga sangat berkeinginan untuk tetap sekolah" katanya.
Selain mendapat support dari sang ibu, perhatian yang sama pun diberikan oleh kakanya. Hanya saja, pilihan mereka sangat kontras dengan keinginannya, lantaran sejak tinggal bersama Hi Basyirun Apal selama menempuh studi di SMP, dan berkeinginan menjadi seorang guru agama.
Tapi, berangkat dari sejumlah pertimbangan, niatnya untuk bersekolah di Madrasah Aliyah (MA), akhirnya di belokkan oleh sang ibu dan kakaknya. Menurut mereka, melanjutkan studi di SMK jauh lebih baik dan memiliki prospek kerja sangat terbuka, daripada harus ke MA.
Dorongan berskolah di MA pun mendapat respon positif dan sang bapaknya, yang awalnya meminta untuk berhenti dan bekerja untuk membantu orangtua di rumah. Rupanya, presentasi yang dilakukan sang kakak menghidupkan asa sang bapaknya, sehingga mereka memutuskan untuk Abd Rauf harus bersekolah di SMK YPS Sanana.
"Karena mendengar bahwa sekolah di SMK lebih cepat mendapat pekerjaan, agar dapat membantu orangtua, sehingga awalnya bapak bersikeras untuk berhenti, tetiba berubah pikiran dan men-support kepada saya untuk lanjut studi di SMK," ujarnya.
Syahdan, walaupun tidak sejalan dengan keinginannya, namun ia tetap menyanggupi ajakan orangtuanya untuk melanjutkan studi di SMK YPS Sanana pada tahun 1995. Dan' di SMK ia kemudian menjatuhkan pilihan pada jurusan Manajemen Koperasi.
"Saat itu, jika saya menolak, praktis tidak bisa lanjut, untuk itu saya memilih mengikuti kemauan mereka, dalam hati saya yang penting bisa lanjut," ucapnya.
Sama halanya dengan kisah di bangku SMP, sebagai anak petani dengan pendapatan orangtua tua yang tidak menentu, kerap menjadi tantangan sepanjang menempuh pendidikan.
Berbeda dengan anak-anak dengan kebutuhan berkecukupan, untuk itu kisah Abd Rauf di bangku SMK boleh disebut menguras air mata. Betapa tidak, dengan keterbatasan biaya, dan jarak sekolah yang berjauhan dari rumah keluarga, memaksa ia harus berpindah rumah sebanyak tiga kali hingga menamatkan pendidikan SMK.
Ia mengungkapkan pada titik ini, ia lebih mandiri dan memacu diri untuk menuntaskan pendidikan SMK agar dapat menuntaskan impian dan menjaga asa mendapat pekerjaan dengan modal ijazah SMK.
Untuk itu, dengan niat yang kuat, dan memiliki impian dan berharap setinggi mungkin untuk meraih sukses, ia selalu semangati diri dengan perasaan riang. Ia tetap bertekad maju menerjang kesulitan dan menemukan jalan terbaik demi menggapai masa depan yang cerah.
"Awalnya saya tinggal bersama keluarga bapak dari Bugis, namun karena rumah dengan sekolah agak jauh, akhirnya saya memutuskan untuk pindah dan tinggal bersama seorang teman di desa Fogi supaya dekat dengan sekolah, lalu pindah lagi ke rumah keluarga di desa Fatcei kecamatan Sanana," terangnya.
"Jadi, kelas I pindah rumah, kelas II juga pindah begitu juga saat kelas III," imbuhnya.
Walaupun sekolah dengan keterbasan biaya, namun selama berada di bangku SMK, Abd Rauf selalu mencatatkan prestasi akademik, serta gemar beroganisai, yang kala itu didapuk menjadi wakil ketua Osis SMK YPS Sanana.
Selain bergelut dengan organisasi sekolah, pada periode yang sama, ia pun terpilih memimpin organiasi di kampung halamannya, yakni menjadi Ketua Himpunan Pelajar Desa Ona (HPO) Kecamatan Sulabesi Barat, Kabupaten Kepulauan Sula.
Di titik inilah, jiwa kepemimpinan seorang Abd Rauf Wajo mulai terasa dengan baik, hingga mendorongnya menjadi aktivis kala itu resmi menimbah ilmu di sekolah tinggi agama Islam negeri (STAIN) Ternate.
Ia mengisahkan, kepedulian sang ibu terhadap dunia pendidikan juga sangat tinggi setelah melihat ia begitu bersemangat menimbah ilmu. Sehingga, sang ibunya terpaksa harus berusaha sekuat tenaga demi ia meraih impiannya. Menggondol ijazah SMK.
"Periode SMK, saya mulai mengerti bahwa hidup harus dipandang sebagai arena untuk berjuang, terlebih ibu saya memberi dukungan yang utuh demi saya meraih sukses di bangku SMK," kenangnya.
Jutru itu, walaupun dengan keterbatasan biaya, ia sadari bahwa do'a orangtua begitu kuat untuk mendobrak segala macam rintangan yang ia hadapi selama menempuh pendidikan di SMK YPS Sanana hingga dapat menuntaskan pendidikan dan menghadirkan senyum kebahagiaan di wajah kedua orantuanya serta kakak-kakakanya, yang setiap saat selalu melangitkan harap dan do'a untuknya.
Setelah menamatkan pendidikan di SMK YPS Sanana, tak sedikit pun terlintas dalam benaknya untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Lantaran, ingin mewujudkan impian orangtua, ia harus berlayar ke kota Ternate.
Di kota rempah inilah, ia terdorong untuk mengikuti seleksi menjadi anggota kepolisian, namun sayangnya, nasib baik belum memihak, gagal lolos. Gagal menjadi anggota kepolisian, dan di waktu yang sama, kala itu Indonesia mengalami transisi kepemimpinan pasca lengsernya presiden Soeharto memberi angin segar.
Tak kala presiden BJ Habibie menggulirkan kebijakan bagi anak muda untuk masuk ke dunia perguruan tinggi tanpa dipungut biaya pendaftaran. Untuk itu, salah salah kerabatnya dari Sanana yang terlebih dahulu menjadi mahasiswa di STAIN Ternate hadir sebagai "Malaikat" yang menolongnya.
Sang kerabat tersebut bernama Hamsia Umasugi, dial ah yang membantu mendaftarkan nama Abd Rauf Wajo di kampus STAIN Ternate. Karena masih belum paham perihal dunia perguruan tinggi, kala itu ia memilih pada program diploma 2 (D2).
Namun, oleh sang kawannya tersebut, ia disarankan untuk pindah ke jurusan Muamalah, dengan alasan, agar linier dengan jurusan Manajemen Pemasaran di SMK YPS Sanana.
"Jadi, masuk kuliah kala itu tanpa biaya sepersen pun, dan saya tinggal bersama salah seorang keluarga di dekat SMAN 5 Ternate di kelurahan dufa-dufa, komplex parang panjang," ujarnya.
Selain itu, suami dari Mariam Baranuddin ini, mengungkapkan bahwa sejak masuk kuliah hingga berada di semester V, pihak keluarnya di kepulauan Sula tidak tahu perihal ia telah resmi menjadi mahasiswa di STAIN Ternate.
Pasalnya, pihak keluarga memang menaruh harapan bahwa ia ke Ternate adalah mencari pekerjaaan, justru itu menurut dia pihak keluarga tersentak kaget, ketika ia meminta uang untuk keperluan kuliah.
"Sepanjang sementer I sampai V, tidak meminta uang SPP ke orangtua, lantaran berkuliah sambil bekerja di pengepul pasir dengan biaya Rp 25 ribu per hari, selain itu saya juga nyambi menjadi buruh angkut pasir," terang ayah 3 anak ini seraya menyungging senyum.
Menjalani proses perkuliahan sambil bekerja, tak lantas mengganggu waktunya untuk mengasah kemampuan kepemimpinan di organisasi intra dan ektra kampus. Ia pertama kali bergelut dengan organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan Syari'ah dan terplih sebagai ketua pada tahun 2000.
Setelah menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Syari'ah, ia lalu terpilih menjadi presiden Mahasiswa STAIN Ternate periode 2001-2002, kemudian terpilih menjadi ketua HMI Komisariat STAIN Ternate pada tahun 2001, dengan masa bakti 2001-2002.
Selain berkiprah di HMI komisariat STAIN Ternate, pada 2002 ia dipercayakan sebagai Wakil Bendahara Umum HMI Cabang Ternate pada periode 2002-2003.
Perjalanannya dari kepulauan Sula ke kota Ternate, menghadirkan kisah menarik yang mewarnai perjalanan hidupnya, lantaran ia merupakan sarjana pertama di kampung halamannya, begitupun sama halnya sebagai putra daerah pertama dari desa Ona kecamatan Sulabesi Barat yang meriah gelar Magister dan Doktor.
Ia mengatakan, banyak hal yang ia pelajari dan jadikan sebagai pengalaman untuk mengaruhi periodesasi sekolah hingga ke jenjang perguruan tinggi. Menurut dia, semua pengalaman itu, melahirkan nilai-nilai yang luar biasa, hingga ia mencoba membuat Kesimpulan untuk jadikan sebagai pedoman dalam meraih kesuksesan.
"Setelah Allah Swt, penolong terkuat dalam dalam setiap kesulitan adalah diri sendiri, saya sudah berkali-kali merasa down karena dihimpit ujian hidup berupa ekonomi yang sulit semasa menempuh pendidikan, tapi semua itu saya lewati dengan selalu mengusung optimism," katanya.
Abd Rauf Wajo merupakan bungsu dari lima bersaudara, hanya saja keempat kakaknya tidak bernasib seperti dirinya, walaupun mereka gagal dalam pendidikan, tapi di satu sisi mereka lah yang men-support sehingga ia meraih impian terbesarnya. Keempat kakaknya tersebut, yakni Hasinah Wajo, Radiah Wajo, Hadijah Wajo dan Hamim Wajo.
Abd Rauf Wajo menamatkan pendidikan strata satu (S-1) pada tahun 2002, kemudian ia melanjutkan studi pascasarjana (S-2) di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan lulus pada 2005, sementara gelar Doktor, ia kantongi pada tahun 2020 di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Saat ini, ia menjabat sebagai wakil dekan I bidang akademik, kemahasiswaan dan kerja sama. Sebelumnya, ia juga dipercayakan mengemban sejumlah jabatan; baik pada periode STAIN maupun di era IAIN saat ini, jabatan-jabatan tersebut, di antaranya: Kabag Administrasi STAI Babussalam Sula (2010-2021), Ketua Prodi D3 Perbankan Syari'ah (2012-2014), Sekretaris Jurusan Syariah IAIN Ternate (2014-2015), Ketua Jurusan Ekonomi Islam Jurusan Syariah IAIN Ternate (2015-2017).
Dan' pada 2020 lalu ia pernah dipercayakan menduduki jabatan sebagai Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat pada, ia juga didapuk menjadi ketua Ikatan Alumni Fakultas Syari'ah IAIN Ternate (IKA-FASYA) periode 2022-2027
Sementara dari sisi pengalaman organisasi, selain aktif di HMI semasa menjalani studi S-1, ia juga menduduki jabatan wakil ketua umum MASIKA ICMI/Pemuda ICMI Malut, dan juga tercatat sebagai presidium KAHMI Malut periode 2022-2027, serta menjadi wakil sekretaris umum ICMI Malut, dan ketua bidang Investasi dan Lembaga Keuangan Syari'ah pada KADEKS Provinsi Malut.
Dengan sebarek pengalaman saat berkiprah pada organisasi tersebut, membuat ia kerap berbagi pengalaman bersama mahasiswa di IAIN Ternate, terlebih di fakultas Syari'ah, seperti pada Mei lalu, ia men-drive mahasiswa fakultas Syari'ah untuk mensukseskan kegiatan event Futsal perdana di fakultas Syari'ah IAIN Ternate.
Dan, kini ia dipercayakan sebagai ketua panitia pelaksana kegiatan PBAK IAIN Ternate bagi mahasiswa baru tahun akademik 2024/2025.
"Periode sulit yang saya lewati semenjak berada di bangku SD, hingga meraih gelar Doktor tentu menjadi selimut sejarah bagi keluarga, terlepas dari itu satu hal yang selalu saya genggam sebagai prinsip hidup adalah saya tidak akan menyulitkan orang lain, terlebih mahasiswa saya " pungkasnya (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H