Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cerita Fotografi | Berawal dari Workshop, Timbul Keinginan Membukukan Hasil Karya

2 September 2022   18:36 Diperbarui: 2 September 2022   18:49 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose bersama seusai mengikuti Workshop Fotografi di kantor Bupati Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara (Dok pribadi)

Workshop Fotografi 2014 silam di Jailolo, Halmahera Barat, patut disebut momen paling istimewa bagi seluruh fotografer di Maluku Utara. 

Sebab, kegiatan yang digagas Kementerian Pariwisata bekerjasama dengan panitia Festival Teluk Jailolo (FTJ) yang berlangsung di Aula kantor Bupati Halbar itu, merupakan kegiatan fotografi pertama di Malut yang melibatkan sejumlah fotografer ternama. 

Seperti fotografer Jurnalistik dari Kompas, fotografer landskap, Human Interest dan juga fotografer alam liar (Wildlife photograper), mereka didatangkan panitia workshop dengan tujuan berbagi pengalaman dalam menekuni dunia melukis cahaya, sekaligus mensosialisasikan aturan lomba dan pameran foto Indonesia 2014.

Karena, berkali-kali dilaksanakan lomba fotografi tingkat nasional, anak-anak Maluku Utara jarang mengikuti. Sehingga, pada workshop tersebut sejumlah narasumber yang juga fotografer senior itu, memotivasi peserta workshop, yang tak lain merupakan fotografer dari Ternate dan Halmahera Barat untuk berpartisipasi pada lomba yang dilaksanakan Kementerian Pariwisata. 

Mereka mengatakan sejak digelar lomba fotografi secara nasional, belum pernah fotografer dari Timur Indonesia yang menjuarainya. Sehingga, pada lomba fotografi 2014 diharapkan ada keterwakilan fotografer dari wilayah timur yang menyabet juara I, atau setidaknya masuk dalam nominasi 10 besar. 

Sehingga, saat berlangsungnya kegiatan workshop, saya dan beberapa teman fotografer termotivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan lomba tersebut, walaupun hasil akhir berkata lain.gagal lolos. 

Saat itu, selain ingin mencari pengalaman, karena belum pernah terlibat dalam lomba foto secara nasional. Saya, memang sangat termotivasi, lantaran sebelumnya mendapat juara pada lomba foto yang digelar Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Utara. 

Namun, untuk lomba foto yang dilaksanakan Kementerian Pariwisata, tentu jauh berbeda dengan yang dilakukan Dinas Pariwisata Malut. Pasalnya, untuk memilih karya-karya terbaik dari ribuan foto yang kirim ke panitia, harus melewati tahapan yang sangat ketat. 

Jadi, bukan foto asal-asalan. Tapi, setidaknya, dari sisi dramatis foto (pencahayaan, framing dan momen) yang sangat istimewa dalam kacamata fotografi. 

Begitupun sisi lain yang dinilai adalah keunikan foto, dan tentunya, foto yang boleh dikatakan tidak mendapat make up berlebihan dari aplikasi photoshop. 

Walaupun, kala itu semua karya fotografer di Malut gagal. Tapi, kami menganggap bahwa lomba foto pada tahun 2014 merupakan pengalaman berharga bagi kami anak-anak fotografer. 

Namun, yang menurut kami, workshop fotografi di aula kantor Bupati Halmahera Barat, sangat spesial, karena begitu banyak pengalaman yang kami dapatkan dari sejumlah fotografer senior berbeda genre tersebut. 

Mulai dari cerita tentang pengalaman mereka memotret di sejumlah daerah dan menghasilkan karya foto yang baik, hingga teknik pengambilan gambar dengan timing yang tepat. 

Dan, salah satu pengalaman menarik yang diceritakan Ebbie Vebri Adrian, yang sudah puluhan tahun geluti genre, HI, Landskap maupun Wildlife photography. 

Dia menceritakan tentang sejumlah daerah di Indonesia yang sudah ia singgahi, dan mungkin ia merupakan satu-satunya fotografer di Indonesia yang sudah melalang buana dari Sabang sampai Merauke. 

Dari perjalanannya hingga melahirkan karya-karya foto yang dramatis, ia memutuskan untuk membukukan, dan buku fotografi yang berisi ribuan foto tersebut dijual dengan harga Rp 2.500.000 per eksemplar. 

Dan' termasuk satu-satunya buku fotografi terlengkap di Indonesia hingga saat ini. Karena setiap destinasi wisata, hewan, bahkan foto underwater pun sangat lengkap. 

Dan' penjelasannya tentang ribuan foto yang ada dalam bukunya, ia bilang di Ternate Danau Ngade dan sejumlah tempat wisata juga tak luput dari bidikan kameranya, bahkan bukan hanya di Ternate tapi beberapa kabupaten dan kota di Maluku Utara pun telah ia singgahi dan memotret. 

Di Morotai, ia menceritakan destinasi wisata sangat detail dengan nama kecamatan, desa bahkan RT dan RW. Namun, tiba-tiba, ceritanya beralih ke Kabupaten Halmahera Timur, membuat kami tersentak. 

Mengapa? Karena ia bilang, untuk dapatkan gambar suku Tobelo Dalam (Togutil), ia rela tidur dan makan bersama dengan mereka (suku Tobelo Dalam/Togutil), selama tiga hari. 

Dan, begitu gambar yang ia dapatkan, dirasa telah lengkap, ia bersama salah seorang pemandu wisata, kembali pulang ke kampung, dengan senyum penuh kemenangan. 

Dari karya foto suku Tobelo Dalam (Togutil), ia bilang ke kami kala itu, "kalian anak-anak Maluku Utara, boleh berbangga bahwa di hutan Halmahera Timur dihuni oleh suku terasing. 

Namun, kalian rugi, jika tidak memotret mereka. Sebab, suatu saat nanti, jika mereka "dipaksa" keluar dan hidup bersama masyarakat di perkampungan, maka kalian hanya mengenang cerita bahwa mereka pernah menetap di hutan. 

Tapi, kalian rugi karena tidak memiliki galeri yang menceritakan kehidupan mereka di hutan. Sementara saya (fotografer dari luar Malut) mengantongi galeri yang lengkap dan bisa bercerita tentang mereka."

Cerita Ebbie Vebri Adrian akhirnya, membuat saya jadi penasaran ingin memotret suku Tobelo Dalam (Togutil), namun, rasanya sangat sulit, walaupun pada 2016 silam, sempat ke Dodaga Halmahera Timur, bersama teman-teman dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk kegiatan bantuan sosial, namun hanya sebatas memotret mereka yang telah memutuskan hidup berbaur dengan masyarakat. 

Sementara, untuk memotret mereka di dalam hutan, hingga saat ini, belum pernah terwujud. Entah, mungkin suatu saat nanti ada kesempatan untuk memotret mereka di dalam hutan, ataukah selamanya tidak terwujud keinginan tersebut. 

Hingga yang dikatakan Ebbie Vebri Adrian tadi terbukti, anak-anak Malut hanya mengenang cerita Suku Tobelo Dalam (Togutil) dari mulut ke mulut, tanpa saksikan langsung aktivitas mereka di tengah-tengah hutan. 

Walaupun, belum sempat memotret Suku Tobelo Dalam (Togutil), namun ribuan galeri yang saya hasilkan selama sepuluh tahun geluti dunia fotografi, telah disortir, dan disimpan rapih pada komputer untuk dibuat buku fotografi yang menandai 10 tahun perjalanan saya di dunia fotografi. 

Sebenarnya, rencana buku fotografi yang saya susun diterbitkan pada 2020 lalu, namun terbentur dengan masalah financial, lantaran masih tetap fokus menyelesaikan studi S-2. Hingga, berkali-kali ditanyakan beberapa teman, perihal kapan diterbitkan. 

Dan, kebetulan, 30 Juni lalu, telah resmi menyelesaikan studi S-2. Sehingga, saya bertekad mencari recehan (Rp) untuk berupaya menerbitkan buku fotografi yang saya garap. Walaupun, tidak meng-cover galeri pada beberapa kabupaten/kota. Namun, total 560 foto yang dipilih, sebagai representasi karya terbaik saya selama 10 tahun berkarya di dunia fotografi. 

Jadi, walaupun belakang ini, mulai jatuh cinta dengan dunia literasi. Namun, kecintaan saya kepada dunia fotografi takan pernah pudar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun