Berawal dari suka membaca buku-buku cerita tentang kisah inspirasi islami sejak berada di bangku Sekolah Dasar (SD), membuatnya menjadi gemar membaca dan menulis.Â
Walaupun, sekadar menulis cerita terkait aktivitas selama menjalani belajar di rumah di masa pandemi covid-19, maupun cerita-cerita tentang berkunjung pada rumah kakek-neneknya, serta di tempat wisata. Namun, Â merupakan suatu kebanggaan bagi saya terlebih dia masih berada pada kelas VIII SMP dan sudah gemar membaca dan menulis.
Pekan lalu, mulai timbul keinginan membaca novel. Memang, di rumah  tersedia banyak novel dengan beragam cerita. Namun, dari puluhan novel yang ada lebih menjurus pada cerita percintaan, membuatnya tidak tertarik untuk membaca, dan bagi saya belum saatnya dia merapal cerita-cerita remaja, terlebih soal percintaan.
Walaupun beberapa kali disodor novel tentang petualangan, namun dia tetap menyukai novel yang mengangkat cerita anak islami. Baginya, cerita seperti itu menjadi inspirasi kelak beranjak dewasa, dan saya pun cukup memahami keinginannya, terlebih akhir-akhir ini anak-anak kecanduan dengan media sosial, dan sering terjebak dengan informasi  hoax dan ujaran kebencian.Â
Sehingga, keinginan anak-anak kita menyerap kisah-kisah inspiratif yang ditulis dalam novel patut didukung -- ini menjadi langkah awal mengkonstruksi pola pikir mereka, terkait hal-hal yang sifatnya positif dan berguna bagi mereka di masa mendatang.
Membuat anak gemar membaca dan menulis, memang perkara mudah bagi orangtua yang memahami konsep pendidikan anak, begitu pun sebaliknya. Sehingga, tak jarang para orangtua mengeluh ketika melihat anak-anak mereka malas belajar.Â
Dan, mereka kemudian membanding-bandingkan dengan anak tetangga, maupun anak dari sanak saudara mereka. Padahal sebetulnya, minat baca anak bukan dengan sendiri tumbuh tanpa keterlibatan orangtua. Justru itu, tidak perlu memunculkan kesan pesimis dan menyalahkan anak-anak kita, jika mereka malas belajar.
Akan tetapi, kembali berintropeksi dan mencari formula yang tepat, agar anak kita "bisa" seperti anak-anak para tetangga, maupun anak sanak saudara kita, dalam hal ini rajin belajar. Seperti sering terdengar kata-kata moviasi "semua orang memiliki waktu yang sama: 24 jam sehari; 168 jam seminggu, dan seterusnya. Mengapa prestasi berbeda?".
Namun, satu hal yang patut dihindari bagi orangtua yaitu jangan terkesan memaksa, agar mereka merasa tidak terbebani, cukup memberi motivasi. Sebab, nantinya semangat membaca akan tumbuh dengan sendirinya.Â
Seperti yang dialami putri saya, karena setiap saat terus menyemangatinya dan saya pun selalu memanfaatkan waktu untuk membaca dan menulis -- tulisan yang saya hasilkan kemudian berbagi kepadanya. Sehingga, pada akhirnya dia pun termotivasi bahwa dia ingin seperti saya, suka membaca dan menulis.