Di dalam rumah tangga, istri dan anak merupakan penyemangat bagi seorang suami ketika melakukan aktivitas. Sehingga, apapun pekerjaan yang dijalaninya dan seberapa berat beban pekerjaan tersebut, terasa ringan dikala kembali pulang ke rumah disambut oleh anak-anak, maupun istri tercinta.
Namun, terkadang pada saat-saat tertentu, kita merasakan sebaliknya yaitu ketika anak-anak atau seorang istri jatuh sakit. Hal ini seperti yang saya alami selama sebulan penuh -- bolak-balik rumah sakit membawa istri berobat, dan sibuk mencari obat untuk kesembuhan istri.
Karena, tiap hari menjalani rutinitas pada kantor dan sibuk mengurus istri, sehingga aktivitas di kantor pun sempat terganggu. Selain itu, waktu membaca buku dan menulis terkadang tidak seperti biasanya. Tidak ada selera. Terakhir, menulis di K pada Minggu (9/8/2020) lalu, dan tidak lagi memiliki waktu luang untuk menulis.
Semuanya berawal dari informasi yang disampaikan dokter kandungan seusai diagnosis penyakit istri saya, bahwa sakit yang diderita istri saya yaitu kista ovarium, Tidak sampai di situ, ada juga keluhan lainnya, yaitu merasa nyeri ketika buang air, sehingga dokter tersebut menganjurkan agar konsultasi pada dokter ahli penyakit dalam.
Namun, rencana untuk kembali konsultasi sesuai arahan dokter kandungan, tidak dapat dilakukan. Sebab, istri saya tiba-tiba terkulai lemas dan meminta untuk di bawa ke rumah sakit. Dan kami memilih RSU Dharma Ibu. Nah, karena tidak sempat ke dokter ahli penyakit dalam.
Sehingga, ketika berada pada ruang IGD RSU Dharma Ibu -- salah satu rumah sakit swasta di kota Ternate, ketika ditanyakan perihal keluhan istri saya selama di rumah, dan lalu didagnosis oleh dokter pada rumah sakit tersebut, dan rupanya kata dokter ialah sakit infeksi saluran kemih, yang sudah berlangsung lama, sehingga menyebabkan kondisi istri saya sering lemas dan kehilangan nafsu makan. Dan, menurut dokter sakit kista ovarium yang diderita istri saya belum dikategorikan "kritis", lantaran masih "mudah" dan dapat diobati.
Tidur di ruang IGD
Sejak tiba pada salah satu rumah sakit swasta di jalan Arnorld Mononutu, Kelurahan Tanah Raja, Ternate. Berada di ruang IGD dan dokter sudah memastikan penyakit pada istri saya, tetiba petugas medis mengonfirmasi bahwa ruang inap sementara penuh, sehingga kami diminta untuk tetap berada di ruang IGD, istirahat, sambil melengkapi data-data pribadi istri saya untuk kepentingan administasi pada rumah sakit.
Jarum jam menunjukan pukul 18.40 wit, saya diperhadapkan pada dua pilihan, tetap menemani istri di ruang IGD ataukah mengantarkan putri kami ke tempat les bahasa Inggris. Karena, seperti di rumah entah sesibuk apapun, saya tetap menyempatkan waktu mengantar putri kami untuk belajar bahasa Inggris.
Sehingga, menjadi dilematis. Namun, setelah berdiskusi dengan istri dan putri kami, lalu menemui kata sepakat bahwa kesehatan istri adalah nomor satu, sehingga malam itu, kami meminta izin pada tenaga pengajarnya di English Training Center (ETC) Ternate.
Tak lama kemudian, salah seorang petugas pada ruang IGD memanggil saya dan menanyakan ruang inap kelas berapa yang harus istri saya tempati, karena sebelumnya data awal yang terdaftar ialah sebagai pasien umum, lantaran kami tidak membawa kartu BPJS.