Setelah  polemik seputar pemindahan Ibu Kota Negara, disusul berita-berita  banjir Jakarta menderas di media sosial hingga memunculkan sentimen antar warga ibu kota, berujung pada class action yang dilancarkan oleh warga terdampak banjir kepada Gubernur Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu polemik tentang kapal Coast Guard China di laut Natuna dan terjadi pro kontra soal karantina Warga Negara Indonesia (WNI) dari Wuhan, China di Natuna, serta perdebatan revitalisasi Monas. Kini publik dihebohkan dengan wacana pemulangan WNI eks Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) di tanah air.
Dari sejumlah wacana di awal tahun 2020, informasi terkait kembalinya WNI yang terafiliasi dengan ISIS paling menyita perhatian publik. Â Pasalnya jika dibandingkan dengan Novel Coronavirus (nCoV), tentu masyarakat lebih waspada terhadap WNI eks ISIS, sebab virus Corona sangat mudah ditangkal, jika Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui tenaga medis menemukan obat penangkal virus tersebut. Sementara itu, WNI eks ISIS dianggap sebagai bom waktu, dan menjadi petaka bagi warga jika mereka kembali ke tanah air.
Kekhawatiran masyarakat bukan tanpa alasan. Sebab, merujuk pada sejumlah kejadian tindakan terorisme di dalam negeri, diduga kuat dilakukan oleh orang-orang yang terafiliasi dengan jaringan radikal di Timur Tengah termasuk ISIS. Tindakan radikal mengatasnamakan "jihad" yang merugikan banyak pihak, memang selalu ditentang publik, karena dinilai kontras dengan ajaran agama, terlebih tindakan terorisme merenggut nyawa orang-orang yang tak berdosa.
Tindakan terorisme yang dilakukan ISIS mengatasnamakan agama memang tidak dapat dibenarkan, sebab Islam hadir membawa misi dakwah menjunjung akhlak mulia dan berbasis akhlak yang luhur. Jadi, sisi moral benar-benar berada di barisan terdepan dalam agama. Selain itu Islam hadir membawa misi rahmatan lil alamin dan menghadirkan kedamaian di bumi. Lalu pertanyaannya adalah mengapa kelompok-kelompok tertentu melakukan tindakan terorisme mengatastamakan agama?
Sebelum lebih jauh membahas polemik terkait pemulangan WNI eks ISIS  ke tanah air, hal yang paling penting ialah kita harus  mengetahui tentang apa itu ISIS, dan tujuannya apa, serta apa motivasi orang bergabung dengan ISIS. Ini yang harus kita pahami agar tidak hanya terjebak pada wacana pemulangan mereka ke tanah air.
Sejarah terbentuknya ISIS
Menurut  Azyumardi Azra, ISIS lahir dari instabilitas politik, sosial dan agama di Irak. Puncak dari instabilitas saat invasi Amerika dan sekutu ke Irak, untuk menjatuhkan Presiden Saddam Husein pada maret 2003 silam. Pasca pelengseran Saddam dari kursi presiden, lalu Irak berubah drastis dari Negara terkuat di Timur Tengah, menjadi wilayah paling tidak stabil yang membara dengan konflik sektarianisme religio-politik (Azra  2016:249).
Mundurnya Amerika dan sekutu lalu terbentuknya pemerintahan Irak di bawah kendali Perdana Menteri Nouri al-Maliki mebuat kondisi Irak kian memburuk, dan memberi banyak ruang bagi kemunculan kekuatan aktor non-negara yang umumnya adalah kelompok-kelompok radikal paramiliter
Lahirnya kelompok para militer ini disinyalir bahwa masyarakat tidak respek terhadap Nouri al-Maliki yang diduga sebagai boneka Amerika untuk mengatur Irak. Terlebih masyarakat Irak protes keras terkait pembentukan pemerintahan sementara yang dianggap memicu konflik di tengah masyakarat.
Sebab, Nouri al-Maliki merupakan kelompok minoritas, sementara mayoritas penduduk Irak merupakan penganurt Islam Sunni. Selain itu, Â di bawah kendali Nouri dinilai sangat tidak adil dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Irak, masyarakat menganggap kepemimpinan Nouri sangat berpihak dan memberi ruang kepada Amerika untuk mengendalikan Irak diberbagai macam sektor, dan lebih menonjol ialah penguasaan Sumber Daya Alam (SDA).