Mohon tunggu...
Andrian Hilmaniak
Andrian Hilmaniak Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Keuntungan Regulasi Budget Cap Bagi Sepakbola Indonesia

29 Februari 2016   12:34 Diperbarui: 29 Februari 2016   17:22 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Evan Dimas | iberita.com

Tersiar kabar bahwa Kejuaraan Super Indonesia (ISC) akan menerapkan regulasi pembatasan biaya (budget cap) di mana biaya klub untuk anggara gaji pemain dibatasi antara Rp 5 miliar-Rp 10 miliar.  Saya pribadi sangat menantikan regulasi ini karena banyak sekali sisi positif dengan diterapkannya regulasi ini.

Pertama, klub tidak akan lagi boros dalam membelanjakan pemain. Klub akan berpikir 2 kali untuk mengeluarkan uang besar kepada pemain. Dampaknya, tidak ada pemain yang akan dibayar jauh di atas kemampuan sebenarnya (overpriced). Tidak akan ada kasus-kasus seperti Fernando Torres yang dibeli oleh Chelsea dari Liverpool dengan memecahkan rekor transfer Liga Inggris pada tahun 2011 silam, namun ternyata kontribusi Torres di Chelsea tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan Chelsea untuk melabuhkannya ke Stamford Bridge.

Kedua, tidak ada lagi kasus-kasus di mana klub sangat agresif dalam bursa transfer -membeli pemain dengan harga transfer yang gila dan mengiming-iminginya dengan gaji yang wah-, tapi di musim berikutnya klub tersebut mengalami kebangkrutan dan terpaksa menjual kembali pemain-pemainnya. Contoh paling nyata adalah AS Monaco yang pada tahun 2012 lalu dibeli oleh miliuner Rusia dan membeli pemain-pemain elite bergaji tinggi seperti Radamel Falcao, James Rodriguez, Joao Moutinho. Hasilnya? 2 tahun kemudian Monaco terpaksa harus cuci gudang karena pemasukan klub tidak mampu menutupi pengeluaran klub yang sebagian besarnya dialokasikan ke gaji pemain.

Ketiga, akan muncul keadilan di antara klub-klub karena setiap klub memiliki anggaran yang sama dalam hal pengeluaran gaji pemain.  Tidak ada kasus klub kaya makin kaya dan klub miskin makin miskin. Tidak akan ada kasus di mana satu klub diisi oleh 11 pemain bintang seperti halnya Barcelona, Madrid, Bayern Munchen atau PSG. Dengan demikian, strategi transfer akan sangat berpengaruh dalam menyusun tim yang kompetitif untuk merebut gelar juara.

Dengan menerapkan regulasi budget cap ini, maka ISC akan menduplikasi regulasi-regulasi yang biasanya diterapkan oleh liga-liga Amerika seperti NBA (basket), NFL (American Football), MLB (baseball) dan MLS (sepakbola) –yang di Amerika lebih dikenal dengan istilah salary cap-. Amerika memang sangat maju dalam hal kematangan membuat regulasi. Regulasi-regulasi tersebut sudah muncul sejak puluhan tahun silam. Artinya, liga-liga Amerika sudah sangat sadar dari jauh hari mengenai pentingnya keseimbangan dan kesinambungan dalam suatu liga. Mereka tidak ingin adanya dominasi dalam satu liga sebagaimana yang terjadi di liga-liga Eropa dan mereka juga tidak ingin melihat klub-klub bangkrut akibat pengeluaran yang tidak sebanding dengan pemasukan.

Satu hal lagi yang perlu ditiru oleh PT GTS (Gelora Trisula Semesta) selaku pengelola ISC adalah sistem di mana tidak ada uang yang dikeluarkan dalam transfer pemain antar klub, yang ada hanyalah sistem barter (trade) antara satu klub dengan klub yang lain. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak memberatkan klub dalam hal pengeluaran transfer pemain yang kerap membuat klub ringan tangan mengeluarkan uang dari kas klub. Sebagai contoh, apabila Persija ingin menggunakan jasa (bukan membeli) Christian Gonzales dari Arema, maka Persija tidak mengeluarkan uang untuk membeli Gonzales melainkan dengan memberikan Ramdani Lestaluhu kepada Arema sebagai alat barter.

Namun gaji Gonzales yang menjadi kewajiban Arema juga otomatis berpindah menjadi kewajiban  Persija tanpa harus menegosiasikan kontrak baru. Contoh, di awal musim Gonzales dikontrak Arema dengan gaji 1 Miliar per tahun sehingga budget cap Arema menjadi 10 miliar. Sedangkan Ramdani dikontrak Persija dengan gaji 500 juta per tahun sehingga budget cap Persija menjadi 9 miliar per tahun.

Jika transaksi Gonzales dan Ramdani berlangsung di tengah musim, maka Persija tetap membayar sisa dari 1 miliar kontrak Gonzales yang belum dibayar Arema (begitupun sebaliknya untuk Ramdani) dan budget cap Persija yang tadinya 9 miliar bertambah menjadi 9,5 miliar (Ramdani 500 juta – Gonzales 1 miliar­)  sedangkan budget cap Arema yang tadinya 10 miliar berkurang menjadi 9,5 miliar (Gonzales 1 miliar – Ramdani 500 juta).

Regulasi tersebut memang terkesan complicated (apalagi transaksi yang melibatkan 3-4 klub: Gonzales dari Arema ke Persija, Ramdani dari Persija ke Persib, Atep dari Persib ke Arema). Namun regulasi tersebut merupakan satu langkah yang kiranya cukup perlu dipertimbangkan demi keadilan dan kesinambungan klub-klub yang bermain di ISC.

Selain itu, penting kiranya untuk memberikan jaminan hak bagi pemain berupa kontrak jangka panjang. Hal ini yang saya rasa masih kurang dari sepakbola Indonesia sejak dulu. Lazimnya, klub-klub Indonesia hanya memberikan kontrak jangka pendek dalam waktu 1 tahun kepada pemain. Bandingkan dengan di liga-liga Eropa atau Amerika yang umumnya berjangka waktu 3-5 tahun. Memang kontrak jangka pendek bertujuan agar tidak memberatkan klub, namun pemain juga butuh kepastian di mana pemain tersebut akan bermain pada musim depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun