Mohon tunggu...
Hilman Firdaus
Hilman Firdaus Mohon Tunggu... -

aku tidak berhenti menciptakan diri [jean-paul sartre]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dari Tepi Pantai ke Tengah Belantara

16 Februari 2011   20:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:32 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Alam menari dengan gemulai:

Bola biru berputar

Ada gelap ada terang

Di antaranya ada buih berlarian menuju tepi

Berayun-ayun dilatari gemuruh air

Ditadahi gemerisik pasir

Air dari laut membasahi pasir

Angin di udara lawan sengatan mentari

Menunggu

Entah air laut memcahnya

Entah pasir menelannya

atau mungkin angin membuangnya

sementara mentari akan melelehkannya

Suara-suara itu mengajakku menari

Gemuruh itu, gemerisik itu, riang tawa itu

Kurentangkan kedua tangan

Terjangan air menghempas tubuhku

Melayang, tenggelam:

inilah tarian agung karya Tuhan

Air berkumpul merangkai kata

Pesan untuk Neptunus di dasar samudera

"Riana, aku masih mencintaimu"

Ikan-ikan jadi termangu:

Aku ini tinggal jasad saja

Mereka pun enggan tersenyum padaku

Biarlah air laut membawa namamu pergi ke dasar samudera,

kepada penguasa lautan

Namamu tak hilang meski sudah tenggelam

Serahkan saja pada Neptunus:

Dia akan mengirimkan gelombang cinta baru untuk kita.
[ ]
Seruling bambu mengalun

Gesekan daun membentuk ketukan

Udara kosong menggema

Disusupi nyanyian burung

Diwarnai sayap kupu-kupu

Batu-batu mengeras, kokoh dalam diam

Air mengalir menyelingi di sela-sela

Putih, jernih

Membeningkan jendela hati yang ternoda

Memecah kerasnya kepala

Mengalir seperti air atau diam sekokoh batu?

Bergerak selentur angin atau berdiri seajeg tanah?

Menarilah:

Tuhan yang menyukai keindahan itu mungkin pandai menari

atau bernyanyilah kalau suaramu merdu

Menyamakan harmoni dengan alam

Tapi aku lemah:

Kakiku tak kuat menari

Pita suaraku tak paham melodi

Aku hanya seonggok pohon pisang

Dicakari kera-kera kelaparan

Daun-daunku menggerakkan udara

Menyulam pola susunan kata:

"Aku sudah mati oleh cinta

jiwaku dibawa pergi Riana"

Mereka berlarian ke tengah hutan

Membawa pesanku kepada Agni si dewa api

Andai laut tak mampu menenggelamkannya

Biarlah kedalaman hutan menguburnya tanpa jejak

Agni akan membakar kami bersama tanah

Me-reka sebentuk monumen cinta baru bagi kami
[ ]
"Tuhan adalah ahli geometri," kata Plato

Mungkin dia melihat keindahan dalam bentuk

padahal cinta tak berbentuk dalam keindahannya yang paling nyata

Mungkin cinta bisa menari

Satu dua langkah seirama sepasang manusia

Di antaranya pasti ada kaki Tuhan

Nietzsche pun berkoar:

Aku hanya akan percaya pada Tuhan yang tahu bagaimana menari

Aku iri pada mereka berdua:

Aku akan mengajak Tuhan bernyanyi senandung ria cintaku kepada Riana

Dan Tuhan akan mengalunkan melodi baru dalam lagu cinta kami

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun