Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilpres dan Social Currency

3 Juli 2014   22:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:36 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jauh hari sebelum dua calon Capres diumumkan, news feed di Facebook saya sudah ramai dengan status teman-teman yang membicarakan tentang dua pasang Capres-Cawapres yang ada sekarang. Padahal saya tidak punya terlalu banyak teman di Facebook, hanya 310. Tapi sekarang rata-rata ada 30-50 status per hari dari teman-teman saya yang membahas tentang Capres atau Pilpres. Baik itu mendukung, menentang, membela, menjelek-jelekkan, dan memuji salah satu calon. Tidak sedikit juga yang mengungkapkan keprihatinannya atau kekesalannya terhadap perang status atau komentar masing-masing pendukung. Kelompok yang terakhir ini tidak jarang meminta agar orang berhenti bicara atau berdebat tentang Capres.

Sebagai konsultan dan pelaku bisnis Social Commerce, saya selalu menjelaskan kepada klien, audiens dan network di mana saya melakukan mentoring, bahwa social media adalah katarsis bagi individu untuk tampil. Cara paling sederhana adalah bicara. Sampai sekarang masih belum ada medium untuk bicara secara cepat, mudah, berdaya jangkau luas dan nyaris tanpa biaya seperti di social media. Orang-orang hanya ingin bicara, bicara dan bicara. Bahkan bicara agar orang lain tidak bicara.

Ketika semua orang bicara, lalu siapa yang mendengarkan?

Jujurlah pada diri kita sendiri, terutama yang telah memilih sikap mendukung salah satu Capres, atau bahkan telah memilih Golput. Apakah kita lebih banyak menggunakan social media untuk menyuarakan sikap dan pilihan kita, atau menggunakannya mencari referensi?

Kemungkinan besar yang pertama.

Tidak penting orang mau bicara apa, yang penting kita sudah punya sikap. Sikap itulah yang terus kita suarakan. Tak peduli orang lain mau mendengar atau tidak. Pokoknya bicara. Pokoknya eksis. Pokoknya tidak kudet (kurang update).


Isu Pilpres telah menjelma menjadi social currency: nilai kita di pergaulan social media.



Masih ingat ketika tahun 2012 di mana orang beramai-ramai memposting foto grumpy cat? Foto yoga di Instagram? Orang-orang menaruh foto makan siang mereka di path? Atau berfoto selfie?

Mau diakui atau tidak, empat tema di atas telah berhasil menjadi social currency. Kalau tidak melakukannya, berarti kudet, dan kudet tidak baik. Kalau sudah melakukannya, apalagi sering, berarti update. Dan update itu bagus dalam kehidupan pergaulan social media. Tidak penting kita menganggap itu konyol. Yang penting itu terjadi secara nyata dan masif.

Data statistik menunjukkan, orang di era ini lebih banyak menghabiskan waktu di social media dibandingkan menonton televisi. Jangan lupakan bahwa instant messanger (BBM, Line, Whatsapp, Kakao Talk dll) termasuk ke social media: medium di mana orang terhubung secara peer to peer atau network-nya.

Kehidupan sosial/pergaulan kita yang terdigitalisasi akhirnya membutuhkan nilai tersendiri, social currency. Kita mengganti foto profile dan status BBM bicara tentang Capres dan Pilpres, bukan hanya untuk menyuarakan sikap, tapi juga supaya orang tahu bahwa kita tidak kudet pada topik yang sedang panas di network kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun