Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kontes Bayi Facebook dan Tuduhan Penipuan Itu

16 Maret 2015   12:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35 4239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan Saudara Agung Soni berjudul Penipuan Kontes Foto Bayi dan Anak di Medsos Raup Milyaran Rupiah yang tayang 4 Maret 2015 di Kompasiana, sudah sejak awal saya lihat tampil di Headline Article (HA) dan saya baca. Bagi saya pribadi, isinya biasa saja dan sudah banyak tulisan seperti ini: tentang seseorang yang merasa tertipu atau curiga adanya penipuan yang dilakukan penyelenggara sebuah event di social media. Meski Agung memakai kalimat tuduhan yang keras dengan menyebut Management Artis Babykids (MAB) sebagai penipu, saya juga tak begitu tertarik menanggapi. Tapi makin hari makin banyak teman-teman saya di Facebook yang membagi artikel tersebut, hampir 10 kali saya lihat mampir di newsfeed saya. Salah satu dari share artikel itu sudah punya 20.000 lebih share, 40.000-an like dan ribuan comment. Viral sekali! Itu baru salah satu share dari satu orang, belum dari orang lain. Di laman Kompasiana sendiri tulisan Agung telah dibaca 2.354 kali dan di-like 2.200 kali. Wow! Sebagai seorang social commerce developer, apa pun yang viral pasti mengundang ketertarikan saya. Barang apa ini bisa sampai segitu viralnya? Maka saya perlahan-lahan membaca kembali tulisan Agung dan menemukan 15 kata 'penipuan', 3 kata 'tipu' dan 2 kata 'penculikan'. Agung juga menulis artikel 'sambungan' berjudul Salah Kaprah Bunda Beli "Piala Piagam" di Sosmed dan 3 Aspek Legalitas Meragukan Dari Kontes Foto Bayi Anak di Sosmed (updated: terima kasih bung Agung Wibowo atas koreksinya). Tulisan terakhir ini ketika saya cek lagi hari Senin (16/3/2015) sudah tidak ada lagi, entah siapa yang menghapusnya atau saya lalai menemukannya kembali. Saya juga membuka fanpage MAB dan menganalisa apa kah mereka memang layak mendapat tuduhan seperti yang dilontarkan Agung. Kesimpulan akhir saya: tidak. Maka saya memutuskan untuk melakukan pertukaran pendapat dengan Agung dan netizen lain lewat artikel ini dan mencoba menawarkan penilaian lewat perspektif lain. Saya tidak punya hubungan pribadi atau bisnis dengan MAB atau peserta kontens. Saya tidak pernah mengikutsertakan anak saya dalam kontes MAB atau kontes sejenis, dan tidak akan pernah. Tulisan saya ini murni adalah tanggapan, seperti ribuan tanggapan lain yang telah beredar. Bedanya saya menuliskannya dalam bentuk artikel di Kompasiana. Berikut adalah tanggapan saya:

Penyelenggaranya adalah MAB. Tidak ada satu aturan pun yang mengatur siapa yang berhak/boleh menyelenggarakan event di Facebook. MAB tidak harus menjadi yayasan, produk bayi atau televisi dulu baru boleh menyelenggarakan event di Facebook. Anda pun sebagai pribadi boleh menyelenggarakan event di Facebook dan itu tidak melanggar hukum. Anda bisa jadi tidak kenal dengan MAB atau orang-orang yang berada di baliknya. Bila itu mempengaruhi anda dalam melakukan penilaian atas kredibilitas MAB, itu hak anda. Namun bukan berarti ketika anda merasa 'tidak jelas', pihak yang anda tuding 'tidak jelas' ini otomatis adalah penipu. Namun saya sangat setuju MAB harus menyajikan identitas yang lebih lengkap agar audiens bisa lebih mudah menjangkau mereka. Identitas itu juga diperlukan bila terjadi sengketa antara masyarakat dan MAB. Saya juga mengimbau pengguna internet hanya melakukan transaksi dengan penyedia layanan/produk yang memberikan identitasnya secara lengkap untuk memudahkan penyelesaian bila terjadi sengketa. Secara pribadi, saya pun tidak akan melakukan transaksi dengan penyedia layanan/produk seperti MAB yang tidak membuka identitasnya secara patut. Tapi saya tidak akan menyebut bahwa penyedia layanan/produk yang tidak membuka identitasnya secara lengkap pasti penipu, dan yang membuka identitas lengkap pasti bukan penipu.
Ya, MAB tidak menulis alamat mereka secara lengkap. Tapi itu tidak otomatis membuat mereka jadi penipu. Banyak penipu yang tidak menulis alamat mereka secara lengkap atau palsu, tapi bukan berarti orang yang tidak menulis alamat mereka secara lengkap pasti penipu. Anda boleh curiga, itu hak anda. Tapi ketika anda menggunakan kecurigaan anda untuk mendiskreditkan orang lain dan menyebarluaskan prasangka anda kepada khalayak, anda bisa dianggap memfitnah.
Kenapa label management artis harus selalu diasosiasikan dengan mempopulerkan seseorang menjadi artis media mainstream secara nasional? Apakah seseorang dilarang menggunakan label management artis ketika ia mempopulerkan seseorang jadi artis tingkat kota, kelurahan, RT atau bahkan artis di halaman fanpage itu sendiri? Tidak ada satu peraturan pun yang mengatur bahwa label management artis hanya boleh dipakai ketika mereka telah berhasil mempopulerkan seseorang di kancah nasional. Saya juga tidak melihat ada janji yang dibuat oleh MAB bahwa mereka akan mengorbitkan peserta/pemenang menjadi artis nasional. Soal peserta punya harapan seperti itu tidak serta-merta membuat MAB jadi penjahat. Saya menilai label 'Management Artis' yang digunakan MAB adalah gimmick, seperti setiap hari kita melihat gimmick harga Rp9.900.
Tujuan kontes ini sebenarnya jelas: kontes fotografi anak di fanpage MAB. Tidak ada tujuan dan janji lain yang disampaikan MAB selain itu. Saya tak menemukan MAB berjanji akan menyalurkan peserta atau pemenang menjadi artis (di televisi misalnya). Anda juga melewati batas dengan menyebarluaskan prasangka bahwa kegiatan MAB berhubungan dengan penculikan anak. Saya setuju bahwa publikasi identitas dan foto anak di social media bisa dimanfaatkan oleh orang dengan niat jahat, menculik misalnya. Namun potensi yang sama juga dimiliki setiap orangtua yang menyebarluaskan identitas dan foto anak mereka di social media pribadi mereka tanpa harus ikut kontes dulu. Kalau saya penculik, maka yang saya tongkrongi dan pantau adalah sekolah dan rumah si anak, bukan Facebook orangtuanya. Dan memang ini lah modus penculikan umumnya. Anda semestinya khawatir dengan sikap anda ini karena sangat mungkin direspon dalam bentuk keberatan atau tuntutan hukum oleh MAB.
Saya sangat setuju bahwa harga hadiah yang dijanjikan itu (sangat) murah. Tapi memberikan hadiah yang murah tidak lantas membuat MAB jadi penipu. Lagipula MAB tidak pernah menjanjikan hadiah melebihi apa yang akan mereka berikan, misalnya piala senilai Rp 1 juta. Saya juga tidak setuju penggunaan kata 'murahan' yang cenderung dipakai untuk merendahkan dan melecehkan. Namun saya melihat ada hal celah yang bisa menyeret MAB ke delik penipuan karena MAB menuliskan 'Hadiah: Piala Emas Berfoto'. Kata 'Emas' di situ bisa ditafsirkan secara eksplisit sebagai emas sungguhan, padahal saya yakin tidak. Hanya piala berwarna emas. Namun ini istilah yang sangat awam dipergunakan oleh penyelenggara lomba. Putra saya juara 1 taekwondo dan mendapatkan medali emas. Kenyataannya bukan emas betulan, tapi medali berbahan fiber yang diwarnai cat semprot emas. Bila MAB tidak mau celah ini dimanfaatkan orang lain untuk menggugat, MAB harus memperbaiki kata 'Emas' ini meski sebenarnya pengistilahan itu digunakan secara umum dimana-mana.
Kata 'miliaran' yang anda gunakan dalam judul semata-mata dari asumsi anda pribadi bahwa peserta per penyelenggaraan adalah 20.000 orang. Atas dasar apa asumsi anda ini? Kenapa 25%, bukan 1% atau 75% jumlah liker? Anda menetapkan asumsi yang bias, tanpa melakukan verifikasi atau menjelaskan metode yang anda pakai dalam menetapkan asumsi. Padahal 25% itu lah yang membuat tulisan anda jadi terlihat bombastis karena ada kata 'miliaran' di situ. Sebagai social commerce developer di mana menyelenggarakan event di social media adalah bagian dari pekerjaan saya, saya sangat ragu MAB bisa dapat lebih dari 75 peserta per event -- sangat jauh dari asumsi anda 20.000 peserta per event. Event MAB berbiaya tinggi dan hidup dalam ekosistem social media yang gratis dengan user yang oportunis. Kontes ini bisa sampai ke wall anda karena ia dikonteskan secara viral. Anda tak perlu terpukau dengan angka 50.000 fans di fanpage MAB. Saya tahu kemana anda harus pergi untuk membeli 50.000 liker dengan biaya kurang dari Rp500.000. Sangat banyak juga aplikasi gratis yang bisa membuat anda dapat banyak liker dalam sekejap. Anda mengalami bias luar biasa ketika 'miliaran' yang anda sebut berdasarkan variabel 50.000 liker tanpa memulainya dari menganalisa berapa user organik, yang non-aktif dan yang non-organik. Saya tidak pernah mengikutsertakan anak saya dalam kontes foto anak di Facebook, dan tidak akan pernah, karena itu bukan cara yang saya pilih untuk mengekspresikan kebanggaan saya pada anak. Namun saya tidak berhak merendahkan orangtua lain yang memiliki pendapat berbeda dengan saya. Setiap orangtua punya cara mengekspresikan kasih sayang dan kebanggaan pada anaknya masing-masing, dalam hal ini di social media. Anda mungkin menaruh foto anak anda (bila sudah punya anak) Facebook pribadi atau online platform lain dengan maksud disaksikan orang lain. Dan tahu kah anda, tidak sedikit orang yang berpendapat bahwa menaruh foto diri sendiri atau anak di social media adalah hal bodoh dan konyol karena foto itu bisa di-abuse orang lain. Namun bukan berarti karena ada orang lain berpendapat anda bodoh dan konyol maka otomatis anda pasti bodoh dan konyol. Anda tetap berhak dihormati atas pilihan anda selama itu tidak merugikan orang lain. Bukan kah kita sebagai orangtua memiliki cara masing-masing mengekspresikan kebanggaan dan impian kita terhadap anak? Ada yang dengan cara mengikutsertakan anak ke lomba mengaji, lomba bela diri, lomba sains, lomba melukis, bahkan lomba foto di Facebook (yang mungkin untuk seru-seruan saja). Apa yang salah dari pilihan ini? Anda mungkin prihatin, tapi kerugian apa yang anda alami? Anda boleh berbeda pendapat, tapi itu tidak otomatis menjadikan pendapat anda mutlak benar dan orang lain salah, serta menjadikan anda orangtua terbaik di planet ini (bila anda sudah jadi orangtua). Berbeda pendapat tidak memberikan kita hak untuk merendahkan pilihan hidup orang lain. Orang lain berhak untuk tidak direndahkan, sama seperti anda tidak mau seseorang di jalan meneriaki anda 'tolol!' atau 'dungu!' hanya karena ia berbeda pendapat dengan anda. Saya setuju bahwa MAB menjalankan bisnis dengan memanfaatkan keinginan orangtua agar anaknya populer. MAB mampu membaca dan mengelola 'kebutuhan' tersebut dan menjadikannya bisnis, seperti yang kita lihat sehari-hari lewat berbagai kontes. Apakah anda masih ingat siapa nama pemenang Akademi Fantasi Indosiar 1, Indonesian Idol 3 atau KDI 2? Bila para pemenang event yang saya sebutkan di atas akhirnya saat ini tidak ngetop seperti Syahrini atau Ahmad Dhani, apakah telah terjadi penipuan? Memang banyak hal yang kita prihatinkan di masyarakat kita, dan kita bisa membantu mengubahnya salah satunya dengan tidak menebar prasangka dan merendahkan pilihan hidup orang lain. Saya paham anda curiga, tapi itu tak lantas memberi anda hak untuk menuduh orang lain di hadapan khalayak dan menyebutnya sebagai penipu. Saya paham anda menyimpan prasangka, namun anda harus menantang diri anda sendiri untuk melengkapi prasangka itu dengan cara yang patut. Misal bertanya langsung kepada MAB atau membuat surat terbuka berisi pertanyaan. Menyebut MAB berkali-kali sebagai penipu di depan umum seperti ini tak hanya merisikokan diri anda atas konsekuensi hukum, tapi juga menularkan prasangka buruk yang sangat mungkin salah. Saya paham anda tidak suka dengan pilihan dan cara bisnis MAB. Tapi ketidaksukaan anda tidak otomatis berarti ada pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum. Namun sudah jelas penipuan, penculikan, pemfitnahan, penghinaan dan pencemaran nama baik adalah perbuatan melawan hukum. Sebagai orang yang ikut menjalankan bisnis industri kreatif dan internet-related, saya berpendapat apa yang dilakukan MAB sungguh kreatif, berbiaya rendah dan berpotensi profit yang lumayan. MAB memang perlu melakukan pembenahan sana-sini terutama penyediaan identitas. Di luar kekurangannya itu, Indonesia perlu lebih banyak orang seperti MAB yang menjalankan usaha kreatif, mandiri, peka terhadap tren, minim modal finansial namun bisa memberikan return yang baik. Dalam tulisan anda berjudul '3 Aspek Legalitas Meragukan Dari Kontes Foto Bayi Anak di Sosmed' yang kini tidak saya temukan, anda bertanya tentang beberapa hal. Tolong koreksi saya bila penulisan ulang pertanyaan ini keliru.
1. Pertanyaan atau permintaan anda: apa badan hukum MAB dan tolong tunjukkan buktinya:

Ekosistem online diatur secara lex specialis oleh UU ITE, dan sampai sekarang saya belum menemukan pasal yang mewajibkan penyelenggara event online harus berbadan hukum. Maka kesimpulan saya: tidak perlu menjadi badan hukum dulu untuk menyelenggarakan event online, dan tidak ada hukum yang dilanggar ketika event online dilakukan oleh pihak yang tidak berbadan hukum. Tentu saja berbadan hukum atau tidaknya penyelenggara menjadi salah satu unsur pembentuk kredibilitas. Namun kredibilitas ini bersifat subjektif dan pilihannya ada pada audien/peserta. Tidak berbadan hukum tidak otomatis sebuah pihak jadi tidak kredibel. Saya memiliki banyak kawan pelaku usaha toko online yang tidak berbadan hukum tapi memiliki kredibilitas tinggi di mata konsumennya.

2. Pertanyaan atau permintaan anda: izin penyelenggaraan event MAB dari Kementerian Sosial

UU ITE juga tidak mengatur tentang perizinan event online. Sementara perizinan dari Kementerian Sosial mengatur soal undian, bukan kontes online. Yang dilakukan oleh MAB adalah kontes online (bukan undian) yang tidak diatur secara spesifik. Perizinan dari Pemerintah juga diperlukan bila pengumpulan dana masyarakat ditujukan untuk investasi, donasi dan funding, bukan pendaftaran lomba.

3. Pertanyaan atau permintaan anda: tolong tunjukkan bukti pembayaran pajak MAB

Sampai sekarang belum ada pajak yang dikenakan untuk transaksi online, termasuk transaksi pengumpulan dana dari event online. Jadi pajak yang berkenaan dengan event MAB bukan pajak event itu sendiri, melainkan pajak yang harus mereka bayarkan sebagai badan hukum atau perorangan atas revenue yang mereka terima dari berbagai sumber penerimaan. Anda hendak melaporkan MAB ke Dirjen Pajak atas dugaan tidak membayar pajak, itu hak anda. Tapi ini akan sama tidak mengenakannya bila seseorang melaporkan anda ke Dirjen Pajak karena menuduh anda mengemplang pajak. Yang jadi masalah apabila ternyata pajak MAB tidak bermasalah dan mereka mengajukan keberatan atas tuduhan anda. Saya menilai anda melakukan blunder besar dalam topik ini. Di tulisan awal anda melancarkan tuduhan sangat serius: penipuan dan penculikan. Tapi di tulisan berikutnya anda menanyakan soal bukti yang anda pikir perlu MAB perlihatkan semata-mata untuk membuktikan kepada anda bahwa mereka tidak melakukan penipuan seperti yang anda tuduhkan. Anda menuduh dulu, lalu bertanya. Ini sama seperti seseorang di tengah jalan datang kepada anda dan menuduh bahwa mobil anda curian, dan minta anda membuktikannya dengan cara menunjukkan bukti pembayaran pajak ke depan mukanya. Karena saya bukan orang yang terlalu sabar, orang seperti di atas minimal saya ajak duel. Beban pembuktian (burden of proof) berada di pihak penuduh, itu sebabnya jaksa di pengadilan bertugas membuktikan perbuatan terdakwa sesuai dengan yang mereka tuduhkan. Dalam kasus anda, ketika anda melancarkan tuduhan maka anda dibebani kewajiban pembuktian. Ketika anda menuduh MAB melakukan penipuan, maka anda harus bisa menghadirkan bukti bahwa MAB tidak memberikan/melakukan sesuai dengan yang mereka janjikan dan harus ada pihak yang merasa dirugikan atas ketidaksesuaian antara janji dan pemberian itu. Ketika anda menuduh MAB melakukan upaya penculikan atau terhubung dengan kelompok penculik, maka anda wajib menghadirkan bukti siapa yang diculik, atau siapa yang akan diculik atau perencanaan yang telah dibuat untuk melakukan penculikan. Anda mungkin tidak bisa menghadirkan bukti itu, maka saran saya adalah: pertama, cari bukti tersebut. Kedua, berhenti lah menuduh. Ketiga, laporkan kepada polisi. Untuk langkah ketiga ini anda pasti akan dihadirkan sebagai saksi pada pemeriksaan dan pengadilan. Bila akhirnya tidak terbukti, MAB bisa melakukan perlawanan terhadap anda dengan melaporkan tindak pidana pemfitnahan untuk membuat anda dipenjara, dan tuntutan perdata untuk membuat anda bangkrut. Bila masalah ini sampai ke jalur hukum, apa pun ending-nya pasti akan bermanfaat bagi banyak orang. Bila MAB terbukti melakukan penipuan dan upaya penculikan, maka kita semua harus berterimakasih pada anda karena satu lagi orang jahat tertangkap. Bila sebaliknya anda yang dipenjara karena terbukti menfitnah, netizen Indonesia bisa belajar tentang betapa bahaya dan merugikannya menebar tuduhan di dunia maya. Tapi, saya berdoa untuk kebaikan anda agar tidak ada pengacara yang mengikuti topik ini dan memanas-manasi MAB melakukan legal act terhadap anda. Bila itu terjadi, semoga Tuhan bersama anda. [*] Tulisan ini adalah versi Kompasiana dari versi aslinya di Blog Social Lab dengan penulis yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun