[caption caption="Para pengojek Gojek (sidomi.com)"][/caption]
Belum ada Gojek di Balikpapan, tempat saya tinggal. Tapi sudah sejak lama banyak akun Twitter yang menyediakan jasa ojek di Balikpapan. Tinggal mention atau telepon, si 'ojek Twitter' datang. Sebelum ada Gojek di Jakarta, Balikpapan sudah punya Ojek Taxi sejak 2013, ojek dengan argometer. Milik pengusaha muda lokal. Tarifnya berdasarkan kilometer yang ditunjukkan oleh GPS yang dipasang di setiap motor ojek. Pengojeknya berseragam rapi: jaket putih dan celana panjang. Meski belum canggih seperti Gojek yang punya mobile application dan bonus yang menggiurkan, tapi tetap saja Ojek Taxi menawarkan model bisnis baru di 'industri ojek' Balikpapan.
[caption caption="Ojek Taxi, ojek berargometer di Balikpapan (Instagram Hengkylintang)"]
Sejauh ini saya belum pernah dengar ada pengojek pangkalan protes ke Ojek Taxi atau 'ojek Twitter'. Mereka adem-ayem saja, tuh. Apalagi pengojek pangkalan di Balikpapan juga 'mengekspansi bisnisnya' jadi kurir toko sembako atau warung di daerah sekitarnya sebagai pengantar barang. Hampir setiap pangkalan ojek di sini juga punya 'hotline number' masing-masing. Penumpang tinggal telepon, langsung dijemput.
Sepengamatan saya di sini, yang paling diresahkan oleh pengojek di Balikpapan bukan lahirnya pesaing atau model bisnis baru. Mereka 'mengeluh' dengan kemampuan ekonomi masyarakat yang makin mampu membeli sepeda motor dan diler menawarkan uang muka pembelian sepeda motor sangat rendah. Tapi siapa yang mau disalahkan? Masak orang makin makmur disalahkan? Masak harus maki-maki diler motor?
PERTARUNGAN TAK SEIMBANG
Konflik ojek pangkalan versus Gojek di Jakarta sungguh tak seimbang. Karena yang sebenarnya berkompetisi bukan ojek dengan Gojek, atau ojek dengan Nadiem Makarim. Tapi ojek tengah berkompetisi dengan teknologi. Ini jauh dari seimbang. Teknologi bersifat disruptif: membunuh. Teknologi yang merupakan output dari kreativitas dan ilmu pengetahuan selalu muncul dengan model bisnis baru. Sialnya lagi, tidak ada lagi kesopanan dan ewuh-pekewuh dalam realita ekonomi saat ini.
Nadiem dengan Gojek-nya hanya perpanjangantangan dan realita suburnya kreativitas dan ilmu pengetahuan di era ini. Nadiem mungkin bisa diadang lewat 1-2 peraturan atau gebukan. Tapi Nadiem akan selalu mencari cara lain sesuai nature-nya sebagai manusia. Akan muncul 'Nadiem' lain dengan teknologi dan model bisnis baru di tempat dan waktu yang lain. Orang-orang seperti Nadiem ini mengguncang stabilitas dan disruptif, sejalan dengan sifat teknologi. Faktanya, di era ini stabilitas memang sudah mati. Bisnis tak lagi berjalan secara plan and push, tapi competitive dynamic. Tak ada lagi bisnis yang tak akan dirusak stabilitasnya oleh teknologi. Menolak beradaptasi adalah jalan bagi kegagalan total. Sekarang manusia tak boleh lama-lama puas. .
"Stability is dead. The idea that you can invent a business that will never be disrupted by technology is over," tulis Dan Tapscott dalam buku international best seller Wikinomics: How Mass Collaboration Changes Everything.
TEKNOLOGI YANG MEMBUNUH
Teknologi itu jahat banget! Semua ia sikat: kaya-miskin, pintar-bodoh, alim-durjana. Betapa hebatnya dulu Nokia di dunia ponsel, akhirnya bangkrut juga karena Android dan iOS. Dulu Kodak adalah nama terbesar di dunia fotografi, akhirnya kolaps karena kamera digital. Mata kita bisa menangis memikirkan nasib ribuan karyawan BASF yang di-PHK karena tak ada lagi industri yang membutuhkan pita kaset, tapi tangan kita asyik mengunduh MP3 (yang bajakan pula). Saat anda membaca konten digital ini, ribuan karyawan penerbitan dan produsen kertas sedang harap-harap cemas menunggu kapan mereka kehilangan pekerjaan. Saya mengurut dada ketika perusahaan Encylopedia Britannica sudah 246 tahun itu mengumumkan tutup karena tak ada lagi pembeli ensiklopedia cetak -- pembaca sudah pindah ke Wikipedia yang gratis. Tapi kalau disuruh beli satu set Encylopedia Britannica yang harganya Rp5-10 juta itu saya juga ogah!
Secara alamiah pemerintah dan pemegang otoritas akan membuat peraturan untuk mengatur masyarakat atau komunitasnya. Tapi secara alamiah pula individu atau masyarakat akan menguji peraturan itu sampai batas maksimal (atau melampauinya) agar mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Tak peduli iPhone rilis sampai berapa seri, tetap saja di-jailbreak. Tak peduli Android versi berapa, tetap saja di-rooted. Serial terbaru Game of Thrones belum tayang pun sudah muncul versi leaked-nya di torrent.