Memang tidak mudah mengidentifikasi antara What, How dan Why di mana ketiganya mungkin tercampur dalam benak kita. Misal produk kita adalah kue cokelat. Kita sampaikan bahwa kue kita enak dan murah -- ini WHAT. Kue kita terbuat dari cokelat pilihan dari Swiss yang diolah higienis -- ini HOW. Tapi mengapa (WHY) kue kita harus ada? Mengapa kita membuat kue ini? Mengapa orang harus peduli dan membeli?
Setiap usaha yang sukses yang kita kenal memiliki satu kesamaan: WHY yang kuat dan menjadi jiwa yang kokoh bagi mereka. Golden circle menunjukkan bahwa setiap tindakan harus dimulai dari intinya: WHY-HOW-WHAT. Bukan sebaliknya.
Inilah WHY milik Facebook: "To bring the world closer together".
WHY pada Apple:Â "Everything we do we believe in challenging status quo. We believe in thinking differently."
'Why' tersebut adalah niat dan purpose mengapa usaha mereka didirikan dan harus ada. 'Why' yang menjadi jiwa yang menggerakkan usaha dan acuan tiap keputusan yang diambil. 'Why' yang terus mereka komunikasikan dan orientasikan kepada pihak internal dan eksternal.
RUGI BESAR DEMI WHY
Kemarin, 13 Januari 2018, Mark Zuckerberg mengumumkan bahwa Facebook telah memperbaharui algoritma mereka pada news feed. Kali ini news feed akan membatasi tampilnya konten non-personal seperti berita, iklan, maupun informasi dari akun-akun non-personal (publisher). Konten personal yang membagikan tautan berita tampaknya juga akan dibatasi. Singkatnya, konten media dan iklan akan dibatasi kemunculannya. Yang diprioritaskan adalah konten-konten personal agar pengguna individu makin terhubung secara lebih intim dan otentik. Pengguna individu menang, pengguna bisnis dan media kalah.
Pembatasan ruang bagi publisher ini akan mengakibatkan makin mahalnya tarif iklan di FB. Banyak yang berteori ini adalah strategi FB menaikkan pendapatan lewat peningkatan harga iklan. Tapi menurut saya tidak, karena dengan algoritma baru FB akan kehilangan banyak pengiklan berbujet kecil dan menurunnya popularitas FB di kalangan publisher sebagai media pemasaran. Ini keputusan yang akan membuat FB kehilangan banyak uang. Keyakinan yang sama juga ada di pasar yang ditunjukkan dengan jatuhnya harga saham FB 4,4%.Â
Saya lebih percaya yang kedua karena memandang FB sebagai perusahaan dengan WHY yang sangat kuat. Melihat bagaimana perusahaan ini dijalankan, serta cara hidup dan falsafah founder/CEO-nya, saya yakin "To bring the world closer together" dijadikan acuan dalam mengambil keputusan algoritma baru ini. Bukannya 'To bring the money closer to FB'.
"Kami tidak membangun layanan (Facebook) untuk menghasilkan uang. Kami menghasilkan uang untuk membangun layanan yang lebih baik lagi." (Mark Zuckerberg)
Sebenarnya FB juga menghadapi krisis yang mirip dengan J&J pada level yang berbeda. FB dituduh menjadi alat propaganda, wadah perekrutan dan orientasi para ekstremis, tempat disebarkannya ideologi jahat, serta media dimana permusuhan disebarluaskan. FB dituntut untuk bertanggungjawab mengatasi perilaku merusak yang terjadi 'di dalam rumahnya' yang memberikan dampak serius secara global. Seperti yang dilakukan J&J, FB mengambil tanggungjawab itu meski harus menderita kehilangan uang sangat banyak.
UANG BUKAN TUJUAN
Kita mungkin asing dengan konsep seperti ini: rela rugi banyak demi tanggung jawab kepada konsumen atau masyarakat. Kita merasa janggal dengan gagasan mengorbankan harta atau kekayaan demi untuk kebaikan orang lain yang sebenarnya tanggungjawab itu bisa saja kita kesampingkan. Kita merasa asing dan janggal karena berangkat dari niat dan Why yang berbeda. Atau karena kita menganggap bahwa uang adalah satu-satunya Why yang masuk akal.