"Dengan demikian industri hulu migas membangkitkan industri dalam negeri," tukas Satya dalam acara yang dihadiri oleh 600 peserta kalangan industri migas, akademisi dan pengamat tersebut.
Bahkan, kini DPR RI meminta kepada pemerintah untuk tidak melakukan ekspor migas bila produksi domestik belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Memang, kata Satya, pemerintah berdalih bahwa kapasitas dan teknologi kilang belum memadai untuk permintaan itu. DPR RI maklum, namun meminta pemerintah menyerahkan road map yang jelas untuk mewujudkannya.
Saat ini DPR RI bersama pemerintah juga sedang merevisi UU Migas menjadi lebih detil. Satya menjanjikan UU Migas yang baru kelak lebih bertenaga dan bernafaskan paradigma baru Indonesia dalam memperlakukan migas nasional.
Soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hulu migas nasional, Satya baru memuji soal keterlibatan sektor perbankan. Sementara untuk sektor lain ia belum melihat impelementasi yang baik. Salah satu alasannya karena produk lokal juga memakai kandungan luar negeri.
Ia mengaku DPR RI sering kedatangan pelaku industri SCM hulu migas yang mengadu atau minta proteksi usaha. "Mereka datang ke kita (DPR RI), minta privilage, minta perlindungan usaha, minta insentif, tax holiday atau semacamnya. Tidak masalah. Namun sebelum itu kami ingin pemerintah punya roadmap yang jelas dulu," tegasnya.
Namun Satya merasa cukup optimistis pemerintahan Jokowi-JK bisa mentransformasikan paradigma lama migas ke paradigma baru. Selain ucapan dan komitmen Jusuf Kalla, salah satu indikatornya adalah dihapusnya subsidi BBM dan konversi penggunaan BBM ke gas. [*]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H