Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menunggu Lompatan Indonesia di Padang Energi (Bagian 3/3)

8 April 2015   19:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:22 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta MP3EI dalam pengembangan koridor ekonomi (Sumber: Bappenas)

[caption id="attachment_408233" align="aligncenter" width="595" caption="MENATAP TANTANGAN PADANG & SAMUDERA ENERGI: Pekerja migas Indonesia mengawasi transfer LNG ship to ship dari tanker LNG Aquarius ke Terminal Terapung Penerima dan Regasifikasi Jawa Barat (FSRU) di Teluk Jakarta. (6/2012) (Sumber: Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)"][/caption] (Tulisan ini adalah bagian ke-3 atau terakhir dari tulisan bagian ke-2 Menunggu Lompatan Indonesia di Padang Energi (Bagian 2/3))

D. KESIMPULAN: DIMULAI DARI ORIENTASI ENERGI

Ketahanan energi selalu menjadi tema sentral keberlangsungan sebuah bangsa. Energi diperlukan untuk membangun ekonomi bangsa lewat industri, transportasi, militer, rumah tangga serta riset dan pendidikan. Di saat semua negara mematok pertumbuhan ekonomi yang tinggi, semua saling berebut sumber energi fosil yang cadangannya terus menurun. Tak ada cara lain bagi Indonesia untuk ikut berebut secara agresif dan bersama-sama dengan memanfaatkan potensi dan daya tawar nasional. Indonesia perlu melakukan lompatan besar di padang energi demi ketahanan nasional. D.1. 'Merebut' Resource Domestik dan Luar Negeri melalui BUMN dan Perusahaan Nasional Ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi impor semakin tinggi dengan rasio 37% per tahun. Produksi minyak domestik turun dengan natural decline 16% dan pertumbuhan konsumsi energi 5,5% per tahun.  Cadangan minyak nasional hanya 0,5% dari total cadangan dunia. Sementara kebutuhan energi dunia naik 45% per tahun. Di dalam negeri, pemerintah harus menggenjot eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan diversifikasi energi. Harus ditemukan cara agar sumur-sumur aktif yang saat ini dipegang NOC asing agar dialihkan participating interest dan operasinya ke NOC dalam negeri, setidaknya ketika kontrak berakhir. Sehingga seluruh hasil produksi sumur dapat seluruhnya dimanfaatkan untuk kepentingan dalam negeri. Blok Mahakam adalah contoh yang bagus. Di luar negeri, Indonesia melalui BUMN dan perusahaan nasional mesti agresif dalam kegiatan eksplorasi, eksploitasi maupun investasi migas untuk membawa hasilnya pulang ke Indonesia dan memperkuat ketahanan energi nasional. [caption id="attachment_1542" align="aligncenter" width="510" caption="Kondisi cadangan migas Indonesia (Sumber: Dewan Energi Nasional)"]

[/caption] [caption id="attachment_1533" align="aligncenter" width="474" caption="Rasio ketergantungan impor minyak bumi Indonesia (Sumber: Dewan Energi Nasional)"]
Rasio ketergantungan impor minyak bumi Indonesia (Sumber: Dewan Energi Nasional)
Rasio ketergantungan impor minyak bumi Indonesia (Sumber: Dewan Energi Nasional)
[/caption] [caption id="attachment_1535" align="aligncenter" width="504" caption="Delapan kontraktor utama migas Indonesia (Sumber: KataData)"]
Delapan kontraktor utama migas Indonesia (Sumber: KataData)
Delapan kontraktor utama migas Indonesia (Sumber: KataData)
[/caption]

D.2. Menekan Risiko Volatilitas Stok dan Harga lewat Kontrak Jangka Panjang dan Memperbesar Inventori Pemerintah harus mendayagunakan potensi dan daya tawar nasional di sektor industri migas untuk mendapatkan kontrak jangka panjang impor migas dengan harga khusus dari negara produsen. Hal ini untuk menekan risiko kekurangan stok impor dan harga akibat volatilitas perdagangan, ekonomi dan politik dunia. Di dalam negeri, Pemerintah mesti mengebut pembangunan inventori migas untuk penyediaan cadangan setidaknya 90 hari sesuai standar OPEC. D.3. Insentif yang Menarik dan Kemudahan Investasi dan Proyek Bidang Eksplorasi, Produksi, Inventori, Distribusi, Transmisi, Konservasi dan Diversifikasi Energi Isu rumitnya birokrasi dan monopoli di industri migas nasional harus cepat dientaskan. Pemerintah perlu menjadikan industri migas sebagai bisnis yang menarik bagi investor, khususnya di bidang eksplorasi, produksi, inventori, distribusi, transmisi, konservasi dan diversifikasi. Berbagai insentif dan kemudahan juga mesti ditawarkan demi mempercepat pertumbuhan proyek di bidang migas. Pengamat perminyakan dan Anggota Komisi VII DPR Kurtubi, mengatakan iklim investasi migas Indonesia paling buruk se-Asia Tenggara salah satunya karena minim insentif perpajakan, sulitnya perizinan, praktek kartel, dan bea masuk barang. Selama rentang 2009-2013 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dari 25 sumur mengalami kerugian Rp19 triliun. Sementara turunnya harga minyak makin memperburuk iklim investasi migas. Di sisi lain, Indonesia adalah wilayah migas paling menjanjikan di Asia Tenggara dengan faktor keberhasilan (success ratio) eksplorasi mencapai 38% dan keberhasilan sumur taruhan (wild cat) di atas 10%. [caption id="attachment_1534" align="aligncenter" width="490" caption="Tiga faktor penghambat investasi migas Indonesia (Sumber: KataData)"]

[/caption]

D.4. Meningkatkan Persebaran, Efektivitas dan Efisiensi Rantai Pasokan Energi Di sisi hulu, pemakaian tanker yang lebih besar diperlukan untuk efisiensi biaya pengangkutan. Sementara, percepatan pemipaan dari sumber ke lokasi pengolahan harus segera direalisasikan. Metode distribusi dari lokasi pengolahan ke pengguna utama energi final seperti listrik dan industri besar secara efektif dan efisien juga mesti segera diterapkan. Antara lain penggunaan tanker yang lebih besar, pembangunan depot-depot utama, pemipaan dan kereta. Penggunaan kendaraan dalam distribusi energi final ke pembangkit dan industri harus diminimalisir karena menambah biaya angkut, risiko dan waktu distribusi. Namun pengembangan infrastruktur jalan juga merupakan keharusan, terutama antardaerah. Kualitas jalan yang lebar, mulus dan tanpa hambatan diperlukan sebagai sarana konektivitas yang turut dipergunakan sebagai distribusi energi final melalui darat sehingga mampu menekan risiko biaya, waktu dan konsumsi energi. Pembangkit listrik tak hanya harus ditambah, tapi juga mendekati sumber. Kapasitas daya terpasang dan infrastruktur transmisi ke rumah tangga, komersial atau industri mesti segera ditingkatkan. [caption id="attachment_1536" align="aligncenter" width="479" caption="Peringkat rantai pasokan industri yang paling besar memberikan efek berantai (Sumber: Economic Modelling Specialist International)"]

[/caption] [caption id="attachment_1538" align="aligncenter" width="490" caption="Strategi pilihan pelaku rantai pasokan dalam meningkatkan efektivitas angaran (Sumber: Survei Eye for Transport)"]
Strategi pilihan pelaku rantai pasokan dalam meningkatkan efektivitas angaran (Sumber: Survei Eye for Transport)
Strategi pilihan pelaku rantai pasokan dalam meningkatkan efektivitas angaran (Sumber: Survei Eye for Transport)
[/caption]

D.5. Mengentaskan Infrastruktur Distribusi Energi ke Wilayah Terpencil Sejak era Presiden SBY saat harga BBM masih Rp4.000-6.000/liter sampai Presiden Jokowi dengan harga terakhir Rp7.600/liter, masyarakat daerah terpencil tetap membeli BBM di atas Rp10.000/liter. Kenyataan ini bisa dilihat di kabupaten/kota kecil Kalimantan seperti Penajam Paser Utara (PPU), Paser, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, atau di Papua. Bahkan masyarakat di daerah perbatasan membeli BBM dari Malaysia. Permasalahan utamanya adalah minim atau ketiadaan fasilitas dan infrastruktur distribusi energi ke daerah-daerah tersebut. Pemerintahan Jokowi  telah memulainya dengan baik melalui program pembangunan kawasan perbatasan, menaikkan anggaran pembangunan desa daerah terpencil dan membangun infrastruktur transportasi secara agresif. Industri pendukung utama infrastruktur juga mulai dibangun di kawasan terpencil yang dekat dengan sumber energi dan bahan baku, seperti didirikannya pabrik semen di Papua. Pabrik itu bukan hanya menurunkan harga semen di Papua yang Rp1 juta/zak, tapi dengan terjangkaunya harga semen di Papua maka aktivitas pembangunan akan melaju yang otomatis meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal. [caption id="attachment_1540" align="aligncenter" width="490" caption="Empat infrastruktur Prioritas Jokowi-JK (Sumber: KataData)"]

[/caption] [caption id="attachment_1541" align="aligncenter" width="454" caption="Rencana pembangunan jalan tol Trans-Sumatera (Sumber: Berita Trans)"]
Rencana pembangunan jalan tol Trans-Sumatera (Sumber: Berita Trans)
Rencana pembangunan jalan tol Trans-Sumatera (Sumber: Berita Trans)
[/caption]

D.6. Mempercepat Penggunaan Gas di Sektor Industri, Transportasi dan Rumah Tangga Cadangan gas bumi di Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal dan penurunan produksinya baru 0,2% per tahun. Kendalanya adalah minimnya pemipaan serta jumlah dan kapasitas pengolah gas ke energi final. Beberapa Pemda sudah menerapkan alat transportasi berbahanbakar gas seperti Jakarta dan Balikpapan. Sementara di Bontang sudah tersedia pemipaan dari pengolahan gas langsung ke rumah tangga. Pola ini mesti segera dikembangkan dan diterapkan di daerah-daerah lain yang didukung dengan regulasi. D.7. Membangun Zona Ekonomi Khusus Berorientasi Energi Perlu segera dibangun zona ekonomi khusus dengan skema right shoring yang mendekatkan industri utama ke sumber dan/atau pengolahan. Dengan demikian biaya pembangunan infrastruktur dan operasional distribusi atau transmisi energi final ke industri bisa ditekan serendah-rendahnya. Right shoring juga menekan risiko yang ditimbulkan dari waktu dan biaya distribusi. [caption id="attachment_1543" align="aligncenter" width="395" caption="Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Pemerintahan Joko Widodo bidang energi dan infrastruktur (Sumber: Majalah Tempo April 2015)"]

[/caption] [caption id="attachment_1544" align="aligncenter" width="504" caption="Peta MP3EI dalam pengembangan koridor ekonomi (Sumber: Bappenas)"]
Peta MP3EI dalam pengembangan koridor ekonomi (Sumber: Bappenas)
Peta MP3EI dalam pengembangan koridor ekonomi (Sumber: Bappenas)
[/caption]

D.8. Mempercepat Transfer Teknologi Percepatan transfer teknologi tidak bisa sebatas dilakukan dunia pendidikan, riset atau lembaga pelatihan. Pemerintah harus mewajibkan pemenang proyek energi, manufaktur dan infrastruktur dari luar negeri untuk mentransfer teknologi, operasi dan spesifikasi alat kepada seluruh stakeholder dalam negeri mulai dari BUMN, industri dan pendidikan. D.9. Pengembangan SDM Nasional pada Ilmu Terapan Berstandar Global dalam Kategori Medium dan High Skill Pemerintah harus segera menetapkan fokus bidang keilmuan penduduknya ke ilmu terapan dan membangun SDM sesuai dengan kebutuhan terkini pasar global di level medium dan high skill. Mengirimkan pelajar ke luar negeri untuk ilmu terapan dan industri, mengakselerasi techincal development exchange (TDE), serta menciptakan iklim industri yang menarik untuk memulangkan tenaga high-skilled bidang migas Indonesia yang berada di luar negeri. D.10. Peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) di Sektor Pengeboran Laut Dalam TKDN industri hulu migas Indonesia faktanya terus turun sejak 2010, dari 63% menjadi 54% di 2014 di saat pembelanjaan terus menanjak. Industri nasional masih jadi penyumbang TKDN hulu migas di pengeboran darat dan pemipaan. Ketika kegiatan hulu migas lebih beralih ke laut dalam (offshore) setelah 2009, penyedia barang dan jasa nasional tidak bisa mengimbangi kebutuhan ini. Padahal, investasi dan pembelanjaan hulu migas darat (onshore) dan offshore berbanding 1:10, jauh lebih besar offshore. Sementara kegiatan offshore Indonesia terus naik. [caption id="attachment_1537" align="aligncenter" width="490" caption="Penurunan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) migas nasional (Sumber: KataData)"]

[/caption]

D.11. Mendorong dan Menfasilitasi Pemberdayaan Industri Nasional dan Lokal Daerah Khususnya Sektor EPCI Menurunnya TKDN seperti disebut di atas adalah gambaran industri Indonesia bidang migas dan penunjangnya masih jauh dari ideal. Industri domestik masih belum bisa maksimal mengikuti dan beradaptasi terhadap kebutuhan hulu migas khususnya engineering, procurement, construction dan installation (EPCI). Industri EPCI lokal merasa kurangnya keberpihakan pemerintah dari sisi regulasi dan kesempatan berusaha dengan peluang keterlibatan tidak lebih dari 30%. Kompetensi pengusaha domestik EPCI migas juga masih rendah, ketersediaan peralatan berlisensi, teknologi yang didominasi perusahaan asing serta industri manufaktur EPCI yang sangat terbatas.  Masih juga ditambah  terbatasnya teknologi engineering offshore, SDM offshore engineer, serta Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN). Industri EPCI dalam negeri memerlukan dukungan agresif dan nyata dari pemerintah pada pendalaman struktur industri, inovasi teknologi, dan peningkatan permodalan. Kementerian ESDM memang telah menetapkan target penerapan TKDN EPCI hulu migas 2013-2016 minimal 50% di onshore dan 35% di offshore. Sementara target 2021-2025 adalah 90% di onshore dan 55% di offshore. Namun dengan tingginya potensi hulu migas Indonesia, bonus demografi dan target pertumbuhan nasional, target ini diharapkan bisa lebih tinggi lagi. D.12. Dukungan untuk Industri Penunjang EPCI Dalam berbagai peraturan Pemerintah telah meregulasi TKDN khususnya dalam bidang hulu migas. Tapi sampai sekarang belum tampak regulasi yang mendorong dan mengakselerasi industri penunjang TKDN agar bisnis ini menjadi menarik. Contohnya, local content yang menarik di hulu migas adalah industri perkapalan. Tapi industri penunjang perkapalan masih belum didukung dengan beban PPN hingga 60% dari biaya produksi. Sehingga industri perkapalan dalam negeri jadi tidak menarik. Maka investor kapal domestik melarikan order fabrikasi ke China yang memberikan insentif fiskal 12,5% bagi produk ekspor. Membuat kapal di China jauh lebih murah dibanding dalam negeri. Ketika kapal-kapal berbendera Indonesia di hulu migas muncul, pelaku industri pembuat kapal Indonesia tidak kebagian 'kue'. Berita baiknya, Pemerintahan Joko Widodo kini telah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk industri galangan kapal nasional. Industri perkapalan di atas adalah contoh bahwa regulasi yang menjadi lokomotif bangkitnya industri penunjang TKDN juga mutlak diperlukan untuk meningkatkan local content di hulu migas. D.13. Dukungan Dunia Perbankan Nasional Industri migas sebagai industri padat modal niscaya membutuhkan dukungan dari perbankan. Dengan belanja barang dan jasa industri hulu migas di 2014 saja yang senilai $17,3 miliar, menjadi potensi besar bagi dunia perbankan dalam memberi dukungan. Perbankan nasional harus didorong untuk memberi privilage bagi pelaku industri migas yang beroperasi atau berinvestasi di Indonesia atau luar negeri lewat bunga yang rendah dan kelonggaran pembayaran. Pemerintah lewat Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas telah memulainya dengan baik lewat ketentuan kredit pembiayaan operasi hulu migas hanya diperkenankan melalui BUMN perbankan. Namun privilage tersebut hendaknya tak hanya diberikan pada industri EPCI hulu migas, tapi juga kepada industri penunjang EPCI. D.14. Memperluas Cakupan Industri ke Luar Negeri lewat Diplomasi Energi Dengan politik luar negeri yang netral, posisi yang strategis, negara muslim terbesar di dunia dan jumlah populasi keempat terbesar di dunia, Indonesia harus mampu melakukan diplomasi luar negeri dengan pendekatan energi. Selain mengamankan sumberdaya energi di luar negeri untuk ketahanan nasional, diplomasi energi juga menjadi pintu masuk mengekspansi industri pendukung dan SDM nasional ke luar negeri seperti yang dilakukan China di Afrika, juga di Indonesia. Indonesia mesti bisa memanfaatkan nilai lebih dan daya saing bangsa untuk meyakinkan negara produsen minyak bahwa kita bisa memberikan keuntungan jauh lebih besar dibanding negara lain dalam hal investasi dan operasi hulu migas serta pembangunan infrastruktur terkait di negara mereka. D.15. Membangun Industri yang Fleksibel Pemerintah perlu mengkaji lagi jenis industri yang dibangun pada koridor-koridor tertentu, terutama yang ditetapkan sebagai lumbung energi dalam MP3EI. Industri di koridor di lumbung energi juga mesti fleksibel, mampu menyesuaikan bahan dan produk permintaan pasar. 'Memenjarakan' industri di koridor lumbung energi sebatas pada pengolahan energi primer bisa meresikokan kelangsungan industri dan ekonomi setempat ketika komoditas mengalami goncangan.

E. PEMERINTAHAN JOKO WIDODO, SKK MIGAS DAN SCM SUMMIT (HARUS) MEMBUAT LOMPATAN BERSAMA

SCM Summit 2015 sebagai acara tahunan Indonesia yang akan berlangsung di Jakarta 14-16 April 2015, adalah momen penting Pemerintah Indonesia dan stakeholder-nya dalam mendiskusikan dan menerapkan strategi serta paradigma baru di sektor SCM hulu migas. Acara yang diselenggarakan secara bersama oleh SKK Migas, Petronas dan British Petroleum (BP) ini akan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena yang pertama di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintahan Jokowi secara agresif telah mengubah paradigma dan strategi pembangunan Indonesia, salahsatunya dengan mengalihkan belanja subsidi BBM yang konsumtif dalam 10 tahun era Presiden SBY senilai Rp1.300 triliun, ke sektor produktif. Indonesia kini jauh lebih leluasa dalam ruang anggaran dan fiskal untuk akselerasi pembangunan infrastruktur, industri dan pertumbuhan ekonomi lewat kemandirian dan pemberdayaan manusia Indonesia. Tol laut, jalan Trans Sumatera, Trans Kalimantan, pemberantasan mafia migas, peralihan dari RON 88 ke RON 92, pembangunan kilang, dermaga dan depot-depor baru dalam jumlah masif, mendorong akuntabilitas dan transparansi, benar-benar akan mengubah wajah industri SCM hulu migas Indonesia ke arah yang jauh lebih positif. Indonesia telah berubah dan bersiap membuat lompatan di padang energi dengan paradigma dan strategi yang sungguh-sungguh berbeda. Lompatan ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan pelaku industri migas dalam dan luar negeri, masyarakat dan setiap stakeholder-nya. Pada SCM Summit ini bersama-sama kita akan menciptakan momentum untuk melakukan lompatan itu.(*/habis) [caption id="attachment_1546" align="aligncenter" width="464" caption="Indonesia SCM Summit 2015"]

[/caption] Tulisan ini dibuat untuk Blog Competition: Peningkatan Peran SDM dan Industri dalam Negeri pada Kegiatan Hulu Migas yang diselenggarakan oleh SKK Migas bekerjasama dengan Kompasiana. Referensi: Indonesia Energy Outlook (Dewan Energi Nasional) Laporan Penyelenggaraan Kerjasama Luar Negeri/Bilateral/Regional/Multilateral (Dewan Energi Nasional) Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (KP3EI) Energy Security: an Indonesian Perspective (Edy Prasetyono) Strategi Tiga Naga: Ekonomi Politik Industri Minyak Cina di Indonesia (Tirta N. Mursitama dan Maisa Yudono) Strategi Operasi Tim Supply Chain Management dengan Pendekatan Value-Based Management: Studi Kasus Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Gatot Yudoko, Sony Susanto) Emerging Global Energy Security Risks (ECE Series No. 36) Supply-Chain Management Issues In The Oil And Gas Industry (Christopher M. Chima) Oil and Gas in China: The New Energy Superpower’s Relations with Its Region (Lim Tai Wei) China’s Energy Policy and its Evolvement (Shi Dan) Understanding China’s Energy Policy: Economic Growth and Energy Use, Fuel Diversity, Energy/Carbon Intensity, and International Cooperation (Pan Jiahua, dkk) China’s Energy Policy: Energy and Economic Development (Catherine Locatelli) Analysis of Declining Tendency in China’s Energy Consumption Intensity During the Period of 11th Five-year Plan (He Jiankun dan Zhang Xiliang) Local Content Requirements After China's WTO Entry (Nancy Leigh) Kebijakan Keamanan Energi Cina: Studi Kasus Diplomasi Energi di Afrika (Clara Aurora) Near-Shoring/Right-Shoring Strategies: Weighing the risks of global sourcing (Patrick Burnson) Globally Local: The New Face of Right Shoring. Changing Consumer Demand Shortens The Supply Chain (Exel) Strategic Supply Chain Management in the Upstream Indonesia Oil & Gas Industry (Affan Farid) ASEAN Workforce of The Future (ASEAN DNA) 3 Sebab Investasi Miga Sepi Peminat (KataData) Kandungan Lokal Hulu Migas Turun (KataData) Tahun Depan Produksi Minyak Naik, Turun Lagi pada 2017 (JPNN) SKK Migas Ungkap Investasi Darat dan Laut (Kabar Energi) Peluang Investasi Migas di Indonesia (Lemigas) Mitra Bisnis yang Tepat Dorong Penerapan TKDN di Sektor Migas (Lintasarta) Target Pencapaian Nilai TKDN dan Perkembangan Industri Penunjang Migas (Migas-Indonesia.com) Belajar dari Perkembangan Industri Cina (Budianto Ajie Nugroho) Mengapa Mereka (Pekerja Migas) Pergi? (Rovicky)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun