Mohon tunggu...
Hilma Nadia
Hilma Nadia Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswi

Saya adalah mahasiswi di universitas UIN WALISANGA SEMARANG yang sedang berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana. Saya mengambil jurusan perkuliahan yang berfokus pada bimbingan konseling. Saya memliki ketertarikan dalam dunia fotografi, saya juga senang berinteraksi dengan orang random.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Konselor dan Cyber Konseling: Bentuk Harmonisasi antara Konselor dan Konseli

30 Mei 2024   23:05 Diperbarui: 30 Mei 2024   23:28 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan yang cukup signifikan dalam praktik konseling. Cyber konseling atau yang sering kita ketahui sebagai proses pelaksanaan konseling yang dilakukan secara online melalui platform digital, telah muncul sebagai alternatif yang terbilang menjanjikan untuk menjangkau lebih banyak individu yang membutuhkan layanan konseling. Cyber konseling juga menawarkan bagaimana solusi yang tepat dan akurat bagi individu yang mencari bantuan psikologis serta dapat menjawab pertanyaan terkait permasalahan dalam dirinya tanpa terbatas ruang dan waktu. Namun, adanya cyber konseling juga membawa tantangan baru dalam mempertahankan etika profesi konselor. Mengapa bisa seperti itu? hal ini  dikarenakan agar konselor dapat meningkatkan layanan bimbingan konseling dengan senantiasa mempertahankan prinsip dan etika yang harus dimiliki seorang konselor. 

Seperti yang kita ketahui bahwa cyber konseling memiliki banyak keunggulan, sehingga menjadikannya pilihan yang cukup menarik bagi banyak orang untuk melaksanakan proses bimbingan konseling secara online. Seiring berkembangnya jejaring sosial seperti zoom metting, google meet, email, whatsApp, dan aplikasi-aplikasi lain inilah yang mendukung berkembangnya cyber konseling. Aksebilitas yang tinggi dalam cyber konseling ini juga memudahkan individu dalam mengakases layanan bimbingan konseling dari manapun dan kapanpun. Cyber konseling juga memberikan penawaran yang cukup tinggi dalam hal waktu yang cukup fleksibel dikarenakan didalam cyber konseling tidak terikat jam oprsional kantor.

Bagi tiap individu yang merasa malu atau merasa tidak nyaman dalam melaksanakan konseling tatap muka, cyber konselinng bisa menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaanya cyber konseling menawarkan ruang yang lebih nyaman dan aman untuk membuka diri dalam hal menceritakan permasalahan yang dihadapi. Individu dapat menceritakan permasalahan yang mungkin cukup sensitive kepada konselor dengan lebih leluasa tanpa harus mengungkapkan indentitas mereka.

Selain itu, dalam pelaksanaannya cyber konseling juga tidak membutuhkan biaya yang malah. Dengan tidak adanya ruang fisik dan biaya transportasi, cyber konseling menawarkan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan konseling tradisional. Ini membuka banyak peluang untuk lebih banyak orang yang akan mengakses layanan konseling yang mungkin sebelumnya ragu dalam melaksanakan konseling karena terbatas dalam biaya.

Meski demikian, cyber konseling memliki tantangan yang cukup krusial dalam pelaksanaannya, terlebih dalam persoalan kerahasiaan dan privasi. Dalam konseling tatap muka, ruang konseling menjadi area yang terjamin kerahasiaannya. Sedangkan dalam cyber konseling, data-data sensitif sebagai catatan konseling dan sebagai informasi pribadi dari klien harus disimpan dan di transmisikan dengan sangat tertutup melalui saluran-saluran digital yang rentan terhadap pelanggaran keamanan dan kebocoaran data. Kerahasiaan merupakan salah satu prinsip fundamental yang ada dalam bimbingan konseling, terutama dalam konseling online. Klien harus merasa aman dan nyaman dalam membagikan informasi pribadi mereka tanpa adanya rasa takut akan pernyataan-pernyatan dan dan informasi yang akan diberikan kepada konselor nantinya. Kerahasiaan data konseli harus benar-benar terjaga sebagai bentuk kenyamanan konseli dan seperti yang kita ketahuin bahwa jejak digital itu akan teruh menghantui kehidupan kita. Konseling online atau cyber konseling diduga dapat memberikan dukungan psikologis dan emosional yang cukup signifikan sambil menjaga kerahasian, terlebih dalam mode teks asinkron.

Tantangan lain yang sering terjadi adalah bagaimana seorang konselor itu bisa membangun hubungan terapeutik yang kuat antara konselor dan klien. Dalam konseling tatap muka seorang konselor dapat memanfaatkan dan memahami klien dari isyarat non verbal seperti ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan nada suara dalam memahami emosi, perasaan dan keadaan klien. Sedangkan dalam cyber konseling, sebagian besar informasi dari klien yang di dapatkan konselor cukup terbatas dengan tidak adanya informasi non verbal. Sehingga seorang konselor membutuhkan ketrampilan khusus dalam membangun koneksi hubungan yang mendalam dengan klien agar lebih banyak dalam mendapatkan informasi dan permasalahan yang di hadapi konseli dapat terpecahkan atau terselesaikan sesuai dengan keinginan konseli. Empati yang akan diberikan oleh konselor ketika konseli berbagi informasi juga belum bisa tersampaikan dalam preoses konseling ini. Karena biasanya konselor biasanya memberikan kontak fisik seperti memeluk, menyentuh, mengangguk dan lain sebagainya.

Sebagai bentuk mengatasi tantangan yang terdapat dalam pelaksanaan konselinng online, tentu diperlukan upaya yang konsisten dan berkelanjutan dalam mengharmonisasikan antara penggunaan teknologi dengan prinsip-prinsip etika profesi konselor. Pertama, seorang konselor harus proaktif dalam menyusun pedoman etika dan standar praktik yang mungkin cukup spesifik untuk cyber konseling. Sebagai seorang konselor harus memiliki kualifikasi dan pelatihan yang memadai serta mengikuti kode etik profesi yang harus senenatiasa dikembangkan dan dilaksanakan. Konselor harus mampu memberikan layanan yang kompeten dan harus berempati dengan setiap informasi yang di berikan konseli. Sebagai konselor juga harus menjaga batas-batas professional dalam interaksi dengan klien. Pedoman ini harus mencakup aspek-aspek seperti kerahasiaan data, privasi klien, pembangunan hubunngan terapeutik dan lain sebagaianya.

Etika komunikasi konselor dalam cyber konseling juga dinilai pentig, karena cyber konseling atau konseling online berbasis teks menuntut seorang konselor untuk berkomunikasi secara efektif memlaui media elektronik. Mereka harus mampu memahami berbagai gaya komunkasi klien ang berbeda dan harus menyesuaikan diri dengan klien yang berbeda. Dengan  demikian, akan terbentuk hubungan yang kuat dan efektif antara konselor dan klien. Konselor juga harus senantiasa meningkatkan kesadaran kompetensi dalam menerapkan etika profesi dalam konteks cyber konseling. Mereka harus selalu waspada akan potensi pelanggaran etika dam melakukan upaya berkelanjutan sebagai bentuk penjagaan kerahasiaan dan privasi yang dimiliki oleh klien. Adanya pelatihan khusus bagi seorang konselor juga dapat digunakan sebagai bentuk upaya penanganan tantangan yang ada di dalam cyber konseling, dimakan konselor harus dibekali dengan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam melakukan praktik cyber konseling yang etis dan bertanggung jawab.

Secara keseluruhan, cyber konseling merupakan sebuah terobosan teknologi yang membawa banyak manfaat dan peluang bagi individu yang membutuhkan layanan konseling. Namun, di sisi lain, ia juga menghadirkan tantangan etika yang harus dihadapi dengan bijak oleh para konselor. Harmonisasi antara teknologi dan etika profesi menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa praktik cyber konseling dilakukan dengan cara yang aman, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi kepentingan terbaik bagi klien. Melalui upaya yang konsisten dalam menyusun pedoman etika, meningkatkan kompetensi konselor, dan membangun kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, kita dapat mewujudkan praktik cyber konseling yang tidak hanya efisien dan mudah diakses, tetapi juga sepenuhnya mematuhi standar etika profesi konselor. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat tanpa mengorbankan prinsip-prinsip etika yang menjadi landasan profesi konseling.

Referensi:

Rimayati, E. (2023). Cyber Counseling: Inovasi Layanan Bimbingan Dan Konseling Di Era Digital. Asadel Liamsindo Teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun