Pernah kau dengar kisah orang-orang yang bertahan untuk tetap kuat dalam masa-masa patah hati?Â
Pernah kau melihat sebanyak apa air mata yang keluar dari seseorang yang tengah patah hati?
Atau, mungkin kamu sendiri yang pernah mengalaminya?Â
Pagi ini aku merasa curiga pada diriku sendiri.Â
"Apakah aku masih waras?"Â
Tiba-tiba pikiranku berputar di pertanyaan yang sama setelah beberapa jam ini.Â
Tepat di pukul 08.32, aku harus menyaksikan semua yang aku rawat, siram, dan semua yang kujaga dengan baik, tiba tiba dipatahkan, layu, lalu mati.Â
Terhitung lima tahun, aku hidup dalam do'a yang melangit setiap malam, menyertakan sebuah nama. Benar. Aku mencintainya.Â
Lima tahun bukan perjalanan yang mudah. Bukan pula perjalanan singkat untuk tetap mantap memilih seseorang untuk dijadikan pelabuhan terakhir.Â
"Kamu bodoh. Kok nunggu selama itu!"Â
Pernah ku dengar kalimat semacamnya. Tapi entah kenapa, aku tetap yakin berdo'a, semoga dialah yang akan menjadi sosok laki-laki terhebat dalam hidupku setelah bapak.Â
Dalam waktu lima tahun itu, aku mengira bahwa aku dicintainya. Merasa sangat yakin bahwa dia sedang memperjuangkan aku. Aku merasa bahwa setiap yang dia tulis tentang cinta, jodoh, dan penantian itu adalah untukku. Kala itu aku bahagia. Sangat bahagia.Â
Aku bisa yakin seperti itu karena memang dia menunjukkan sikap berbeda padaku. Sempat dia bertanya tentang keluargaku, menceritakan keluarganya padaku, menceritakan masalahnya padaku, memberiku ucapan yang unik saat ulang tahun, menuliskan namaku saat dia berpijak di atap Jawa barat tanpa aku pinta, bahkan meminta do'aku setiap apapun yang akan dia lakukan.Â
Dengan sikap seperti itu, siapa yang tak mengira sedang diperjuangkan?Â
Tapi pagi ini, aku faham semuanya. Setelah panjangnya waktuku dalam menunggu kepastiannya, pagi ini dia menuturkan bahwa ia tengah menunggu seorang perempuan. Dan perempuan itu bukanlah aku.Â
Tak terkira rasa kecewanya diriku.Â
Menatap untaian kata penjelasannya, aku hanya bisa tersenyum seraya menangis. Dengan tangan gemetar, aku terus membaca pesannya berulang ulang. Berharap aku hanya salah lihat. Berharap aku menemukan namaku dalam pernyataan penantiannya. Tapi nihil. Jelas namaku tak ada di sana, bagaimana mungkin namaku terpatri dalam hatinya?Â
Dulu, aku pernah berpikir, akan seberapa sakitnya aku saat semua kemungkinan terburuk ini terjadi.Â
Tapi ternyata, saat semuanya terjadi, apa yang aku khawatirkan tidak benar-benar terjadi. Di awal aku mengetahui kenyataannya, aku memang menangis. Sulit untuk menerima. Namun segera setalah sholat Dhuha kutuntaskan, Allah dengan indah menyelipkan ketenangan. Bahwa mencintai makhluknya tak akan pernah abadi, bukan? Ini salahku. Salahku yang terlalu berharap pada hati yang abu, dan terlalu menggebu dalam meminta makhluk yang fana itu.Â
Usainya, aku tersenyum. Berusaha menerima dengan baik setiap kenyataan yang tak sesuai dengan keinginanku. Bukankah manusia tak bisa memilih apa yang akan terjadi dalam kehidupan?Â
Aku tak punya kuasa apa apa dalam masalah apapun. Terutama takdir.Â
Segera kuseduh kopi. Sengaja tak kutambahkan gula. Agar setiap pahitnya bisa ku nikmati sebagai bentuk pembelajaran untuk ikhlas menerima setiap ketetapan.Â
Kupandangi sorot cahaya matahari pagi yang tak bisa sampai menghangatkan hatiku yang baru saja diguyur hujan lebat. Sekelebat wajahnya hadir, bersamaan seukir senyum termanis ku.Â
Untuk kali pertama aku patah hati. Untuk kali pertama aku kehilangan salah satu topik do'a yang selalu membuatku lebih romantis dengan sang pencipta. Dan untuk kali pertama juga, aku bisa sangat mudah mengikhlaskan seseorang.Â
Mungkin karena dari awal, aku mencintainya dengan ikhlas. Maka tak sulit bagiku untuk melepaskannya dengan ikhlas.Â
Dalam patah hati terikhlas ini, secangkir kopi membantuku untuk banyak belajar bahwa tak semua hal harus kita nikmati dalam keadaan manis. Kadang pahit justru memberikan banyak pelajaran baru.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H