Pelapor beralasan ibu korban telah mengungkapkan kasus yang dialaminya pada jurnalis yang kemudian dipublikasikan di media massa. Padahal dalam pemberitaan tersebut jurnalis tidak menyebutkan nama jelas terduga pelaku.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu menceritakan Revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada tahun 2016 berawal dari kasus Prita Mulyasari pada tahun 2009.
Seperti yang kita ketahui, kasus Prita Mulyasari merupakan kasus pelanggaran terhadap UU ITE yang menggemparkan Indonesia. Nyaris berbulan-bulan kasus ini mendapat sorotan masyarakat lewat media elektronik, media cetak dan jaringan sosial.
Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit Omni International Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakit pun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni International marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itu pun Prita sempat ditahan di Lembaga Permasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kasus ini kemudian banyak menyedot perhatian publik yang berimbas dengan munculnya gerakan solidaritas "Koin Kepedulian untuk Prita". Pada tanggal 29 Desember 2009, Ibu Prita Mulyasari divonis Bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
Kasus Prita tersebut merupakan kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Pasal 27 Ayat 3 Tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa : "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Semoga kehadiran UU ITE bisa menjadi pelindung hukum bagi aparat kepolisian untuk bertindak tegas dan selektif terhadap berbagai jenis penyalahgunaan internet. Dengan demikian, kehadiran UU ini tidak menjadi ancaman yang menakutkan bagi pengguna dan mematikan kreativitas seseorang di dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H