Mohon tunggu...
Hillon Goa
Hillon Goa Mohon Tunggu... -

Lelaki biasa yang merindukan Indonesia yang tertib dan nyaman. Bangga menjadi anggota GEMAHIRA (Gerakan Masyarakat Hirau Aturan). Kalau anda juga rindu Indonesia yang tertib dan nyaman, ayo bergabung di GEMAHIRA(klik saja)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peduli Aturan: Ayam atau Telor?

18 Maret 2010   12:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:20 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terimakasih kepada beberapa rekan kompasianer yang telah memberikan tanggapan atas ajakan JIHAD -Jadikan Indonesia (tempat untuk) Hidup Aman dan Damai - melalui GEMAHIRA atau Gerakan Hirau Aturan. Meski baru seumur kecambah, telah banyak yang menulis pesan kepada saya berisi dukungan dan pertanyaan. Sungguh menyenangkan mendapatkan tanggapan, baik yang negatif apalagi yang positif. Sekali lagi terimakasih buat para kompasioner.

Sesungguhnya memang banyak orang Indonesia khususnya kompasianer yang prihatin dengan ketidaktertiban dalam hampir semua aspek kehidupan kita. Sebagai bukti, saya mencoba melakukan searching (pencarian) di dalam kompasiana.com dengan menggunakan keywords (kata kunci): Peduli Aturan. Hasil pencarian menunjukkan 904 entries (tulisan).  Dengan menggunakan keywords Tertib Lalulintas saya dapatkan 894 entries. Kalaui menggunakan single keyword Disiplin saya dapatkan 818 entries, sedangkan kata Macet menghasilkan 592 tulisan.

Menurut saya bilangan diatas cukup besar, artinya lumayan banyak para kompasianer yang masih mau meluangkan waktu untuk menulis rasa prihatin dan kepedulian mereka terhadap ketertiban, kepedulian terhadap aturan. Tentu saja lebih banyak lagi yang entah sudah bosan atau patah arang yang tidak menuliskannya tetapi sebenarnya tetap peduli. Kalau kita gunakan rumus Gunung Es, saya yakin jumlah kompasianer yang peduli ketertiban akan menjadi 10 x lipat atau sekitar 2000 an orang. (Berapa % ya dari total kompasianer?)

Yang unik sebenarnya dari fenomena diatas adalah fakta bahwa:


  1. Sebagian besar menyatakan keluhan
  2. Porsi cukup besar terjadi diluar dirinya
  3. Sebagian besar menuntut otoritas atau pihak lain yang harus membereskan
  4. Porsi yang sangat besar menyatakan Mau Peduli Pada Aturan Asal Aturannya Benar!


Saya kira tidak perlu menyoroti secara mendalam butir 1 dan 2 diatas, karena intinya jelas menyiratkan rasa prihatin atas ketidaktertiban yang terjadi disekitar kita. Saya justru tertarik pada butir 3 dan 4. Setelah prihatin lalu apa?
Butir 3 menunjukkan kalau kita ini bangsa penuntut, bukan penyumbang. Kita ini bangsa penikmat bukan pencipta keadaan. Mungkin karena terbiasa dengan ketersediaan alam yang ramah, gemah ripah, subur makmur loh jinawi. Kita tinggal memetik, mengeduk, dan menyedot isi alam hingga tinggal ampasnya saja kini. Jika ada perubahan, selalu datangnya dari luar dan celakanya kita sering sudah terlambat dan menjadi korban (victim) bukan pemenang (victor).

Sayangnya ketika sudah amburadul begini kita masih juga mengira ...tata, titi, tentrem, kertoraharjo (ini lanjutan dari kalimat gemah ripah loh jinawi...diatas) itu juga ngejubruk pemberian alam padahal jelas Tidak! Ini harus diupayakan, meskipun gemah ripah sekalipun.
Kita lupa bahwa perubahan itu dimulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu. Orang bule bilang "Improvement starts with I" bukan starts with U, jadinya Umprovement kan? Maksudnya tentu perubahan itu dimulai dari SAYA! Hehehe... padahal tiap hari kita mendengar ucapan 'nasib sebuah bangsa tidak bisa berubah kecuali oleh bangsa itu sendiri',,,,wleleh.
Yang juga menarik adalah butir 5, yakni mau peduli aturan kalau aturannya bener dulu. Lah, gimana.. ya, sekarang ini kan sudah amburadul (kebanyakan yang amburadul pelaksanaannya, meski memang tak sedikit aturannya yang gak bener) kalau nunggu benernya kapan pula itu akan terjadi. Logikanya seperti antara ayam dengan telor. Mana duluan, kita tertib dulu atau aturannya yang bener dulu? Saya yakin perdebatannya akan menimbulkan pertumpahan Dahak, alias sampai mulut berbusa-busa tak berujung.
Karena itu kami di GEMAHIRA (Gerakan Masyarakat Hirau Aturan) mengambil sikap yang sederhana saja (Do More Talk Less) dengan mengartikan Hirau atau Peduli sebagai PATUHI dan KRITISI, yakni:


  1. Mematuhi dan bertindak sesuai aturan yang telah ditetapkan, (meskipun mungkin kurang sempurna) dan
  2. Mengkritisi peraturan dan tatanan yang tidak adil dan tidak efektif agar lebih sempurna.


Jadi kita patuhi dulu aturan yang ada agar tertib, dan kalau sudah begitu kita benahi agar lebih adil dan lebih tertib. Bagaimanapun lingkaran setan, telor dan ayam, diatas harus kita putuskan bukan dengan menghimbau tetapi bertindak nyata.

Sekali lagi, terimakasih untuk para kompasioner!

Salam GEMAHIRA
http://gemahira.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun