Ada yang lebih mengerikan dari pernikahan dini, yaitu perceraian dini. Kabupaten Brebes menjadi wilayah dengan tingkat perceraian yang tinggi sejak awal tahun 2022. Tercatat sebayak 3.073 kasus perceraian dimana sebagian besar pihak perempuan yang menggugat.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Brebes menyatakan dari 3.073 kasus perceraian sebanyak 74,79 persen disebabkan dikarenakan faktor ekonomi. dan beberapa diantaranya dipicu oleh perselisihan sebabanyak 23,6 persen dan faktor lain dipicu oleh perselingkuhan dan KDRT. (Jum'at, 12-08-22)
Mirisnya lagi, mereka adalah korban dari pernikahan dini. Pernikahan dini merupakan pernikahan dimana usia baik laki-laki maupun perempuan masih berada dalam batas minimum yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Usia tersebut dinilai belum mampu secara fisik dan mental untuk menjalankan kehidupan berumah tangga. Hal ini tentunya memberikan perhatian khusus terhadap pola pikir masyarakat yang patriarki dan menjadi PR besar untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak untuk ditindaklanjuti.
Seperti yang dilansir pada Suaramerdeka.com bahwa Kabupaten Brebes termasuk wilayah dengan tingkat pendidikan terendah di provinsi Jawa Tengah. Kelima daerah itu adalah Kabupaten Kebumen, Brebes, Banjarnegara, Pemalang, dan Banyumas.Kelima daerah itu adalah Kabupaten Kebumen, Brebes, Banjarnegara, Pemalang, dan Banyumas.Â
Faktor ini menyebabkan terjadinya penikahan dini dikarenakan mereka menganggap tidak adanya kegiatan positif yang dilakukan anaknya. Dengan rendahnya pendidikan, akan membentuk pola pikir yang patriarki. Pola pikir tersebut dilandasi atas kesalahan memahami teks keagamaan dan kekeliruan merespon pandangan budaya.
Dari sisi agama yang mereka pahami, pernikahan dini sering dikait-kaitkan dengan pernikahan nabi yang dalam satu riwayat dikatakan Aisyah berusia 9 tahun.Â
Pandangan tersebut dijadikan sebagai kodrat dan bentuk keihsanan perempuan. Dari sisi ini, Perlu perhatian dari berbagai ulama untuk berupaya mengedukasi tentang Islam yang rahmah, Islam yang memuliakan perempuan bukan dengan menjadikannya objek seksual belaka dengan dogma pernikahan, atau menjadikannya barang ekonomis dengan dinikahkan muda.Â
Memberikan pengayaan mengenai nilai-nilai Islam, khususnya pandangan Al Qur'an tentang perempuan dan kedudukanya dalam keluarga dan masyarakat yang memerlukan kesiapan mental, dan spiritual termasuk bagaimana membina keluarga yang sakinah dalam perspektif mubadalah, dimana kedua belah pihak menerapkan prinsip kesalingan sehingga ketika dihadapkan dengan persoalan keduanya saling bahu membahu tanpa mengindahkan salah satu pihak.
Sedangkan dari sisi budaya, adanya pandangan bahwa perempuan adalah konco wingking. Dengan begitu perempuan tidak perlu disekolahkan tinggi-tinggi dan menggapai cita-citanya karena yang bertugas untuk memberi tanggung jawab dan nafkah adalah suami.
Pola pikir tersebut yang menyebabkan banyak orang tua terutama di daerah pelosok kabupaten Brebes menikahkan anaknya lebih cepat karena takut tidak laku, takut menjadi perawan tua. Hal ini yang harus diberi perhatian khusus tidak hanya pada anak tetapi juga orangtua.
Solusi untuk orangtua yang demikian perlu adanya kampanye pada organisasi PKK, sebagai organisasi yang bersentuhan langsung dengan masyarakat diharapkan berkontribusi mengedukasi masyarakatnya untuk meminimalisir angka pernikahan dan perceraian dini.