Berbagai macam kasus yang diselesaikan melalui lembaga adat diantaranya ialah penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak baik secara psikis maupun fisik dengan menerapkan hukum adat yang berlaku terhadap pelaku. Kekerasan anak yang terjadi di provinsi Nusa Tenggara Timur dapat dilihat dari data Kasus kekerasan anak. Kekerasan anak tahun 2013 marak terjadi pada bulan Mei, Agustus, September dan Nopember. Kota Kupang dengan jumlah kasus baru berupa kekerasan fisik yaitu 338 kasus dan psikis sebanyak 65 kasus dan menurut jenis kekerasan seksual sebanyak 118 kasus. Â Sumber Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi NTT menyebutkan bahwa jumlah kasus baru menurut tempat kejadian tahun 2011 sebanyak 347 kasus terjadi dalam rumah tangga di Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara sebanyak 100 kasus. Sedangkan sebanyak 245 kasus terjadi ditempat lain.
Berbagai data yang terkait pada permasalahan kekerasan anak di atas merupakan permasalahan yang nyata dan terjadi di provinsi Nusa Tenggara Timur. Data pada sebagian kasus di atas beberapa diselesaikan dengan menggunakan lembaga adat yang berlaku di masyarakat. Banyak kasus kekerasan terhadap anak saat ini diselesaikan oleh masyarakat secara ‘adat’ dan denda menjadi point penting dalam penyelesaian masalah kekerasan anak ini. Kebanyakan denda akan mengacu pada ‘menutup malu keluarga’.
Jumlahnya bervariasi sesuai kesepakatan, namun sampai saat ini sejauh pengamatan, besarnya denda masih kalah jauh dengan besarnya ‘Belis’ jika seseorang menikah. Sedangkan pada pelaku, karena rendahnya sanksi ataupun denda tersebut maka rendah pula efek jera yang terjadi, mengakibatkan pelaku akan mudah melakukan kembali perbuatan biadabnya pada anak lain. Dan, posisi si anak sebagai korbanpun sering tidak diperhitungkan, seperti bagaimana kondisi fisik dan psikisnya, Apa yang akan terjadi di masa depannya nanti (terutama jika korban adalah anak perempuan). Rata-rata hukum adat akan menerapkan hukum jika sudah diputuskan maka tidak boleh lagi warga membicarakan apalagi mengungkit masalah tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan yang akan dijalani oleh si anak tersebut.
Dengan melihat peran lembaga adat khususnya pada penanganan permasalahan anak maka dibutuhkan lembaga adat yang berkedudukan sebagai mitra pemerintah dan lembaga yang berfokus pada anak seperti  LSM atau institusi yang mengabdikan diri untuk kesejahteraan anak lainnya, baik pada skala nasional hingga daerah diluar susunan organisasi pemerintah yang memiliki fungsi menjadi fasilitator dan mediator dalam penyelesaikan perselisihan yang menyangkut adat istiadat dan kebiasaan masyarakat terkait kasus kekerasan yang terjadi pada anak.
Selain itu penting juga dalam memberdayakan, mengembangkan dan melestarikan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkaya budaya daerah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya nasional dan hukum nasional yang berlaku.
Diperlukan juga wawasan dan cara pandang para tokoh adat dalam melindungi hak anak sebagai korban kekerasan dengan memahami perkembangan hukum negara dimana landasan sosiologis melihat anak sebagai masa depan bangsa sehingga penanganan permasalahan anak lebih kompleks dan melibatkan banyak aspek yang akan mempengaruhi masa depan anak tersebut.
Berikan kesempatan bertumbuh dan berkembang yang sebaik-baiknya bagi anak-anak kita khususnya di daerah NTT ini, semoga yang kita lakukan ini merupakan kepentingan terbaik bagi anak NTT. Masa depan NTT ada di tangan mereka.
Kupang, awal November 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H