Mohon tunggu...
Hilda Elsa Putri
Hilda Elsa Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fast Fashion dan Kesejahteraan Sosial di Bangladesh : Implikasi Bagi Pembangunan Berkelanjutan

9 Januari 2025   00:39 Diperbarui: 9 Januari 2025   00:39 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fast Fashion (sumber : Freepik )

Industri Fast Fashion telah berkembang pesat selama beberapa dekade terakhir, yang secara signifikan berdampak pada kesejahteraan sosial dan pembangunan berkelanjutan. Artikel ini mengeksplorasi implikasi fast fashion terhadap kesejahteraan sosial, kelestarian lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi, serta mengaitkan isu-isu tersebut dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Fast fashion adalah model industri yang memproduksi pakaian dengan cepat dan murah untuk memenuhi tren mode terbaru. Meskipun menawarkan aksesibilitas dan keragaman, industri ini memiliki dampak yang signifikan terhadap lingkungan dan kesejahteraan sosial. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, penting untuk memahami implikasi fast fashion terhadap kedua aspek tersebut.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah serangkaian 17 tujuan global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2015, yang bertujuan untuk mengatasi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan di seluruh dunia pada tahun 2030. Tujuan-tujuan ini dibuat sebagai bagian dari Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan, melindungi lingkungan, dan memastikan kesejahteraan bagi masyarakat. Setiap tujuan disertai dengan target dan indikator spesifik untuk mengukur kemajuan dan mendorong akuntabilitas di antara negara-negara (EcoVadis, 2018)

Keterkaitan antara fast fashion, kesejahteraan, dan Tujuan SDG ke-12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab) memiliki banyak sisi dan signifikan. Fast fashion, yang ditandai dengan siklus produksi yang cepat dan murahnya harga pakaian, menimbulkan banyak tantangan bagi kesejahteraan individu dan kelestarian lingkungan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 12 berfokus pada memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Tujuan ini mengakui bahwa praktik konsumsi dan produksi saat ini sering kali tidak berkelanjutan, yang menyebabkan timbulan limbah yang signifikan dan degradasi lingkungan. Tujuan SDG 12 adalah untuk mempromosikan pemanfaatan sumber daya yang bertanggung jawab, mengurangi limbah, dan mendorong praktik-praktik berkelanjutan di seluruh industri dan masyarakat. (Blueprint for Business Leadership on the SDGs, 2018)

Fashion menyumbang hingga 10% dari produksi karbon dioksida global, Sekitar dua pertiga dari pakaian kita terbuat dari serat sintetis, sehingga fashion bertanggung jawab atas seperlima dari 300 juta ton plastik yang diproduksi dalam skala global, yang berkontribusi terhadap pelepasan bahan kimia yang membahayakan sumber air dan ekosistem. Industri fast fashion telah muncul sebagai kontributor signifikan terhadap pencemaran lingkungan di Bangladesh, sebuah negara yang merupakan salah satu produsen garmen terbesar di dunia. Studi kasus ini mengeksplorasi berbagai dimensi degradasi lingkungan yang terkait dengan fast fashion, dengan fokus pada kontaminasi air, polusi udara, dan isu-isu pengelolaan limbah. (Ontario Nature, 2024)

Industri tekstil bertanggung jawab atas polusi air yang signifikan di Bangladesh. Pabrik-pabrik sering menggunakan pewarna dan bahan kimia beracun yang tidak diolah secara memadai sebelum dibuang ke sungai. Diperkirakan sekitar 20% air limbah global berasal dari proses pencelupan tekstil. Penelitian telah menunjukkan bahwa sampel air dari sungai-sungai besar seperti Buriganga mengandung zat-zat berbahaya seperti kromium dan kadmium, melebihi batas aman yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan. Polusi tersebut tidak hanya berdampak pada kehidupan perairan tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan yang serius bagi masyarakat setempat, yang berkontribusi pada penyakit yang berhubungan dengan pasokan air yang terkontaminasi. (The Impact of Fast Fashion in Bangladesh, 2021)

Selain berdampak pada lingkungan fast fashion juga menyebabkan ketidaksejahteraan para pekerja dimana dengan murahnya harga barang yang di produksi mengakibatkan rendahnya upah pekerja, pekerja garmen di Bangladesh menghadapi tantangan yang signifikan terkait kesejahteraan mereka, terutama terkait upah, kondisi kerja, dan masalah gender. Industri garmen merupakan salah satu tumpuan ekonomi Bangladesh, yang mempekerjakan sekitar 4,6 juta orang, dengan sekitar 60% di antaranya adalah perempuan. Meskipun memiliki nilai ekonomi yang penting, sektor ini dibebani oleh upah yang tidak memadai dan kondisi kerja yang buruk.

Upah minimum untuk pekerja garmen ditetapkan hanya sebesar 8.000 taka Bangladesh (sekitar Rp 1.087.543) pada tahun 2018, yang terbukti tidak mencukupi untuk hidup layak di Bangladesh. Para pekerja telah mengusulkan untuk meningkatkan upah menjadi setidaknya 23.000 taka (sekitar Rp.3.069.539 ) agar lebih seimbang dengan kenaikan biaya hidup dan inflasi, yang saat ini berada di kisaran 9,5%. Para pekerja telah melaporkan bahwa pendapatan mereka biasanya berkisar antara 9.300 hingga 11.500 taka per bulan, tetapi jumlah ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Swedwatch, 2023)

Kesimpulan :

Dampak lingkungan dari fast fashion sangat besar dan beragam, mempengaruhi sumber daya air, pengelolaan limbah, dan pencemaran plastik. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan menuju praktik-praktik yang lebih berkelanjutan di dalam industri fashion dan kesadaran konsumen yang lebih besar terkait dampak ekologis dari keputusan pembelian konsumen. Kesejahteraan pekerja garmen di Bangladesh masih belum terjamin karena upah yang rendah, kondisi kerja yang menantang. Perubahan substansial masih diperlukan untuk memastikan bahwa para pekerja ini dapat mencapai standar hidup yang layak dan bekerja di lingkungan yang aman. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari badan-badan pemerintah, pengusaha, dan konsumen internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun