Mohon tunggu...
hikmah
hikmah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - الف ليلة وليلة

Setiap kali air mata terjatuh, aku memilih memungutinya dengan haru, untuk kudaur ulang menjadi serangkaian aksara yang mampu kau baca. Dan apabila kau merasakan getir saat membaca tulisanku, bisa jadi, tulisan itu lahir dari air mata paling pilu yang pernah kujatuhkan!

Selanjutnya

Tutup

Roman

Tenggelamnya Roket Idealisme ke Palung Mariana

11 Mei 2024   00:46 Diperbarui: 11 Mei 2024   00:52 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manakah yang lebih baik fiksi yang indah atau kenyataan yang pahit? Mana yang akan kau pilih bertabur jutaan kebahagian semu dalam rangkaian kisah fiktif ataukah terlempar di tengah carut marutnya prahara kehidupan yang rumit.

Kurasa keduanya sama-sama menyedihkan. Dan saling terhubung satu sama lain. Rangkaian imaji yang kau bangun dalam anganmu mungkin indah dan melenakan, tapi semua itu fiksi, tak nyata. Tak bedanya kau sedang menonton drama yang hanya hadir untuk menghibur bukan untuk melebur. Saat waktunya datang, kau akan terbangun dari mimpi lalu menemui pahitnya kenyataan yang ternyata berbanding terbalik dari yang kamu angankan atau mimpikan. Tidakkah miris tuan?!

Lalu di satu sisi ada pahitnya realita. Kenyataan yang pahit, tak pelak menjatuhkanmu kepada kesedihan yang paling krusial. Kabar baiknya itu bukan fiksi yang palsu, kabar buruknya itu nyata dan lumayan pahit dan harus kau telan. 

Tidakkah keduanya sama-sama mematikan tuan? Fiksi yang indah dan kenyataan yang pahit sama saja, satunya palsu! Satunya lagi membuat pilu! Tak ada beda. Sama-sama luka. Tidakkah  kontradiktif tuan? Indahnya fiksi yang terbayang di awal bisa saja hanya kalimat pengantar, yang akhirnya mengantarkanmu pada realita sesungguhnya. Pahit getirnya tetap harus diterima jika tak ingin kalah dengan keadaan. 

Sedikit kontradiktif, angan membawamu melambung nun jauh ke atas sana. Di mana sebuah roket idealisme dapat kau luncurkan ke titik tertinggi tanpa menemui batas penghalangnya. Sementara kenyataan menjatuhkan dan menenggelamkanmu kedasar palung tak berujung. Jatuh dan tersesat jauh ke dasar palung mariana yang tak berpenghuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun