Manakah yang lebih baik fiksi yang indah atau kenyataan yang pahit? Mana yang akan kau pilih bertabur jutaan kebahagian semu dalam rangkaian kisah fiktif ataukah terlempar di tengah carut marutnya prahara kehidupan yang rumit.
Kurasa keduanya sama-sama menyedihkan. Dan saling terhubung satu sama lain. Rangkaian imaji yang kau bangun dalam anganmu mungkin indah dan melenakan, tapi semua itu fiksi, tak nyata. Tak bedanya kau sedang menonton drama yang hanya hadir untuk menghibur bukan untuk melebur. Saat waktunya datang, kau akan terbangun dari mimpi lalu menemui pahitnya kenyataan yang ternyata berbanding terbalik dari yang kamu angankan atau mimpikan. Tidakkah miris tuan?!
Lalu di satu sisi ada pahitnya realita. Kenyataan yang pahit, tak pelak menjatuhkanmu kepada kesedihan yang paling krusial. Kabar baiknya itu bukan fiksi yang palsu, kabar buruknya itu nyata dan lumayan pahit dan harus kau telan.
Tidakkah keduanya sama-sama mematikan tuan? Fiksi yang indah dan kenyataan yang pahit sama saja, satunya palsu! Satunya lagi membuat pilu! Tak ada beda. Sama-sama luka. Tidakkah kontradiktif tuan? Indahnya fiksi yang terbayang di awal bisa saja hanya kalimat pengantar, yang akhirnya mengantarkanmu pada realita sesungguhnya. Pahit getirnya tetap harus diterima jika tak ingin kalah dengan keadaan.
Sedikit kontradiktif, angan membawamu melambung nun jauh ke atas sana. Di mana sebuah roket idealisme dapat kau luncurkan ke titik tertinggi tanpa menemui batas penghalangnya. Sementara kenyataan menjatuhkan dan menenggelamkanmu kedasar palung tak berujung. Jatuh dan tersesat jauh ke dasar palung mariana yang tak berpenghuni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H