Seorang jurnalis seyogianya punya antena yang mampu mendeteksi dan menyerap gelombang realitas sosial. Konsekuensinya, ia seyogianya bersikap dan berlaku etis.
Ini karena seperti dikatakan jurnalis dengan jejak langkah panjang dan cemerlang Sindhunata, "Bagi saya, pekerjaan pertama seorang wartawan adalah pekerjaan kaki, baru kemudian pekerjaan tangan, tulis-menulis."
Jika demikian, berarti jurnalis tulis menjadi mulia justru karena mulai menulis berita dengan kaki kotor. Sekilas itu tampak saling memunggungi. Namun mari coba kita kuliti.
Melampaui Batas
Manusia senantiasa merindukan hidupnya menjadi lebih baik dan lebih bermartabat. Menjalin relasi yang baik dengan manusia-manusia lain merupakan jalan menujunya. Dari situ, dari relasi-relasi itu, mengalirlah berbagai informasi.
Misalnya, seperti ditulis Ashadi Siregar, dkk., informasi ihwal bahaya yang mengancam hidup seperti penyakit, bencana alam, meningkatnya kriminalitas, dan sebagainya; informasi ihwal bahaya yang mengancam atau menekan kebebasan seseorang seperti penahanan tanpa melalui jalur hukum, penggusuran, ketidakadilan ekonomi, dan sebagainya;Â
informasi yang bertaut dengan kemungkinan meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial seperti perkembangan ekonomi, situasi lapangan pekerjaan, arahan untuk menaikkan pendapatan, dan sebagainya; informasi yang mengungkap perkembangan atau penghambat peningkatan kehidupan seperti kemerosotan kehidupan perkotaan, kemajuan pelayanan kesehatan, maraknya hiburan penuh maksiat, dan sebagainya. Â Â
Seseorang, yang selanjutnya kita sebut saja Brongkos, mengolah informasi-informasi begitu  menjadi pengetahuan dan menggunakannya untuk mengambil keputusan yang benar dan tepat waktu dalam menghadapi kendala-kendala dan memanfaatkan peluang-peluang. Sehingga, betapa pun gunung Sinabung meletus lagi dan perampokan semakin sering terjadi, misalnya, Brongkos dapat melangkah mendekati yang yang dirindu-rindukannya.
Jika ada yang bertanya apa yang membuat Brongkos bisa begitu, saya bayangkan, ia menjawab dengan mengutip Gabriel Marcel, "Aku berkomunikasi dengan diriku secara efektif hanya sejauh aku berkomunikasi dengan orang lain." Saya bayangkan begitu karena memang begitulah.
Hanya dengan berkomunikasi dengan orang lain seseorang dapat mengenali dirinya. Dan ketika seseorang mengenali dirinya, ia pun dapat mengenali ruang tempatnya berada. Ia juga bisa tahu apa yang harus dilakukannya dan bagaimana cara melakukannya. Jadilah hari ke hari hidupnya antisipatif, membaik, dan martabatnya menarik.
Namun, tidak ada seorang pun yang berhubungan baik dengan semua orang di seluruh dunia. Jangankan begitu, bisa dipastikan tak seorang pun warga sebuah kota kecil yang berhubungan baik dengan semua warga kota tersebut. Padahal, embusan napas dan gerak langkah orang-orang saling mempengaruhi. Embusan napas dan gerak langkah seseorang pun mempengaruhi cacing, tanah, rerumputan, hutan, angin gunung, debur ombak, bahkan bentangan langit. Begitu pula sebaliknya.