Ahmad Yani
Jenderal TNI (Anumerta) Ahmad Yani (juga dieja A. Yani, Achmad Yani); (19 Juni 1922 – 1 Oktober 1965) adalah Menteri/Panglima Angkatan Darat (setingkat KSAD) yang merupakan salah satu Pahlawan Revolusi yang gugur sebagai korban tragedi Gerakan 30 September karena dibunuh dalam Gerakan 30 September saat penculikan dari rumahnya.
Riwayat hidup
Ahmad Yani lahir di Jenar, Purwodadi, Purworejo pada tanggal 19 Juni 1922 dari pasangan M. Wongsorejo dan istrinya Murtini. Keluarga ini bekerja di sebuah pabrik gula milik seorang Belanda. Mulanya Ahmad Yani menempuh pendidikan HIS di Purworejo hanya sampai kelas I, ia pindah ke HIS Magelang sejak kelas II. Ahmad Yani menamatkan HIS pada 1935 di Bogor dan meneruskan hingga MULO. Ia pindah ke Jakarta untuk menempuh sekolah AMS tapi terhenti karena perang dunia II.
Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah menengah untuk menjalani pendidikan wajib militer sebagai tentara Hindia Belanda. Sebagai calon perwira, ia mengambil kecabangan/bidang topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terputus karena invasi Jepang pada tahun 1942. Di tahun yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.
Ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang, Ia sempat ditangkap oleh pasukan Dai Nippon di Cimahi. Namun ia bebas dan Ahmad Yani kembali ke Purworejo. Pada tahun 1943, ia bergabung menjadi anggota PETA (Pembela Tanah Air) yang dibentuk oleh penguasa Jepang waktu itu dan menjalani pelatihan lanjut di Magelang. Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton PETA dan menerima pendidikan di Bogor, Jawa Barat. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur tentara.
Pada tanggal 5 Desember 1944, ia menikah dengan Bandiah Yayu Ruliah, yang dulu pernah menjadi guru mengetiknya. Dari perkawinan ini kelak mereka dianu¬gerahi delapan orang anak.
Kontribusi Ahmad YaniÂ
Dalam perjalanan hidupnya, Ahmad Yani menunjukkan kepiawaian sebagai komandan militer Republik Indonesia sejak tahun 1945. Salah satu momen penting adalah ketika ia berhasil menghalau pasukan Inggris yang memasuki Magelang pada tanggal 21 November 1945, dengan bantuan pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan laskar pemuda yang dipimpinnya. Meskipun hanya satu kompi tentara Inggris yang berhasil lolos, Ahmad Yani telah menunjukkan keberaniannya.
Pada tahun 1949, Ahmad Yani memainkan peran penting dalam menghadapi tentara Belanda selama Serangan Umum 1 Maret. Ia memimpin Brigade IX yang wilayah operasionalnya terbentang dari Kedu utara hingga Semarang barat. Anak buahnya aktif menunda perjalanan pasukan Belanda ke Yogyakarta, menghancurkan pos-pos Belanda di jalur yang menghubungkan Yogyakarta dengan Jawa Tengah, dan menjadikan sektor utara Magelang sebagai garis pertahanan yang tidak dapat ditembus.
Karier militer Â
Setelah Kemerdekaan Indonesia, Yani bergabung dengan tentara republik yang baru terbentuk untuk berjuang melawan Belanda yang membonceng sekutu. Selama bulan-bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan, Yani memimpin batalion tentara dan menang dalam pertempuran melawan tentara Inggris di Magelang. Yani kemudian juga mempertahankan Magelang dari tentara Belanda dan mendapat julukan "Juru selamat Magelang". Pencapaian yang juga menonjol dari karier Yani di masa ini adalah serangkaian serangan gerilya yang digencarkan pada awal tahun 1949 untuk mengalihkan perhatian tentara Belanda, sementara Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Letnan Kolonel Soeharto mempersiapkan rencana Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
Tahun 1950-an merupakan puncak karir militer Ahmad Yani. Ia memimpin Banteng Raiders, satuan khusus TNI AD yang dipercaya menumpas kekuatan separatis seperti DI/TII dan PRRI/Permesta, serta aktif dalam pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1955-1956, Ahmad Yani juga mengikuti pelatihan militer di Amerika Serikat dan Inggris, menunjukkan komitmennya untuk memajukan karirnya sebagai panglima militer.
Menumpas pemberontakan DI/TII
Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, Ahmad Yani diserahi tugas untuk melawan tentara pemberontak DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang kala itu dipimpin oleh Kartosuwiryo yang membuat kekacauan di daerah JawaTengah.Ketika itu dibentuk pasukan Banteng Raiders yang diberi latihan khusus hinggapasukan DI/TII pun berhasil dikalahkan. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia kembali ke Staf Angkatan Darat.
Akhir hidup Sang Jendral
Situasi politik di Indonesia berubah drastis pada tahun 1965. PKI mulai mendominasi kursi parlemen dan kabinet, sementara Ahmad Yani menganjurkan pandangan dunia Pancasila yang berbeda dari doktrin komunis yang semakin mendominasi pemerintahan. PKI mengembangkan Kekuatan Kelima dan Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme) melalui Presiden Sukarno, yang meningkatkan ketegangan. Meski taat kepada Presiden, Ahmad Yani berupaya menghalangi program persenjataan massa PKI yang sebagian besar adalah buruh dan petani.
Tindakan ini membuat oknum PKI tidak puas dan melaporkannya kepada Presiden. PKI memandang Angkatan Darat sebagai penghalang terbesar bagi realisasi filosofi mereka. Untuk mengatasi hal ini, PKI menculik beberapa pemimpin Angkatan Darat, terutama Ahmad Yani. Pada saat penculikan terjadi, aparat keamanan presiden yang dipimpin Letkol Untung Syamsuri melaksanakan perintah presiden untuk menangkap Ahmad Yani, dan sekitar 200 tentara Tjakrabirawa menangkapnya secara paksa.
Meski berusaha sekuat tenaga, Ahmad Yani akhirnya ditembak mati oleh Sersan Gijadi. Penculikan tersebut terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 05.00 dan dikenal sebagai peristiwa G30S/PKI dalam sejarah Indonesia. Tubuhnya dibawa ke Lubang Buaya di pinggiran Jakarta dan bersama-sama dengan orang-orang dari jenderal yang dibunuh lainnya, disembunyikan di sebuah sumur bekas.
Tubuh Yani, dan orang-orang korban lainnya, diangkat pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya, sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan di Kalibata. Pada hari yang sama, Yani dan rekan-rekannya resmi dinyatakan Pahlawan dari Revolusi dengan Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 dan pangkatnya dinaikkan secara anumerta dari Letnan Jenderal untuk bintang ke-4 umum (Indonesia:Jenderal Anumerta). Saat ini, banyak kota di Indonesia memiliki jalan dengan nama Jenderal Ahmad Yani. Selain itu namanya diabadikan untuk Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani di Semarang. Nama besar Jenderal Ahmad Yani juga digunakan sebagai nama 2 buah universitas di Indonesia yaitu Universitas Jenderal Achmad Yani yang berada di Cimahi, Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang berada di Yogyakarta. Kedua Perguruan Tinggi tersebut berada di bawah naungan Yayasan Kartika Eka Paksi yang merupakan Yayasan yang dimiliki TNI Angkatan Darat dimana beliau mengabdi.
ReferensiÂ
Achmad Yani. 2013. Prajurit Patriot Sejati. Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat.Pour, Julius. 2010. Gerakan 30 September Pelaku, Pahlawan dan Petualang. Jakarta: Kompas Media Nusantara.Dinas Sejarah TNI AD (1981), Sejarah TNI-AD 1945–1973: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, XIII
Biografi Jenderal Ahmad Yani. 2023. Diambil dari https://www.inews.id/news/nasional/biografi-jenderal-ahmad-yani-perjalanan-pahlawan-revolusi-nasional/all
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H