Mohon tunggu...
hikma ulvia
hikma ulvia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Institut Agama Islam Al Mawaddah Warrahmah Kolaka

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Equility Crowdfunding (ECF) As A Financial Solution For MSMES During The Covid-19 Pandemic: An Interdisciplinary Analysis

6 Oktober 2023   09:22 Diperbarui: 6 Oktober 2023   09:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam jurnal utama pada penelitian Afra Hanifah Prasastisiwi dkk, ECF atau equity crowdfunding memberikan solusi pendanaan terhadap UMKM melalui sistem gotong royong dengan melakukan bagi hasil. Dalam hal ini, pemberi dana juga mendapatkan keuntungan secara sosial karena telah membantu dalam proses berkembangnnya sebuah UMKM, seperti dalam teori Karl Polanyi tentang hubungan antara keputusan ekonomi dengan lingkungan sosial seseorang. 

Karl Polanyi mengatakan relasi sosial telah ada dalam sistem ekonomi. Hal ini sama dengan investor yang berinvestasi ke ECF tidak hanya untuk kepentingan ekonomi saja. Polanyi juga membagi dua karakter individu yaitu explicit merujuk pada pengetahuan rasioanl yang terlihat dalam pilihan seseorang untuk memperoleh keuntungan dan terhindar dari kerugian. Adapun tacit adalah karakter pengetahuan individu personal yang orang lain sulit memahaminya secara langsung. Hal ini terlihat dalam alasan orang dalam membantu dengan mempertimbangkan kerugiannya.

Sedangkan dalam penelitian Melis menurut Karl Polanyi ekonomi masyarakat sebelum industri melekat pada institusi sosial, politik, dan agama. Dimana seperti halnya perdagangan , uang serta pasar tidak hanya bertujuan untuk mencapai keuntungan saja. Oleh sebab itu penentuan harga tidak berdasarkan dari permintaan dan penawaran melainkan pembentukannya melalui tradisi atau otoritas politik. Namun pada masyarakat maju pasarlah yang menentuan harga yang diatur dengan logika yang mengatakan bahwa tindakan ekonomi tidak mesti berkaitan dengan masyarakat. Hal ini tidak sejalan dengan teori Karl Polanyi tentang hubungan antara keputusan ekonomi dan lingkuan sosial seseorang yang terdapat dalam jurnal utama.

 Dalam jurnal penelitian Reza Adeputra Tohis dan Adlan Ryan Habibie    Tan Malaka menyebutkan pelopor terbentuknya ekonomi kapitalis yaitu adanya kelas borjuis yang memanfaatkan hukum terentu dengan ambisinya dalam memperbanyak kapital dalam bentuk uang. Seperti yang dijelaskan Karl Polanyi mereka juga merampas tanah garapan yang petani miliki untuk dijadikan lahan produksi sehingga petani tersebut terbebas dan hanya memiliki pekerja upahan sehingga dapat memunculkan sebuah kapitalisme. Hal ini bertentangan dengan jurnal utama yang menawarkan sebuah sosialisme sedangkan dalam jurnal penelitian Reza dan Adlan adannya pembentukan kapitalisme ekonomi oleh kelas borjuis.

Selanjutnya dalam jurnal penelitian Safrodin yang masi sejalan dengan jurnal utama dimana tradisi nyumbang mantu di Wates merupakan sistem budaya distribusi barang, redistribusi serta pertukaran pasar sebagai mana pengklasifikasian resiprositas oleh Karl Polanyi yang dikutip Haviland. Hal ini merupakan transaksi dua pihak dimana barang atau jasa yang disumbangkan adalah sama nilainya dengan yang dipertukarkan. Ini juga didasari dengan sebuah motif untuk memenuhi kewajiban sosial dan menambah kewibawaan sosial. Mengapa sejalan dengan jurnal utama? Karena kegiatan tradisi nyumbang mantu ini merupakan salah satu bentuk gotong royong yang biasa terjadi dibeberapa kalang masyarakat sosial. Namun tanpa adanya ikatan sosial yang sama antara kelompok ataupun individu maka resiprositas bisa saja tidak berlangsung. Hal inilah sebagai dasar Haviland mengatakan bahwa orang yang berresiprositas didorong atas keinginan dalam memenuhi kewajiban sosial dan harapan lainnya.

Dalam penelitian Oki Rahadianto Sutopo dan Nanda Harda Pratama Meiji, Polanyi (2003) mengatakan pasar tidak bisa mempertahankan ikatan-ikatannya lagi sehingga membuat hubungan sosial berangsur-angsur menghilang dimana pemuda hanya menjadi komoditas. Dapat dilihat dari berkembangnya perekonomian makro yang menjadi keberhasilan pemerintah namun nyatanya masih banyak pengangguran terdidik yang tidak mendapatkan pekerjaan. Berbanding terbalik dengan jurnal utama pada penelitian Oki dan Nanda dimana semakin punahnya hubungan sosial yang dapat meningkatkan jumlah pengangguran secara terus menerus, hal ini tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang sedang berlangsung.

Sebagaimana dalam penelitian Nur Utaminingsih Polanyi mengatakan mekanisme utama dari dinamika transnasional dalam konsep double movement-nya, dimana pemerintah tidak mampu melindungi masyarakat lokalnya karena dibebani rencana proyek dalam kuasa pemerintah internasional. Sedangkan masyarakat lokal hanya dapat dijamin perlindungannya dalam upaya perlindungan ekonomi nasional.

Selanjutnya dalam penelitian Lala Mulyowibowo Kolopaking, dkk dimana Dalton merujuk krmbali kesimpulan dari Polanyi yang mengatakan bahwa budaya pasaran masyarakat yang bercirikan resiprositas dan redistribusi  yang bertujuan untuk mendapatkan barang serta memenuhi kebutuhan sosial. Seperti yang terjadi pada masyarakat Maluku Tengah dimana proses pasaran berkaitan erat dengan hubungan ikatan darah. Seperti yang diketahui masyarakat yang ada disana tidak memiliki hubungan kedekatan melainkan mereka saling memiliki rasa satu keturunan.[6] Pada penelitian ini masih berkaitan dengan jurnal utama dimana pasarannya dilakukan dengan pertukaran melalui unsur timbal balik antara individu maupun kelompok dan adanya pendistribusian kembali pendapatan nasional untuk masyarakat yang layak menerimanya.

Dalam penelitian Dedi Mulyanto, dalam buku Polanyi apabila orang yang hidupnya tidak terjamin dan  tanpa fasilitas beramai-ramai menuju ke kota guna mencari makan sedangkan pabrik-pabrik modern baru memulai peran sejarahnya. Hal ini sesuai hukum penawaran dan permintaan buruh boleh diupah sekecil mungkin. Itulah yang menyebabkan terjadinya peningkatan luar biasa dalam produksi barang dan hanya orang elit yang menikmati kemakmuran. Akibatnya banyaknya kasus kemiskinan brutal yang terjadi, kelaparan, dan cacat kecelakaan kerja, serta mati muda di kalangan kelas pekerja.[7] Hal ini berbanding terbalik dengan jurnal utama dimana dalam penelitian ini tidak ada unsur resiprositas maupun redistribusi sama sekali. Hukum penawaran maupun permintaan ini hanya akan marugikan para buru yang dapat merusak fisik maupun fsikis setiap buru yang bekerja dalam pabrik tersbut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun