Bukan sifatku yang mudah terkejut. Meskipun sempat terbelalak dengan yang terlihat di hadapanku.
Luka bekas operasi tempurung kepala  tampak membelah hampir setengah kepalanya, secara melintang. Seruni pun hanya memiliki separuh mahkota. Separuhnya lagi tak ada rambut di sana.
Segera kututup kembali jilbab istriku. Â Seruni menundukkan wajah semakin dalam. Wajahnya berubah lebih malu dari sebelumnya.
"Maafkan aku, ya, Bang," ucapnya.
Aku memeluknya. "Untuk apa maaf?"
"Aku cacat."
"Kau pikir aku sempurna?" Semakin erat aku memeluknya. "Cukup jadi istriku yang sholehah dan jadi anak ibuku yang baik."
Seruni menatap wajahku.
"Doakan abang, supaya jadi suami yang baik, ya."
Seruni mengangguk.
Memilih bahagia salah satunya mungkin memanusiakan manusia. Ini bagi manusia yang mengaku manusia. Kalau ia berkekurangan, maka aku pun demikian. Jika ia menuntut kesempurnaan ... sesungguhnya hanya Allahlah Sang Maha Sempurna dan tak akan ia dapatkan satu kesempurnaan pun dalam diriku.