Wacana rencana pemerintah mengenakan pajak 12% menggelinding kemana-mana, membuat masyarakat akhir-akhir ini terus bertanya-tanya bagaimanakah pemerintah akan mengatasi efek kebijakan menaikan pajak 12 %. Situsi ini tentu saja membuat masyarakat dan pasar dilema mengenai ekonominya nanti memasuki tahun baru 2025. Apalagi ditambah situasi ekonomi global yang tidak pasti akibat perang dagang Tiongkok-Amerika, belum lagi perang Rusia dan Ukraina membuat sejumlah negara mulai melihat kembali kebijakan luar negerinya masing-masing. Tidak terkecuali Indonesia, sebagai negara dengan kebijakan ekonomi terbukanya tentu saja tidak lepas dari dampak sistuasi global. Pemerintah Indonesia sudah pasti telah membaca dan mengantisipasi dampak global terhadap ekonomi dalam negeri serta mengeluarkan serangkaian kebijakan bagi ketahanan ekonomi nasional.Â
Adanya fenomena global ekonomi, sudah seharusnya pemerintah membuat kebijakan perlindungan ekonomi yang berjangka panjang bagi masyarakat dan pasar. Â Secara teknis kebijakan pemerintah dalam menangani persoalan ekonomi dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal dan moneter, Â tujuannya mengurai persoalan dan menjaga stabilitas ekonomi. Â Kebijakan pemerintah berperan sebagai stimulus ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang, demikian pun dengan keputusan pemerintah menaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% menjadi 12% dari sebelumnya 11%.Â
Kenaikan PPN tidak serta merta diputuskan begitu saja, dibalik itu ada kepentingan nasional di dalamnya, tetapi kebijakan diambil harus melewati analisis mendalam terhadap situasi ekonomi makro dan mikro. Setiap kebijakan mestilah mempunyai dampak baik positif dan negatif bagi ekonomi nasional. Untuk itu proses pengambilan kebijakan perlu melibatkan sejumlah pihak terutama akademisi, perwakilan masyarakat, dan pelaku ekonomi. Â
Masyarakat dan pasar adalah objek yang terdampak dari kebijakan pemerintah menaikan PPN, dalam moment ekonomi masyarakat diposisikan sebagai consumers, sedangkan pasar ialah pelaku ekonomi yang berlaku produsen dan distributor. Hubungan antara moment atau masyarakat dan pasar, bersifat simbiosis mutualisme atau saling mempengaruhi satu sama lain. Sedikit peristiwa ekonomi, sosial, dan politik bisa mengganggu hubungan antara masyarakat dan pasar atau distorsi. Di situasi ini pemerintah menjadi regulator menjaga berjalannya stabilitas ekonomi.Â
Hubungan antara masyarakat, pasar dan pemerintah sudah terekam jauh sebelumnya oleh Adam Smith. Dia menetapkan hukum gravitasi berdasarkan permintaan dan penawaran, jika adanya intervensi pemerintah akan mengganggu hukum gravitasi, tetapi bagaimanakah hubungan kenaikan PPN dapat mengganggu hukum gravitasi Adam Smith? Sebelumnya mari kita telusuri sedikit pemikiran Adam Smith lewat teori nilai tukar komoditas. Dimana nilai tukar dari suatu komoditas diukur melalui biaya upah, sewa, tenaga kerja, dan modal, atau disebut sebagai biaya produksi.
Berdasarkan teori nilai tukar komoditas Adam Smith kita bisa menyimpulkan nilai tukar komoditas tergantung biaya produksi komoditas, artinya jika biaya lain ditambahkan ke dalam suatu produksi komoditas maka nilai tukar komoditas akan meningkat. Secara stastistik kenaikan ini bersifat positif saling mempengaruhi. Â Sekarang bagaimana dengan pemberlakuan PPN 12% oleh pemerintah? Dari syarat material nilai tukar komoditas yang di ajukan Adam Smith, dengan demikian akan menambah peningkatan nilai tukar komoditas. Dampak atas penambahan biaya seperti PPN sudah pasti meningkatkan biaya produksi, secara langsung peningkatan biaya produksi ikut mempengaruhi pasar produsen dan distrubusi dengan menaikan harga atau nilai tukar komoditas. Akhir dari kebijakan menaikan PPN adalah Masyarakat sebagai consumers yang ikut terbebani dari kenaikan harga komoditas.
Sejumlah premis di atas adalah ilustrasi ilmiah sementara bila kenaikan PPN di berlakukan secara keseluruhan pada semua aktivitas ekonomi oleh pemerintah, kendati demikian, menaikan PPN membutuhkan sejumlah pertimbangan dan perhitungan matang-matang oleh pemerintah. Dalam alam pemikiran pemerintah, kebijakan menaikan PPN bertujuan untuk kepentingan nasional yaitu meningkatkan penerimaan nasional, menutup defisit anggaran pembangunan, dan sebagai sarana ekonomi politik negara. Alasan tersebut masuk akal karena sebagian besar anggaran pembangunan di danai lewat penerimaan pajak. Â
Meskipun begitu terhadap kebijakan pemerintah melalui PPN yang menyasar masyarakat dan pasar sebagai objek patut mempertimbangkan situasi ekonomi masyarakat dan pasar. Apalagi setelah dilanda covid 19 masih tersisa dampaknya kepada ekonomi masyarakat dan pasar yang belum pulih sepenuhnya. Belum lagi tingkat kemiskinan di Indonesia yang masih tinggi membuat kondisi ekonomi masyarakat akan semakin tertekan. Dampak ekonomi dari kebijakan menaikan PPN terhadap kemiskinan dikhawatirkan akan menciptakan apa yang disebut Ragna Nurse lewat teori lingkaran kemiskinan. Hal ini adalah dampak yang tidak diinginkan terjadi di Indonesia akibat salah kebijakan. Sementara kita masih berjuang mengangkat pendapatan perkapita masyarakat dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H