Setiap hari dia selalu duduk di bangku taman, menunggu dan menunggu lelaki yang semenjak kejadian itu menghilang di taman.
Entah kenapa malam itu dia menghilang tanpa meninggalkan jejak bayangan sedikit pun pada setiap orang.
Ketika bangku itu kosong, taman menjadi tak berpenghuni, selalu muncul kupu-kupu dengan corak kuning hitam di kedua sayap, kadang kupu-kupu itu sering membawa teman-temannya dari taman kampung sebelah.
Suatu kali pertemuan di taman ini, pernah Febri si lelaki mengatakan dia ingin seperti kupu-kupu. Ibunya sering bercerita tentang kupu-kupu, laksana malaikat kecil di turunkan tuhan di waktu fajar datang untuk memberi kehangatan, keceriaan, kehidupan baru.
Kini cerita ibu hanya menjadi dongeng pengantar tidur, saat fajar naik menyigsing di setiap sudut kota setiap bangunan baru akan muncul. Melengserkan kehidupan lama sekitarnya
Di kota ini Febri tak pernah melihat lagi kupu-kupu berterbangan rendah di atas kepala , menari-nari menunjukkan keindahan kedua sayap, menghisap kumbang di dari bunga lili.
Anak-anak kecil tak lagi mengejar kupu-kupu. Di waktu kecil ia selalu berusaha menangkap kupu-kupu saat mereka sedang asik mendarat di atas bunga-bunga.
Langkah kaki mengendap-ngendap seperti pencuri, saat anak-anak kecil mencoba meraih kupu-kupu.
Tawa manusia tertambat di taman ini, anak kecil sampai orang dewasa, setiap hari tawa-tawa berhamburan keluar di udara dari kedua bibir mereka.
Tetapi sekarang orang-orang dewasa jadi pemarah, anak-anak kecil selalu berusap air mata. Setiap hari kupu-kupu di taman terus berkurang, sampai datang waktu semua tak lagi kelihatan.
Taman sebelah tidak kelihatan lagi kupu-kupu , taman itu pun sudah berubah menjadi kawasan pusat belanja manusia.