Mohon tunggu...
hifdhiatullutfiatum
hifdhiatullutfiatum Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Hobi Memasak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tabir Di Balik Kebudayaan Kata "PAMALI"

14 Desember 2024   08:45 Diperbarui: 14 Desember 2024   08:45 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi masyarakat sunda kata "Pamali" sudah tidak asing lagi.karena leluhur etnik Sunda, para karuhun, nenek moyang,menurunkan soal itu semua, dan dalam kegiatan sehari hari yang kita lakukan bisa menyebabkan kata tersebut terucap dari orang lain terkhusus dari orang tua yang ada di sekitar kita.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pamali artinya pantangan atau larangan berdasarkan adat  dan kebiasaan turun temurun, dan akan mendatangkan malapetaka bagi orang yang melakukannya. Sedangkan menurut Matthews (1997) dalam The New Oxford Dictionary pamali adalah kata-kata yang diketahui oleh penutur,namun penggunaanya dihindari dalam Sebagian atau semua bentuk atau konteks dalam sebuah tuturan karena alas an agama,kepantasan,kesantunan,dan sebagainya.Dan dalam Kamus Basa Sunda kata pamali yang artinya adalah "larangan sepuh anu maksudna teu meunang ngalakukeun hiji pagawean lantaran sok aya matakna" yang artinya tidak boleh melakukan perbuatan tertentu karena nanti akan ada akibatnya.Sehingga pamali merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai moral,kepercayaan,dan simbol kebudayaan.

Menurut Beni Ahmad Saebani dalam Ilmu Sosial Dasar (Bandung,Pustaka Setia,2015:27-28) Definisi kebudayaan merupakan komponen penting dalam kehidupan masyarakat karena menyangkut cara hidup dalam pola pikir dan pola perilaku manusia.
Dalam bahasa Sansekerta, kebudayaan berasal dari kata buddhayah atau buddhi, yang artinya akal, Dengan demikian, kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan akal manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Dalam bahasa Inggris kebudayaan adalah culture atau kultur dalam bahasa Indonesia.
Menurut E.B. Taylor, kebudayaan mencakup hal-hal berikut.
1. Pengetahuan, artinya kebudayaan berhubungan dengan akal manusia yang terkait dengan sistem berpikir.
2. Kepercayaan, artinya kebudayaan berhubungan dengan rohaniah dan keyakinan manusia kepada sesuatu yang metafisik dan teologis.
3. Kesenian, artinya kebudayaan berhubungan dengan kreasi estetis manusia
4. Moral, artinya kebudayaan berhubungan dengan perilaku baik dan buruk yang dilakukan manusia sebagai sistem nilai.
5. Hukum, artinya kebudayaan berkaitan dengan norma hukum yang menjadi peraturan hidup bermasyarakat dan bernegara.
6. Adat istiadat, artinya kebudayaan dibentuk oleh kesepakatan terhadap norma sosial yang berlaku turun-temurun yang telah lama dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
7. Agama, artinya kebudayaan berhubungan dengan kehadiran agama yang ajarannya membentuk simbol-simbol ritual penganutnya yang memiliki arti tersendiri.
Seringkali di benak kita bertanya tanya setelah orang berucap kata pamali,apa yang melandasi orang tersebut bisa mengatakan hal demikian,kok bisa?,apa maksud dari ucapannya itu?.Namun Ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut di utarakan,mereka senantiasa berlindung di balik kata-kata "lamun ceuk kolot pamali nya pamali, turutkeun tong sok kudu nanya naha sagala".Yang artinya "kalau kata orang tua pamali ya pamali,turutin jangan harus nanya kenapa segala". Dan sekalipun mereka menjelaskan alasannya itu kadang tidak rasional dan perkataannya masih ambiguitas.Sedangkan di generasi zaman modern ini hal tersebut akan di anggap tidak logis,tidak akan di anggapnya malapetaka-malapetaka yang senantiasa di katakana atas konsekuensi dari perbuatan pamali yang di langgar tersebut.Sehinggga kata "pamali" di zaman sekarang ini hanyalah sebuah kata warisan yang di turunkan secara turun temurun dari orang tua zaman dulu.

Dunia dewasa ini,Jika kita telusuri dari beberapa hal  familiar yang di labeli "Pamali" Seperti Jangan Duduk di depan pintu nanti susah jodoh atau seret rezeki,Ketika makan jangan mengangkat piring di atas tangan nanti orang yang kita suka bisa di rebut orang,dsb.

Rasionalisasinya hal-hal tersebut dengan malapetaka yang akan di hadapi based on a true story (berdasarkan kisah nyata).

Seperti jika ada orang yang duduk di depan pintu selain mengganggu mobilitas orang lain yaitu jika  ada orang yang mau berkunjung untuk memberikan hantaran dan memiliki kepribadian introvert (pemalu),lantas orang tersebut kembali pulang mengurungkan niatnya karena merasa malu melihat ada orang yang tengah duduk di depan pintu maka,orang yang duduk di depan pintu sudah menghalangi rezeki yang akan diperoleh.

*Ketika kita makan mengangkat piring ,di simpan di atas tangan dan ketika sedang asyik menyantap hidangan peluang piring untuk tergelincir sangat besar sehingga,hal tersebut malah akan berakibat kita memubazirkan makanan dan juga harus membersihkan makanan yang sudah tumpah tersebut. Dan juga hal ini akan di cap tidak sopan karena bertentangan dengan Tatakrama/Etika Makan (Table Manner)

Karena hal mengangkat piring ketika makan ini umum terjadi jika makan lesehan tanpa ada meja, adapun cara yang seharusnya yaitu piring di simpan di lantai terus nyendokin satu persatu. Sendoknya yang nyamperin ke mulut, bukan mulut kita yang nyamperin ke piring.
Melansir dari detik food Jakarta - Perkara angkat mangkok soto saat sedang makan bareng gebetan. Wanita ini dicap tak sopan bahkan sampai disuruh pisah tempat duduk.
Masalah etika makan memang berbeda di setiap tempat makan hingga daerah. Misalnya makan di restoran mewah dengan konsep fine dining, tentunya ada etika makan yang berlaku. Tapi rupanya etika makan ini tak hanya berlaku di restoran mewah saja.Tapi etika atau tata cara makan soto saja bisa memancing perdebatan sampai dicap tak sopan.

Sehingga masa PDKT yang seharusnya bisa saling mendekatkan dan menciptakan kesan terbaik bagi satu sama lain namun gara-gara hal sesederhana Tatakrama ketika makan bisa menyebabkan bubar di tengah jalan.

Jadi moral dari kisah-kisah nyata tersebut sudah seharusnya dimanapun,kapanpun dan bersama siapapun kita harus bisa menjaga attitude (sikap) dan nilai-nilai sopan santun.
Sugara dan Perdana (2021) mengemukakan bahwa pamali dapat dinilai sebagai nilai pendidikan karakter. Pendidikan karakter tersebut berupa nilai moral dan sosial. Nilai-nilai tersebut akan memberikan dampak positif bagi generasi muda yang mulai meninggalkan budaya lokal. Bagaimana tidak dari hal -hal yang di labeli "pamali" jika di tinjau lebih dalam seperti apa yang sudah di paparkan di atas suatu kegiatan yang di katakan pamali ternyata memang bermaksud untuk mendisiplinkan kita dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai moral,etika,dan sosial.

Oleh sebab itu,kita bisa terus melestarikan budaya "Pamali" ini untuk generasi selanjutnya namun tentunya harus di perbarui lagi sistem penyampaiannya bisa dikemas dengan kata kata yang gamblang agar tidak menjadi suatu hal yang elusif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun