Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air (SK. Menhut No 52/Kpts-II/2001). Berdasarkan tingkat kerusakannya baik kerusakan fisik maupun kimiawi, tingkat bahaya erosi, longsoran dan sebagainya, lahan kritis dapat diklasifikasikan menjadi empat macam yaitu : potensial kritis, semi kritis, kritis dan sangat kritis.
Meningkatnya laju deforestasi hutan di Indonesia akibat penebangan hutan yang tidak terkendali dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian maupun pertambangan menjadikan luasan lahan kritis semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan laju deforestasi dari tahun 1990-1997 sebesar 1,6 – 2 juta ha/tahun (Menteri Kehutanan, 2000), dan tahun 1997 – 2000 untuk 5 pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi dan Irian Jaya, dikawasan hutan sebesar 2,83 juta ha/th dan diluar kawasan hutan 0,63 juta ha/th (Departemen Kehutanan, 2003). Sementara itu sejalan dengan meningkatnya laju deforestasi, luas lahan terdegradasi tercatat mencapai sekitar 48,5 juta ha, terdiri dari 26,6 juta ha lahan terdegradasi di dalam kawasan hutan (Anonymous, 2000). Laporan lain menyatakan bahwa luas lahan terdegradasi di dalam kawasan hutan sekitar 54,6 juta ha dan diluar kawasan hutan sekitar 41,7 juta ha (Departemen Kehutanan, 2002) yang tersebar pada berbagai tipe dan fungsi hutan.
Peningkatan laju deforestasi yang berakibat semakin luasnya lahan kritis menuntut upaya-upaya alternatif untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan habitat satwa. Upaya peningkatan produktifitas lahan kritis menjadi sangat penting untuk diprioritaskan sehingga jumlah lahan kritis di Indonesia tidak semakin bertambah dan lahan kritis yang ada dapat ditingkatkan kemanfaatannya. Upaya untuk mengatasi masalah lahan kritis antara lain dilakukan dengan menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Keberhasilan penerapan teknik konservasi tanah dan air dalam rehabilitasi lahan terdegradasi sangat tergantung pada kesesuaian dan kemampuan lahan, kemudahan diterapkan, bisa diterima oleh masyarakat, murah dan sejalan dengan prinsip-prinsip social forestry. Salah satu metode konservasi tanah dan air yang banyak direkomendasikan adalah metode vegetatif. Metode ini dipilih karena bisa menekan laju erosi dan meningkatkan produktifitas lahan. Contoh dari penerapan metode vegetatif ini adalah penanaman tanaman penutup tanah, penananaman dalam strip, pergiliran tanaman dan pemanfaatan mulsa dari sisa tanaman. Berkenaan dengan hal tersebut tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mensosialisasikan teknik konservasi tanah dan air dengan menggunakan metode vegetatif yaitu dengan penanaman tanaman cover crop (penutup tanah) dengan menggunakan tanaman bawah jenis Mucuna Sp. Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini, teknik tersebut dapat diterapkan dalam upaya merehabilitasi lahan terdegradasi sehingga fungsi hutan bisa kembali seperti peruntukannya.
Tanaman leguminosae merupakan tanaman yang banyak digunakan untuk meningkatkan produktifitas tanah. Kelebihan tanaman ini dibanding tanaman lain adalah mempunyai kandungan unsur N yang tinggi karena kemampuannya mengikat nitrogen, memiliki bahan organik (produksi biomassa) yang tinggi dan mudah terdekomposisi. Penanaman tanaman leguminosae sebagai tanaman penutup tanah (cover crop) pada areal lahan kritis akan membantu mengurangi erosi, menambah bahan organik tanah dan mengurangi kepadatan tanah. Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam upaya memperbaiki kualitas lahan dengan tanaman leguminosae sebagai tanaman penutup tanah dipilih jenis-jenis yang mempunyai pertumbuhan yang cepat sehingga bisa dengan cepat menutup permukaan tanah yang gundul, tumbuh dengan menjalar atau merambat di permukaan tanah, sistem perakaran menyebar kesamping dan mempunyai kemampuan dapat menggemburkan tanah.
Salah satu jenis tanaman leguminosae yang baik digunakan untuk tanaman penutup tanah adalah Mucuna sp (mukuna). Tanaman ini memiliki nama daerah yang bermacam-macam, seperti koro benguk (Jawa), kowas (Sunda) dan kekara juleh (Maluku). Mukuna merupakan jenis tanaman terna pemanjat dengan batang berbentuk bulat kecil warna hijau kekuningan dengan panjang mencapai 2-18 cm. Memiliki banyak akar yang panjangnya mencapai 7-10 m dan daun bertipe majemuk berbentuk segitiga dengan panjangmencapai 10 cm, pada tiap tangkai terdiri dari tiga lembar daun. Stipula cepat rontok berukuran panjang 0.5 cm, permukaan stipula bagian luar berrambut putih dan bagian dalamnya halus; anak-anak daun yang muncul dari bagian samping cabang memiliki bentuk yang asimetris (dapat berbentuk bulat telur sungsang, belah ketupat, bulat telur atau jorong) dengan panjang daun berkisar antara 5-7 cm dan lebar 3-5 cm, sedangkan anak-anak daun yang muncul dari ujung cabang memiliki bentuk yang simetris, ujung daun runcing sampai meruncing, pangkal daun membulat, daun dilapisi rambut-rambut pipih-tipis-pendek berwarna abu-abu atau perak yang akan berubah menjadi hitam ketika daun tua. Perbungaan majemuk aksiler berbentuk tandan yang panjangnya 32 cm; daun-daun tangkai memiliki bangun segitiga sempit sampai jorong, panjangnya 5 - 10 mm dan umumnya cepat gugur; panjang tangkai daun 1,5-10 mm serta terdapat 2 anak tangkai daun berukuran panjang 10 mm dan lebar 2 mm di dekat daun kelopak; daun kelopak berbentuk lonceng, terdiri dari 5 daun kelopak. Benang sari 10, bertungkai dua (diadelphous). Buah menggerombol pada batang, panjang buah mencapai 5-8 cm, mengandung 5-7 biji.
Manfaat Mukuna(Mucuna Sp)
Tanaman penutup tanah jenis Mucuna Sp banyak direkomendasikan untuk dipakai dalam memperbaiki kualitas lahan terdegradasi. Hal tersebut didasari oleh sifat unggul Mucuna Sp dibandingkan jenis yang lain diataranya adalah :
1.Tanaman Mucuna Sp mampu tumbuh dengan baik pada kondisi tanam asam (pH 5) sampai basa (pH 8), dengan kondisi tanah yang miskin hara tanaman ini mampu menghasilkan bahan organik dari sisa-sisa tanaman sebesar 1,75 ton/ha (Kurnia et al, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan FAO (1990), selama kurun waktu satu tahun mukuna dapat menghasilkan 35 ton/ha dan dapat menggantikan 150 kg nitrogen ke dalam tanah.
2.Teknik budidaya sangat sederhana, bisa ditanam dari biji secara langsung tetapi untuk mempercepat perkecambahan sebelum ditanam terlebih dahulu biji direndam dengan air selama kurang lebih 12 jam. Dalam kurun waktu 140-150 hari bisa dilakukan pemanenan sehingga dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman.
3.Mempunyai kemampuan untukmenutup tanah dalam waktu yang relatif singkat, dalam kurun waktu 140 hari dapat menutup tanah 90%. Dengan kemampuan tersebut kondisi fisik tanah bisa diperbaiki dengan cepat, laju erosi utamanya pada lahan miring bisa diperkecil. Penutupan tanah oleh tajuk mukuna yang rapat akan meningkatkan intersepsi air hujan ke dalam tanah serta mengurangi kecepatan aliran permukaan dan tumbukan air hujan sehingga erosi berkurang.
4.Kandungan bahan organik dari sisa biomassa yang terdekomposisi menjadi meningkat sehingga bila digunakan pada lahan pertanian, hasil panen pada rotasi tanam berikutnya diharapkan lebih meningkat. Penutupan tanah yang dilakukan dengan cepat oleh mukuna dapat menghambat pertumbuhan alang-alang dan gulma lain yang mengganggu tanaman pokok sehingga meringankan kerjaan petani.
Penanaman mukuna pada lahan kritis yang tandus dapat memperbaiki kualitas tanah baik dari segi sifat fisika maupun sifat kimianya. Dari segi sifat fisika tanah, penanaman mukuna akan menjadikan struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur sehingga memperlancar sirkulasi udara dalam tanah. Bongkahan tanah yang padat akan dihancurkan dengan perakaran. Bagian tanaman seperti daun akan dengan cepat terdekoposisi dan dari proses dekomposisi akan dihasilkan senyawa kimia yang berfungsi sebagai pemantap agregat. Aktifitas mikroorganisme (jamur, bakteri, insecta dan cacing tanah) akan memperbaiki porositas tanah yang menjadikan drainase tanah lebih baik.
Sisa-sisa tanaman mukuna yang dikembalikan lagi ke tanah merupakan sumber bahan organik. Dengan meningkatnya kandungan bahan organik akan meningkatkan kandungan unsur hara, meningkatkan KTK tanah, mengurangi unsur Al dan Fe dan meningkatkan nilai pH. Dari hasil penelitian Talaohu et al, (1994) menyatakan bahwa penanaman mukuna bisa memperbaiki sifat kimia tanah yaitu : (1) meningkatkan nilai pH tanah dari 4,2 menjadi 4,5.Kadar pH tanah menentukan dalam mudah tidaknya tanaman dalam menyerap unsur hara. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH netral. Dengan kondisi pH tanah yang rendah unsur P tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi oleh Al sehingga kadar pH tanah perlu dinaikkan agar unsur-unsur hara seperti P mudah diserap tanaman. Salah satu metode untuk menaikkan pH tanah adalah dengan pengapuran ; (2) meningkatkan C-organik dari 1,48% menjadi 1,83%. Meningkatnya kandungan C-organik disebabkan oleh dekompsisi biomassa tanaman menjadi bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah akan semakin mudah bagi tanaman untuk menyerap unsur hara ; (3) meningkatkan K-tersedia dari 0,07 me/100 gr menjadi 0,14 me/100 gr. Unsur K (kalium) merupakan unsur makro tanaman yang berfungsi sebagai pengatur pernafasan dan penguapan melalui pembukaan stomata, mempengaruhi proses fisiologis dan metabolik dalam sel. Unsur K diperlukan dalam proses fisiologis tanaman dan proses metabolisme dalam sel, mengatur pernafasan dan penguapan, meningkatkan daya tahan pada serangan hama dan kekeringan serta untuk menunjang perkembangan akar ; (4) meningkatkan KTK dari 4,92 menjadi 5,19 me/100 gr. Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.
Semakin meluasnya areal lahan kritis menuntut upaya-upaya rehabilitasi agar fungsi hutan bisa berfungsi sesuai peruntukannya. Salah satu metode untuk meningkatkan tingkat keberhasilan rehabilitasi adalah dengan menggunakan metode konservasi tanah dan air denganteknik vegetatif. Tanaman leguminosae banyak direkomendasikan untuk merehabilitasi lahan kritis karena dianggap mampu mengatasi permasahan utama lahan kritis yaitu tingkat ancaman bahaya erosi dan tingkat kesuburan yang rendah. Mukuna merupakan salah satu tanaman leguminosae yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan produktifitas lahan kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H