Mohon tunggu...
Michel Irarya
Michel Irarya Mohon Tunggu... Lainnya - IT

Cumi ingin nulis, itu saja!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tonton Liga Inggris! Lupakan PSSI

18 Maret 2016   13:21 Diperbarui: 18 Maret 2016   13:41 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo by: www.standard.co.uk"][/caption]Bukannya tidak nasionalis, tapi kisruh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang tak kunjung reda lama-lama bikin saya jadi bosan sendiri. Sudah satu tahun tidak ada kompitisi sepakbola yang agak bergengsi di Indonesia. Kompitisi macam Piala Presiden, Piala Sudirman, atau bergulir Piala Gubernur Kaltim, dan lain sebagainya bak iseng-iseng berhadiah untuk mengisi kekosongan saja, tidak punya nilai jual sama sekali dan jauh dari kata menarik.

Sebagai insan sepakbola Indonesia saya cukup sabar menunggu, berharap kisruh Induk sepakbola Nasional PSSI segera dibenahi dan kompetisi utama segera digulirkan secara professional. Namun apa daya panasnya Liga Utama inggris merebut segala-galanya dari saya, perhatian, tenaga, emosi, bahkan uang untuk sekedar beli paket internet agar bisa live stream. Hal ini membuat saya hampir melupakan kisruh PSSI, dan ketika saya sadar, saya tahu saya sudah makin cinta terhadap Liga Inggris.

Hal ini tentu saja bukan tanpa sebab, jika kalian mengikuti Liga Inggris musim ini saya yakin kalian akan merasakan hal yang sama, kecuali kalian tidak suka sepakbola, itu lain cerita. Lihat bagaimana Chelsea sang juara bertahan, kini bisa berada di urutan sepuluh. Dan entah pakai ilmu apa tiba-tiba Leicester City  Tim antah berantah jadi kandidat kuat kampiun liga inggris musim ini. Tim-tim besar semacam Arsenal, Manchester City dan Manchester United sudah kehilangan peluang juara, dan bertarung habis-habisan memperebutkan tiket Liga Champions Eropa musim depan.

Dalam sebuah kompitisi sepakbola mungkin tak ada yang lebih menarik selain melihat kompetisi yang benar-benar kompetitif, dalam artian hampir semua klub merata secara kekuatan dan peluan juara. Tapi akui saja, apapun tim yang kalian dukung saat ini, kalian pasti ingin Leicester juara, iya kan.

Hal serupa juga pernah kita alami ketika Indonesia Super League (ISL) masih bergulir. Dulunya ISL bisa dibilangan sangat kompetitif, semua tim, bahkan tim yang baru promosi punya kekuatan untuk bersaing dengan tim kuat lainnya. Tak hanya itu, pertandingan-pertandingan panas kerap dihadirkan. 

Kalau di Inggris punya Derby Manchester, Indonesia punya Persija vs Persib yang selalu panas didalam maupun diluar lapangan. Di Spanyol ada El-Classico, Indonesia punya Persebaya vs Arema. Tim-tim kuat seperti Persipura atau Arema juga bukan jaminan juara. Atmosfer sepakbola Indonesia hemat saya malah lebih kompetitif dibanding liga Jerman yang didominasi Bayern Munchen.

Tapi semua berubah ketika PSSI dibekukan pada 2015 lalu. Saat  itu kompitisi paling panas di Negeri ini, ISL, tidak bisa bergulir sebab lantaran sudah tidak punya tempat bernaung. Kisruh tersebut sampai-sampai membuat Federasi Sepakbola Tertinggi Dunia, harus FIFA turun tangan, untuk pertama kalinya sepakbola Indonesia terkenal di mata dunia bahkan dibahas sampai ke kongres FIFA, ya karena kisruh tersebut. Thanks to Menpora.

Pembekuan berawal dari kasus sepakbola gajah yang melibatkan PSS Sleman dan PSIS Semarang dimana keduanya sama-sama sengaja untuk tidak mau menang. Ini adalah ironi paling memalukan di Indonesia, kok ya ada dua tim bertanding tapi sama-sama tidak mau menang, kan lucu. Juga ini adalah gumpalan terbesar dari bola salju PSSI yang semakin amburadul, masyarakat saat itu menginginkan reformasi PSSI segera, dan Menpora merespon dengan membekukan PSSI untuk sementara. Dalam hal ini kita patut mengapresiasi menpora.

Namun jika kita melihat kebelakang, kasus suap dan pengaturan skor sepakbola Indonesia sudah lama ada. Tahun 1960 ketika kompetisi masih berlebel Kejurnas PSSI, ketika PSM Makassar masih jaya-jayanya. Seorang pemain PSM kedapatan menerima suap dari seorang Bandar Judi, pemain  tersebut lalu dikenakan sanksi seumur hidup. 

Lalu 1962, 19 pemain Timnas juga kedapatan menerima suap juga dikenakan sanksi seumur hidup. Lalu yang paling parah adalah skandal suap Wakil Ketua Komisi Wasit PSSI Djafar Umar dan 40 wasit nasional pada tahun 1998. Djafar Umar kemudian diskorsing 20 tahun tidak boleh aktif dalam dunia sepakbola. Namun pada tahun 2003 mendapatkan pengampunan dari ketua umum PSSI saat itu, Agum Gumelar. Sungguh mulia hati bapak Agum ini.

Sayangnya pembekuan PSSI hingga saat ini belum ada jalan keluar yang jelas. PSSI masih melayang-layang diawan. Antara Menpora dan PSSI masih Tarik ulur benang layangan. Menpora memberikan 9 syarat agar PSSI segera bisa diaktifkan kembali, namun Ketum PSSI masih saja mencla-mencle. Mau bagaimana sepakbola Indonesia kedepannya, mungkin cuma Tuhan dan Menpora yang tau. Saya tidak  ingin membahas terlalu jauh soal siapa yang benar dan siapa yang salah, toh dalam dunia politik kita tidak pernah tau pasti siapa yang benar siapa yang salah. Saya juga tidak punya kemampuan intelektual sedalam itu. Siapalah saya ini, Cuma penonton sepakbola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun