Pada beberapa kesempatan beberapa ahli mengungkapkan gagasannya mengenai tujuan berdirinya sebuah negara, tak terkecuali Aristoteles dalam Lubis (2007) mengungkapkan bahwa tujuan dari negara adalah kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Oleh karena itu, sebagai refleksi dari keadilan lahirlah yang dinamakan pajak sebagai sebuah instrumen pemerataan ekonomi karena dari masyarakat berkemampuan ekonomi tinggi didistribusikan kembali melalui pemerintah kepada masyarakat berkemampuan ekonomi rendah.
Menurut undang-undang No. 6 tahun 1983 sebagaimana diubah dengan undang-undang No. 6 tahun 2007: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Prinsip Pengenaan Pajak
Penarikan pajak kepada wajib pajak oleh negara (fiskus) merupakan perpindahan sebagai kekayaan atau penghasilan orang kepada negara. Persyaratan atau prinsip-prinsip pokok perpajakan yang paling terkenal adalah yang dikemukakan oleh Adam Smith yang dikenal sebagai “four canons of taxation”. Berdasarkan four canons of taxation yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam Simon dan Nobes (1992: 13) , dikenal empat asas pemungutan pajak yang baik, yaitu asas persamaan keadilan dan kemampuan (equality, equity, and ability); asas kepastian (certainty); asas kenyamanan pembayaran (convenience of payment); dan asas efisiensi (economy of collection).
Selanjutnya kembali dipaparkan Mangkoesoebroto (1993), suatu sistem pajak yang baik haruslah memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.Distribusi dari beban pajak harus adil, setiap orang harus membayar sesuai dengan “bagiannya yang wajar”
2.Pajak-pajak harus sedikit mungkin mencampuri keputusan-keputusan ekonomi, apabila keputusan-keputusan ekonomi tersebut telah memungkinkan tercapainya sistem pasar yang efisien. Beban lebih pajak (excess burden) harus seminimal mungkin
3.Pajak-pajak haruslah memperbaiki ketidakefisienan yang terjadi di sektor swasta, apabila instrumen pajak dapat melakukannya
4.Struktur pajak haruslah mampu digunakan dalam kebijakan fiskal untuk tujuan stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi
5.Sistem pajak haruslah dimengerti oleh wajib pajak
6.Administrasi pajak dan biaya pelaksanaannya haruslah sesedikit mungkin
7.Kepastian
8.Dapat dilaksanakan
9.Dapat diterima
Peran Pajak dalam Pembangunan
Seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia memiliki masalah dengan povertyvicious circle(lingkaran setan kemiskinan). Dengan besarnya penerimaan pajak yang diterima oleh negara, diharapkan negara dapat memutar roda perekonomian dengan cara penyertaan modal pada perusahaan-perusahaan milik negara dan melakukan pembangunan, sehingga negara dapat melakukan peningkatan pembelanjaan barang modal dan belanja rutin yang dampaknya akan dirasakan oleh sektor swasta sebagai rekanan pemerintah. Untuk menjadi negara maju, kita memerlukan dana yang besar.
Pendapatan Negara berdasarkan APBN tahun 2013 terdiri dari Pajak Dalam Negeri Rp1.099,94 T ( 73,23%), Sumber Daya Alam (SDA) Rp 203,73 T (13,56%), Pajak Perdagangan Internasional Rp 48,42 T ( 3,22%), Penerimaan Bukan Pajak (selain SDA) Rp 149,92 T(9,98%) dimana Pendapat Negara terbesar berasal dari Pajak Dalam Negeri. Terkadang untuk pemenuhan kebutuhan Negara masih mengalami difisit.
Pajak dan Produksi
Perngaruh pajak tehadap produksi dapat dibagi dalam pengaruhnya terhadap produksi sebagai keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap produksi sebagai keseluruhan berlangsung melalui pengaruh-pengaruhnya terhadap kerja, tebungan dan investasi. Kemudian lebih laju lagi kita melihat pengaruh-pengaruh pajak terhadap kerja, tebungan dan investasi melalui kemampuan dan keinginan; yaitu kemampuan dan keinginan untuk bekerja, menabung, dan mengadakan investasi.
Pajak untuk Kesejahteraan
Setiap tahun setiap masyarakat dengan penghasilan kena pajak wajib membayarkan pajak. Tarifnya pun disesuaikan dengan kemampuan Wajib Pajak. Tarif progresif adalah wujudnya. Semakin tinggi penghasilan, semakin tinggi pula tarif pajaknya.
Dengan begitu, negara memungut pajak sekaligus memanfaatkan pajak untuk kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan ini diberikan negara melalui fasilitas-fasiltas yang mendukung meningkatnya taraf hidup masyarakat.
Seperti misalnya, subsidi bagi rakyat kecil, fasilitas sekolah gratis, dan pembangunan daerah. Dan demi menjamin semua ini terlaksana, yang terpenting adalah pemerintah bisa bersikap adil dalam menjalankan aksinya, memberikan transparansi yang jelas dan mengawasi penggunaan anggaran negara dengan benar.
Untuk fasilitas sekolah gratis misalnya. Layanan ini harus berlaku disemua wilayah di Indonesia. Sehingga tidak ada lagi, daerah-daerah yang tak bisa mengecap pendidikan. Artinya pembangunan tidak hanya dikota-kota besar tapi juga di daerah.