Kau berada pada dentang waktu
Memburudirimu dari belakang
Mencekik leher oleh Jarum waktu yang kau buat
Harus apa aku tanya?
Kau hanya sibuk bercumbu dengan kesibukanmu
Tak lain berlomba untuk berpura menjadi yang terbaik
Berlaga untuk mencuri simpati
Kau tahu?
Ketika leleran darah mengucur deras
Hantaman kuat dari mereka yang menginjak-nginjak tanah kita
Apakah kau inginn jadi wasit?
Yang kau kerjakan Cuma tiup peluit
Lalu katakan pelanggaran setelah semuanya tersungkur
Ataukah kau ingin jadi penonton?
Sok pintar tapi tak berbaik perangai
Apakah kau lupa?
Tanah kita sakti, kawan?
Bagaimana bisa kau mengusungnya?
Sedangkan hidup saja sulit engkau maknai
Mengutak-atik benaritu yang kau perbuat
Beradapada khilaf yang sering kau ulang
Hanya sibuk berleha-leha
Engkau tertidur dari realita
Dari kenyataan yang mestinya kau ubah
Ah, sudahlah
Terus saja kau bermimpi , kejarlah sampai menjulang langit
Aku tak tahu, mungkin setelah kau bangkit
Barulah kau temui bangsamu ini makan derita yang di bungkus luka
Ah, aku sepertinya tak tega, mengurungkannya lagi
Aku rindu kepalan tangan keatas ,
Kobaran semangat teriakkan bangsa
Kau ukir kata-kata indah demi perbaikan negara
Jangan kau gentar raungan pejabat bejat
Kerjanya hanya bersolek
Keluar masuk tanpa sumbang solusi
Tak berbuah apa-apa
Kau bungkam mulut mereka yang pongah
Yang katanya wakil rakyat itu.
Ah, Aku sudah jengah.
Akurindu menuggu setiap langkah kaki
Penyambung lidah penyampai amanat.
Harapan dari ratusan juta umat di kaki langit Pertiwi
Itu Kau
Mahasiswa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H