Kita tentu tidak asing dengan kisah Nuh. Bahkan ketika kita mempelajari agama di sekolah, kita tidak asing dengan nama Nuh. Siapa Nuh itu?
Nuh adalah seorang tokoh besar dan seorang nabi. Ia juga tokoh utama pada kisah banjir besar yang tertulis dalam Kitab Suci Alkitab, Tanakh, dan Al-Quran.
Dalam Kitab Kejadian, yakni Kitab perjanjian lama Kristen, dan Yahudi; Tuhan mendatangkan banjir untuk menyelimuti bumi beberapa lama untuk membersihkan bumi dari manusia manusia yang melakukan kekejian di mata Tuhan. Namun, diantara manusia manusia berdosa di bumi, Tuhan melihat seorang manusia yang saleh, seseorang bernama Nuh, maka Tuhan memerintahkan Nuh untuk membangun bahtera demi menyelamatkan keluarganya, sepasang dari masing-masing hewan, dan benih-benih tumbuhan yang ada di bumi, sebelum banjir datang.
Mungkinkah banjir Nuh ini benar-benar terjadi? Atau hanya sebatas teologis? Mari kita bahas secara arkeologis.Â
Sebuah tim arkeolog menemukan bukti baru dari gundukan bukit berbentuk perahu di Turki yang diyakini sebagai sisa bahtera Nabi Nuh . Mereka menyebutkan situs tersebut terbentuk pada waktu yang sama dengan peristiwa Banjir Besar 5.000 tahun yang lalu. Proyek ini dimulai pada tahun 2021 dan masih berlangsung, tetapi analisis awal menentukan sampel mengandung bahan tanah liat dan laut serta makanan laut. Perhitungannya juga menempatkan sampel pada waktu yang sama dengan banjir besar menurut Alkitab dan menunjukkan aktivitas manusia.Â
Alkitab menyatakan bahwa bahtera tersebut berhenti di pegunungan Ararat di Turki setelah banjir selama 280 hari yang menenggelamkan bumi. Formasi geologi gundukan berbentuk perahu yang terletak di distrik Dogubayazıt di Agrı yang ditemukan tahun 1956 dipercaya sebagai sisa bahtera nabi Nuh.
Gunung ini adalah puncak tertinggi di Turki, dengan ketinggian sekitar 16.500 kaki dan berbentuk seperti sebuah bahtera. Ukurannya pun diyakin mirip bahtera Nabi Nuh sekitar '300 hasta, 50 hasta, kali 30 hasta', yang berarti panjang hingga 515 kaki, lebar 86 kaki, dan tinggi 52 kaki.
Namun, Dr. Andrew Snelling, seorang kreasionis muda Bumi dengan gelar Ph.D. dari University of Sydney, sebelumnya sempat mengatakan bahwa Gunung Ararat tidak bisa menjadi lokasi bahtera karena gunung tersebut baru terbentuk setelah air banjir surut. Meski dianggap sebagai peristiwa sejarah, sebagian besar sarjana dan arkeolog tidak percaya dengan penafsiran cerita Bahtera secara harafiah. Adapun penelitian, itupun masih bisa dibilang "skeptis". Meksipun menarik perhatian, namun klaim tersebut secara ilmiah masih dianggap secara skeptis. Misal Yeung menolak untuk mengungkapkan lokasi penemuan fosil kapal Nabi Nuh dan malah merahasiakannya. Kayu yang diduga berusia 5.000 tahun juga tidak tersedia untuk pengujian independen.
Secara arkelog, tidak dapat dibuktikan secara pasti. Alias hanya skeptis. Maka dari itu, mari kita membahasnya secara logika.