Masih menurut Stefanus bahwa, para pengusaha retail juga akan tertekan dengan adanya kenaikan PPN menjadi 11 persen. Sebab daya beli masyarakat saat ini belum membaik, ia khawatir para pemilik usaha yang menyewa lapak di mal tidak kuat untuk membayar sewa toko dan memutuskan untuk tutup sambil munggu kondisi dan daya beli masyarakat kembali membaik."Jadi saya kira akan berat sekali, mal-mal juga lagi berat. Kelas atas juga orang yang berpenghasilan tinggi juga belum berani ke mal kan". Tetapi keputusan ada di tangan pemerintah. Kita sebagai warga negara, sekaligus pembayar pajak, akan menunggu aspek mana yang akan menjadi prioritas.
Posisi Dilema PemerintahÂ
Sebenarnya banyak pihak yang meminta agar kebijakan kenaikan PPN 11 persen agara ditunda. Akan tetapi dari aspek hukum dan perpajakan kebijakan tersebut tidak dapat ditunda karean telah disetujui oleh DPR.
Hal ini juga disampaikan oleh Adrianto Dwi Nugroho dosen Ilmu Hukum Pajak UGM menyampaikan kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen telah disetujui DPR, sehingga harus dijalankan. Adrianto menjelaskan, karena PPN menggunakan masa pajak, maka tidak perlu menunggu satu tahun pajak penuh sebelum dapat diberlakukan, sebagaimana halnya dalam hal kenaikan tarif PPh. Dengan demikian, Adrianto menegaskan ketentuan tersebut dapat diberlakukan pada 1 April 2022.
Dilain pihak ahli perpajakan Ajib Hamdani selaku Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, kepada Tirto, Kamis (17/3/2022) menyampaikan penilainya bahwa, posisi pemerintah saat ini tengah dilema. Sebab pada dasarnya, pajak mempunyai dua fungsi utama. Pertama sebagai instrumen budgetair, yaitu pajak mempunyai fungsi mengumpulkan uang buat pundi-pundi negara. Dan kedua instrumen regulerend, yaitu membuat keseimbangan dan pengatur ekonomi masyarakat.
Kedua fungsi pajak ini, dalam satu kondisi yang sama bisa bersifat kontradiktif. Sehingga pemerintah harus mempunyai kebijakan sebagai dasar untuk membuat regulasi yang presisi. Pada tahun ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah didesain untuk belanja sebesar Rp 2.714,2 triliun, dengan potensi penerimaan pajak sebesar Rp1.265 triliun. Dengan instrumen UU Nomor 2 tahun 2020, pemerintah masih mempunyai kesempatan untuk membuat defisit APBN tahun 2022 ini melebihi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dengan instrumen ini, pemerintah mempunyai keleluasaan untuk mendesain defisit APBN 2022 sebesar Rp 868 triliun, atau setara 4,85 persen PDB. Lewat struktur yang ada, kebijakan kenaikan tarif PPN ini diharapkan bisa menambal defisit. Penerimaan PPN sepanjang tahun 2021 sebesar Rp 551 triliun. Dengan asumsi tarif PPN mengalami penyesuaian menjadi 11 persen dan bisa diberlakukan pada 1 April nanti, maka potensi pundi-pundi kas negara bisa bertambah kisaran Rp 41 triliun.
Masih menurut Ajib bahwa, angka potensi tersebut didapat dari kenaikan selisih 10 persen selama sembilan bulan, asumsi secara ekonomi barang dan jasa kena pajak ceteris paribus sesuai kondisi tahun 2021. Angka yang sangat signifikan dalam menambah arus kas masuk. Di sisi lain, pertimbangan kedua pemerintah untuk melanjutkan kenaikan tarif ini, adalah keberlanjutan regulasi dan kepastian hukum. Karena sejak awal UU HPP ini ditetapkan pada 2021, sudah dihitung secara seksama, tentang waktu pelaksanaan penyesuaian tarif PPN ini yaitu 1 April 2022.
Namun, secara kontradiktif, pajak juga mempunyai fungsi regulerend, untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang positif dan berkelanjutan. Setidaknya ada dua hal yang menjadi pertimbangan, pasal kenaikan tarif PPN ini untuk dilakukan penyesuaian waktu, atau ditunda. Pertimbangan pertama, pemerintah secara agresif juga membuat target pertumbuhan ekonomi secara agregat tumbuh 5,2 persen. Sedangkan penopang lebih dari 57 persen PDB adalah sektor konsumsi.
"PPN ini adalah jenis pajak yang pembebanannya ditanggung dan dibayar oleh konsumen akhir. Sehingga akan memberikan tekanan terhadap kemampuan daya beli masyarakat"
Ajib melihat dalam masa peralihan pandemi menuju endemi seperti sekarang, sedang dibutuhkan semua instrumen pemerintah untuk terus memberikan dukungan iklim ekosistem ekonomi yang positif. Menaikkan tarif PPN dalam momentum sekarang, justru menjadi pilihan yang cenderung kurang pas.