Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Tak Ada Alasan Masuk Akal untuk Tunda Pemilu 2024

2 Maret 2022   15:55 Diperbarui: 21 Maret 2022   09:57 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih adakah celah dan alasan yang paling masuk akal menunda Pemilu 2024? (ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI via KOMPAS.com) 

"Mari Jaga NKRI dengan mematuhi Konstitusi (UUD 45) yang telah diamandemen empat kali di era reformasi sejak 1999-2002, yang mana UUD ini sudah tidak bersifat darurat lagi tetapi telah mengukuhkan Indonesia sebagai negara modern dengan eksistensinya sebagai negara hukum yang demokratis (demokrasi konstitusional)"

Penolakan yang Luas Wacana Tunda Pemilu

Bebarapa hari ini kita dihebohkan oleh wacana tunda Pemilu 2024 dan perpanjangan tiga periode jabatan Presiden.

Opini ini walau bukan yang pertama kali digaungkan tetapi lebih viral dari sebelumnya, karena wacananya disampaikan oleh tiga ketua partai politik yang tergabung dalam koalisi pemerintah.

Tentu saja mendapat protes meluas dari publik khususnya akademisi, pakar hukum dan sejumlah penggiat demokrasi (civil society) dan dari kalangan politisi dan partai politik lainnya.

Satu-satu partai politik terbesar yang menentang keras dan terbuka adalah PDI Perjuangan (PDIP) lewat Ketua Umumnya ibu Megawati Soekarnoputri

Dengan lantang dan tegas ibu Mega menolak penundaan Pemilu, disertai dengan kecaman beliau yang menghentak publik, bahwa; "Memang negara ini milik nenek moyang lu?". Suatu kecaman penuh emosional kebangsaan dan ketersinggungan yang memang tidak pantas diwacanakan oleh elit apalagi partai politik yang memilik hajatan Pemilu justru ingin menunda Pemilu dengan menabrak konstitusi (UUD 1945).

Begitupula Partai Gerindra sebagai partai besar besutan Prabowo Subianto ini, melalui Waketumnya Sugiono menegaskan Partai Gerindra taat terhadap konstitusi.

Gerindra akan selalu taat kepada ketentuan dan asas konstitusional. UUD NRI tahun 1945 menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap lima tahun sekali dan itu merupakan sebuah perintah yang jelas dari konstitusi kita. 

Pada waktunya, Ketua Dewan Pembina yang sekaligus merupakan Ketua Umum kami akan menyampaikan pendapat resmi Partai Gerindra, mengingat isu ini juga masih merupakan isu yang beredar di luar jalur formal, baik di eksekutif maupun legislatif," kata Sugiono kepada wartawan detik.news, Rabu (2/3/2022).

Kalau partai Demokrat dan PKS sudah dipastikan menolak karena bagian dari oposisi yang ada di parlemen terhadap pemerintah. Selalu dipastikan sikap oposisi pasti selalu berbeda dengan sikap pemerintah apalagi terkait konstitusi.

Yang menarik pula tentang penolakan wacana tunda Pemilu dan perpanjangan jabatan Presiden Jokowi tiga periode datang dari loyalis Jokowi bahwa pemundaan Pemilu sama dengan menjerumuskan Presiden.

Diberitakan di times.id (26/02/2022) Ketua Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer menolak keras gagasan penundaan pemilu 2025 yang digaungkan oleh sejumlah ketum Parpol. 

Menurutnya, penundaan pemilu sama dengan melanggar konstitusi, anti demokrasi dan sikap otoritarian. Ia menilai penundaan ini tidak bisa dibenarkan apapun alasannya karena melanggar cita-cita reformasi.

"Pastinya ada syahwat dan nafsu politik yang membidani hasrat penundaan pemilu," tegas Noel yang juga Ketua Ikatan Aktivis 98 ini.

Jaga NKRI dengan Mematuhi Konstitusi

Apapun wacana tunda pemilu dan perpanjangan jabatan tiga periode sudah nyata melanggar ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan soal masa jabatan Presiden dalam UUD 1945 Pasal 7. Sehingga wacana tunda Pemilu dan tiga periode tidak selaras dengan semangat demokrasi yang konstitusional.

Kita harusnya jaga, rawat dan cintai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Patuhi konstitusi UUD 1945 sebagai hasil konsensus kebangsaan. Tanpa reserve maupun kompromi.

Kita semua yakin Pak Jokowi adalah Presiden kita yang hebat. Banyak keberhasilan pembangunan nasional dalam dua periode pemerintahannya. Banyak pula legacy yang dibuat sebagai prestasi beliau selama memimpin bangsa ini yang memasuki periode kedua.

Rakyat tentu berharap pemerintahan Jokowi periode kedua sampai 2024 kedepan memberikan ingatan yang indah bagi rakyat akan banyaknya legacy, strategic inovasi pembangunan yang berdampak langsung dirasakan oleh rakyat.

Hanya saja tentu kita juga tidak perlu terlalu mengkultuskan. Karena setiap pemimpin bangsa ini juga dari manusia-munusia biasa tetapi hebat-hebat dan visioner. Sama hal Pak Jokowi juga sebagai manusia biasa yang punya salah dan khilaf. Tetapi programnya yang memberi kemashalatan juga sangat banyak.

Dari program dan kebijakan beliau tidak setimpal dengan kesalahan atau kekhilafan yang sering di framming buruk oleh kelompok pembenci dan perusak kesatuan bangsa.

Penulis yakin, beliau (Presiden Jokowi) juga pasti tidak mau dikultuskan dan diperpanjang masa jabatanya. Beliau pasti taat konstitusi (UUD 1945).

Bukan saja Presiden yang dituntut taat konstitusi tetapi semuanya elemen bangsa ini tidak terkecuali rakyat sekalipun. Terlalu banyak pelajaran dari tapak jejak dari sejarah bangsa ini. Sulit rasanya kalau kita tidak bisa belajar dari sejarah masa lalu baik orde lama maupun orde baru.

Lagi pula konstitusi kita sudah mengatur ada lembaga MPR, lembaga DPR dan DPD disiapkan sebagai lembaga-lembaga penyeimbang eksekutif dengan tugas-tugas yang dapat mengawasi bahkan ikut mengatur perencanaan budgeting dan fungsi legislasi, sehingga bisa menetapkan garis-garis besar dan kebijakan pembangunan nasional siapapun Presiden Indonesia.

Yang kita justru prihatin adalah wacana tunda Pemilu 2024 hanyalah sebuah prank (lelucon), dan banyak pihak merasa ini hanya gimik politik dari elit tertentu dan coba melempar isu yang belum jelas tetapi sengaja di dengungkan terasa seolah itu keinginan Presiden Jokowi.

Padahal hanya soal bargaining politik dan nafsu politik untuk mempertahankan status quo oligarkhi. Maka namanya juga gimik politik untuk bermain peran yang moga-moga Presiden setuju, moga-moga MPR/DPR setuju dan terkahir moga-moga rakyat setuju.

Bagaimana dengan Alasan Ekonomi?

Penulis bukan ahli ekonomi, tetapi secara makro dapat memahami bahwa bangsa Indonesia ini dalam keadaan krisis apapun tidak kehilangan arah sekalipun. Pasti ada solusi dan strategic innovation. Seseram apapun kondisi bangsa ini selalu ada jalan keluar dan konsensus-konsensus dilahirkan.

Dari sejarah bangsa kita beberapa kali terjadi krisis. Sejak era Presiden Soekarno krisis ekonomi juga melanda tetapi dapat diatasi dengan kepercayaan terhadap kepemimpinan Soekarno. Walau pada akhirnya unsur di luar ekonomi menjatuhkan Soekarno akibat skandal kudeta PKI yang diawali dengan penculikan dan pembunuhan pahlawan revolusi.

Lalu model krisis era Presiden Soeharto dengan runtuhnya orde baru yang menandai masuknya era baru (reformasi) lahir dari model krisisnya adalah krisis moneter atau orang sering menyingkatnya dengan kata "krismon".

Krisis moneter ini bersifat multidimensi, maka Presiden Soeharto harus tumbang dari kursi kekuasannya selama 32 tahun memimpin orde baru.

Hal ini disebabkan krisis moneter meluas kekrisis legitimasi kepemimpinan, sosial dan politik berdampak ketidakpercayaan lagi dengan pemerintahan dibawah kepemimpinan Soeharto.

Lain lagi dengan krisis ekonomi akibat dampak pandemi virus Covid-19 sejak tahun 2020 lalu. Krisis ini tidak bersifat multidimensi hanya kepada penyelamatan jiwa dan menselaraskan kesehatan dan ekonomi.

Kebijakan pemerintah diwujudkan dangan regulasi kedaruratan kesehatan akibat pandemi Covid-19 sehingga melakukan reformasi struktural dan reformasi fiskal untuk memperbaiki iklim investasi dan birokrasi Indonesia.

Juga ditambah dengan kebijakan refocusing APBD untuk disemua daerah Provinsi dan Kab/Kota. Jadi konsentrasi krisis ini ke soal penanganan kesehatan dan desain pemulihan ekonomi kendatipun masih berlangsung pademi gelombang ketiga Covid-19 varian Omicron saat ini.

Pun dihubungkan dengan implikasi akibat invasi Rusia vs Ukraina, maka dampak yang pasti adalah krisis harga minyak mentah dunia naik sehingga otomastis memicu kenaikan harga minyak mentah pula di Indonesia.

Tentu Krisis ini hanya akan mempengaruhi beban subsidi APBN kita dalam negeri. Dimana terjadi pergeseran asumsi artinya subsidi harus kembali dievaluasi karena melebihi asumsi APBN 2022.

Jadi krisis yang kita alami dimasa pandemi Covid-19 dan apabila perang Rusia dan Ukraina berpengaruh pada krisis akibat kenaikan harga minyak dunia tentu pasti ada solusi dan strategic innovation dari pemerintah.

Kalau strateginya adalah tunda Pemilu 2024, maka yang semula krisis biasa bisa diatasi dengan politik anggaran, inovasi dan strategic, akan menjalar menjadi krisis politik dan kepemimpinan terhadap ketidakmampuan mengatasi persoalan bangsa dalam keadaan krisis.

Maka krisis bisa menjadi multidimensi seperti reformasi 98 dimana rakyat dan mahasiswa turun kejalan bergerak dan bergolak menentang. Situasi akan caos dan huru-hara maka meruntuhkan legitimasi dan kepercayaan terhadap pemerintah.

Maka alasan elit politik tidak masuk akal menunda Pemilu 2024 dan tidak ada satupun syarat yang masuk dalam agenda konstitusi yang dapat mengganggu sirkulasi lima tahunan.

Hanya saja publik merasa serius dengan isu tunda Pemilu dan perpanjangan tiga periode karena dilontarkan oleh elit-elit politik dari pimpinan partai politik dari unsur koalisi pemerintah. Maka publik condong mencurigai ada hidden agenda pemerintah atau ada tangan pemerintah dibalik desain tunda Pemilu 2024.

Presiden dan Ketua DPR Menolak Tunda Pemilu

Tetapi ternyata wacana tunda Pemilu dan perpanjangan jabatan tiga periode hanya sebagai gimik elit politik dan bargaining politik dari elit partai. Sebab 27 Februari 2022, Kantor Kepresidenan (KSP) menyampaikan pernyataan resmi Presiden Jokowi yang menolak dengan tegas agenda perpanjangan tiga periode termaksud ketegasan menolak penundaan Pemilu 2024. Presiden Jokowi dan pemerintah tegas menolak dan taat terhadap konstitusi/UUD 1945.

Sikap resmi Presiden itu disampaikan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani menyatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan taat terhadap aturan konstitusi atau UUD 1945. Pernyataan ini untuk menanggapi usulan penundaan Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan presiden. 

"Siapapun silakan saja berpendapat. Namun Presiden masih tetap sama sikapnya dalam memandang jabatan 3 periode maupun penundaan pemilu. Presiden selalu mengacu kepada konstitusi dan UU yang berlaku," kata Jaleswari saat dihubungi, tempo.co, Ahad, 27 Februari 2022.

Sikap yang sama disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan Pemilu sudah disetujui akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024.

"Kesepakatan itu disetujui Pemerintah, DPR dan KPU. Pemilu sudah ditetapkan oleh Pemerintah, DPR, dan KPU, dan disetujui oleh semua fraksi. Fraksi itu artinya partai, bahwa akan diadakan pada tanggal 14 Februari tahun 2024," kata Puan dalam sambutannya di Kantor DPC PDIP Kota Surabaya seperti dikutip dari detikJatim, Selasa (1/3/2022).

Dari semua ulasan di atas, masih adakah celah dan alasan yang paling masuk akal menunda Pemilu 2024?

wallahu alam bishawab,

Wassalam
Bumi Anoa, 03/02/2022

oleh: Hidayatullah*
*Penulis: Praktisi Hukum/Ketua Presidium JaDI Sultea

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun